Selasa, 03 Juli 2012

MEWARIS BERDASAR WASIAT


BAB VI


A. Pengertian dan bentuk wasiat
Di dalam KUHPerdata mengenal peraturan wasiat ini dengan nama Testament.
Pasal 875 BW mengartikan surat wasiat adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia dan dapat dicabut kembali.
Untuk kata wasiat dapat juga dipergunakan “ amanat terakhir “ dalam arti apa yang dikehendakinya akan berlaku sesudah ia meninggal dunia sesuai dengan apa yang ia tetapkan.
Salah satu ciri dan sifat yang terpenting dan khas dalam surat wasiat yaitu surat – surat wasiat selalu dapat ditarik kembali oleh si pembuatnya, hal ini disebabkan tindakan membuat surat wasiat adalah merupakan perbuatan hukum yang sifatnya sangat pribadi. Hal ini berarti bahwa perbuatan ini tidak dapat disuruh ia lakukan oleh seseorang wakil.
Bentuk Wasiat
KUHPerdata mengenal 3 macam bentuk surat wasiat :
1). Wasiat Olografis
Yaitu surat wasiat yang seluruhnya ditulis dengan tangan dan ditanda tangani oleh pewaris sendiri. Kemudian surat wasiat tersebut harus diserahkan untuk disimpan pada seorang notaris dan penyerahan pada notaris ini ada 2 macam, yaitu bisa diserahkan dalam keadaan terbuka atau bisa juga dalam keadaan tertutup.
Kedua cara penyerahan dan penyimpanan pada notaris ini mempunyai akibat hukum yang satu sama lain berbeda, yaitu “
a.      Apabila surat wasiat diserahkan dalam keadaan terbuka maka dibuatkan akta notaris tentang penyerahan itu yang ditanda tangani oleh pewaris, saksi – saksi dan juga notaris. Akta penyimpanan tersebut ditulis dikaki surat wasiat tersebut, jika tidak ada tempat kosong pada kaki surat wasiat maka amanat ditulis lagi pada sehelai kertas yang lain.
b.      Apabila surat wasiat diserahkan kepada notaris dalam keadaan tertutup, maka pewaris harus menuliskan kembali pada sampul dokumen itu bahwa surat tersebut berisikan wasiatnya dan harus menandatangani keterangan itu dihadapan notaris dan saksi – saksi. Setelah itu pewaris harus membuat akta penyimpanan surat wasiat pada kertas yang berbeda.
2. Wasiat Umum
Yaitu surat wasiat yang dibuat oleh seorang notaris, dengan cara orang yang akan meninggalkan warisan itu menghadap notaris serta menyatakan kehendaknya dan memohon pada notaris agar dibuatkan akta notaris dengan dihadiri dua orang saksi.
Terdapat beberapa orang yang tidak boleh menjadi saksi dalam pembuatan surat wasiat umum, yaitu :
1). Para ahli waris atau orang yang menerima hibah wasiat atau sanak keluarga mereka sampai derajat keempat.
2). Anak – anak, cucu – cucu dan anak – anak menantu dan anak atau cucu notaris
3). Pelayan – pelayan notaris yang bersangkutan.

3. Wasiat Rahasia
Yaitu surat wasiat yang ditulis sendiri atau ditulis orang lain yang disuruhnya menulis kehendak terakhirnya. Kemudian ia harus menanda tangani sendiri surat wasiat tersebut.
Surat semacam ini harus disampul dan disegel, kemudian diserahkan kepada notaris dengan dihadiri empat orang saksi.
Penutupan dan penyegelan dapat juga dilakukan dihadapan notaris dan empat orang saksi.
Selanjutnya pembuat wasiat harus membuat keterangan dihadapan notaris dan saksi – saksi bahwa yang termuat dalam sampul itu adalah surat wasiatnya yang ia tulis sendiri atau yang ditulis orang lain ia yang menanda tangani. Kemudian notaris membuat keterangan yang isinya memberikan keterangan tersebut.




B. Isi Wasiat
Ada dua jenis isi dari wasiat :
1. Wasiat yang berisi “erfstelling” atau wasiat pengangkatan waris, yaitu wasiat dengan nama orang yang mewasiatkan, memberikan kepada seorang atau lebih dari seorang, seluruh atau sebagian ( setengah, sepertiga ), dari harta kekayaannya, kalau ia meninggal dunia.
2. Wasiat yang berisi hibah ( hibah wasiat ) atau legaat.
          Pasal 957 KUHPerdata :
          “ Hibah wasiat adalah suatu penetapan yang khusus didalam testament, dengan mana mewasiatkan memberikan kepada seorang atau beberapa orang barang tertentu. Barang – barang dari satu jenis tertentu, hak pakai hasil dari seluruh atau sebagian dari harta peninggalannya”.
C. Bagian Bebas
Ialah bagian legitimaris dari harta pewaris yang dapat ditentukan sesuka hatinya kepada siapapun jatuhnya.
Jadi bagian bebas itu tidak lain dari pada harta si pewaris dikurangi LP legitimaris, harta pewaris yang dimaksud disini tidak saja hartanya yang ditinggalkan, tetapi semua harta nya termasuk yang sudah dihibahkan kepada ahli warisnya atau orang lain.
D. Menarik Kembali dan Gugurnya Wasiat
Menarik kembali ialah berdasarkan atas kehendak pewaris yang meniadakan suatu testament. Seperti halnya pembuatan surat wasiat, menarik kembali suatu wasiat pun orang mempunyai pikiran yang sehat.
Suatu wasiat gugur, tidak ada tindakan dari pewaris tapi wasiat tidak dapat dilaksanakan, karena ada hal – hal yang diluar kemauan pewaris, misalnya karena tidak ada yang akan diberikan.
Penarikan kembali dapat dilakukan secara tegas atau secara diam – diam, atau dapat juga tersimpul dalam perbuatan pewasiatan diluar wasiat yang yang datang kemudian, sehingga yang diberikan itu tidak termasuk dalam harta peninggalannya, sedangkan perbuatan itu dengan jelas menyatakan adanya kehendak untuk menarik kembali pemberian itu.
Penarikan secara tegas terjadi dengan dibuatnya wasiat baru dimana diterangkan secara tegas bahwa yang dahulu ditarik kembali.
Mengenai pencabutan wasiat secara tegas ada ketentuan – ketentuan seperti berikut, suatu wasiat dapat dicabut dengan :
1.      Surat wasiat baru
2.      Surat notaris khusus
              Arti kata khusus ialah bahwa isi dari akta itu harus hanya penarikan kembali itu saja.
Pencabutan secara diam – diam terjadi dengan dibuatnya wasiat atau testament baru yang memuat pesan – pesan yang bertentangan dengan wasiat lama.


LEGIETIEME PORTIE PARA WARIS


BAB V


Pada dasarnya pewaris mempunyai kebebasan untuk mencabut hak waris dari ahli waris karena kematian. Ketentuan tentang pembagian menurut Undang – undang bersifat hukum mengatur.
Tetapi untuk beberapa waris karena kematian, dijamin oleh Undang – undang suatu bagian tertentu dari kekayaan pewaris.
Mereka itu sedemikian dekatnya dengan pewaris, sehingga apabila dicabut hak warisnya, maka hal itu dianggap suatu yang tidak wajar.
Agar orang tidak dapat menyelundupi Undang –undang dengan mudah, maka Undang – undang telah melarang seseorang semasa hidupnya, menghibahkan kekayaannya kepada orang lain dengan melanggar hak ahli waris menurut Undang – undang.
Adapun maksud Undang – undang atau peraturan ini adalah untuk melindungi para ahli waris dari tindakan pewaris yang tidak bertanggung jawab. Bagian yang dijamin ini dinamakan bagian mutlak ( Legietieme portie )
Bagian mutlak adalah bagian dari suatu warisan yang tidak dapat dikurangi dengan suatu pemberian semasa hidup atau pemberian dengan testament.
Bagian mutlak harus selalu dituntut, kalau tidak dituntut tidak diperbolehkan legietieme portie. Jadi kalau ada tiga legitimaris, dan yang menuntut hanya satu, maka yang menuntut itu saja yang dapat, yang dua lagi ( yang tidak menuntut ) tidak dapat.
Kalau si Pewaris mengangkat seorang ahli waris dengan wasiat untuk seluruh harta peninggalannya, maka bagian ahli waris yang tidak menuntut itu menjadi bagian ahli waris menurut wasiat itu.
Orang yang dinyatakan onwaardig dan yang menolak warisan, kehilangan legietieme portienya. Tetapi ahli waris yang onterfd ( idkesampingkan sebagai ahli waris oleh si Pewaris ), tetap berhak atas legietieme portienya.
Selanjutnya bagian mutlak ini harus diberikan kepada para waris dalam garis lurus keatas dan garis lurus kebawah.

A. Para Waris Garis Lurus Kebawah
Diatur  dalam Pasal 914 KUHPer :
‘ Dalam garis lurus kebawah, apabila si yang mewariskan hanya meninggalkan anak yang sah satu – satunya saja, maka berdirilah bagian mutlak itu atas setengah dari harta peninggalan, yang mana oleh si anak itu dalam pewarisan sedianya harus diperoleh “.
        Jadi anak satu orang  Lp nya  ialah ½ x bagian yang seandainya harus diperolehnya.
Pasal 914
“ Apabila dua orang anak yang ditinggalkannya, maka bagian mutlak itu adalah masing – masing dua pertiga dari apa yang sedianya harus diwariskan oleh meraka masing – masing dalam pewarisan “.
         Jadi dua anak, Lp nya ialah 2/3 bagian yang seharusnya diperoleh.
Selanjutnya dinyatakan pula : tiga orang atau lebih anak yang ditinggalkannya, maka tiga perempat bagian mutlak itu dari apa yang sedianya masing – masing mereka harus mewarisnya dalam pewarisan.
Jadi tiga anak Lp nya ialah ¾ x bagian yang sedianya diperolehnya.
Kalau anak meninggal lebih dahulu dari ayahnya, dan ia mempunyai keturunan, maka berlaku penggantian
B. Para Waris Garis Lurus Ke Atas
Pasal  915 mengatur bahwa garis lurus keatas  bagian mutlak itu ialah selamanya setengah dari apa yang menurut Undang – undang menjadi bagian tiap – tiap mereka dalam garis itu dalam warisan karena kematian.
C. Bagian Mutlak Anak Luar Kawin
Di atur dalam Pasal 916 KUHPer, yang menyatakan bagian mutlak seorang anak luar kawin yang telah diakui dengan sah adalah setengah dari bagian yang menurut Undang – undang sedianya harus diwarisnya dalam pewarisan karena kematian.





PEWARISAN ANAK LUAR KAWIN


BAB IV

Yang dimaksud dengan anak luar kawin ialah anak luar kawin yang telah diakui dengan sah.  Anak luar kawin yang diakui dengan sah adalah anak yang dibenihkan oleh suami atau istri dengan orang lain yang bukan istri atau suaminya yang sah.
Bagian warisan yang diperbolehkan anak luar kawin
Pasal 863;
1.      Jika yang meninggal meninggalkan keturunan yang sah atau seorang suami atau istri, maka anak – anak luar kawin mewaris 1/3 dari bagian jika ia itu anak sah.
2.      Jika pewaris tidak meninggalkan keturunan maupun suami atau istri, akan tetapi meninggalkan keluarga sedarah dalam garis keatas ataupun saudara  laki dan perempuan atau keturunan mereka, maka mereka mewaris ½ dari warisan.
3.      Jika hanya ada sanak saudara dalam derajat yang lebih jauh, anak luar kawin mewaris ¾ dari warisan.
Dengan demikian :
1.      Anak luar  kawin mewaris dengan ahli waris golongan 1 bagiannya 1/3 dari bagiannya seandainya ia anak sah
2.      Anak luar kawin mewaris dengan ahli waris golongan II dan III bagiannya ½ dari warisan
3.      Anak luar kawin mewaris dengan ahli waris golongan IV, bagiannya ¾ dari warisan

Anak luar kawin sebagai pewaris
Pada Pasal 886 KUHPer menyatakan bahwa jika seorang anak luar kawin meninggal dunia lebih dahulu, maka sekalian anak dan keturunannya yang sah, berhak menuntut bagian – bagian yang diberikan kepada mereka menurut Pasal 863 dan 865. jadi keturunan anak luar kawin dapat bertindak sebagai pengganti.





PEWARISAN KARENA KEMATIAN


BAB III


Syarat umum untuk memperoleh warisan, mestilah dipenuhi tiga syarat :
Ø Mesti ada orang yang meninggal dunia
Ø Untuk memperolehnya mestilah orang yang masih hidup pada saat pewaris meninggal dunia
Ø Ada harta peninggalan

Hanya kematian sajalah yang menimbulkan pewarisan karenanya di dalam hukum waris berlaku suatu asas bahwa “ apabila seorang meninggal, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih pada sekalian ahli warisnya”, asas ini terkenal dengan adagium Perancis “ Le Mort Saisit Le Vit “.

Di dalam adagium ini terkandung pengertian bahwa, suatu benda harus ada pemiliknya. Jika ada seorang yang meninggal dunia maka segala miliknya, pada ketika ia meninggal dunia dengan sendirinya beralih kepada warisnya yang masih hidup.
Menurut pewarisan karena kematian atau berdasarkan Undang – undang ( secara ab intestate ), mewaris dibedakan atas :

1.      Mewaris langsung / uit eigen hoofde
2.      Mewaris tidak langsung /  bij plaatsvervulling

Mewaris langsung adalah orang itu mewaris, dalam kedudukan sebagai ahli waris langsung karena diri sendiri ( uit eigen hoofde ).
Mewaris tidak langsung adalah mewaris yang sebenarnya warisan itu bukan untuk dia, tetapi untuk orang yang sudah meninggal terlebih dahulu dari pada si pewaris.  Ia menggantikan ahli waris yang telah meninggal terlebih dahulu  dari si yang meninggal. Ini berarti ahli waris yang sebenarnya telah meninggal terlebih dahulu dari pada si pewaris.
a. Mewaris langsung / Uit Eigen Hoofde
BW mengenal empat golongan ahli waris yang bergiliran berhak atas harta peninggalan, artinya apabila gol pertama masih ada, maka gol kedua dan seterusnya tidak berhak atas harta peninggalan.

Pasal 854 ayat 1
“   apabila seorang meninggal dunia dengan tak meninggalkan keturunan maupun suami istri, sedangkan bapak ibunya masih hidup, maka masing – masing mereka mendapat sepertiga dari warisan, jika si peninggal hanya meninggalkan seorang saudara laki – laki atau perempuan yang mana mendapat sepertiga selebihnya”.
Pasal 855
“ apabila seorang meninggal dunia dengan tidak meninggalkan keturunan, maupun suami atau istri, sedangkan bapak atau ibunya telah meninggal lebih dulu, maka si ibu atau si bapak yang hidup terlama mendapat setengah dari warisan, jika si meninggal hanya meninggalkan seorang saudara perempuan atau laki, sepertiga dari warisan jika dua saudara laki atau perempuan di tinggalkan, dan seperempat jika lebih dari dua saudara laki atau perempuan ditinggalkannya, bagian – bagian selebihnya adalah untuk saudara – saudara laki atau perempuan tersebut.
Jadi Pasal 855 mengatur  tentang pembagian warisan jika ada bapak  atau ibu ( salah satu saja yang hidup ), dan ada saudara – saudara. Bagian bapak atau ibu ditentukan oleh jumlah saudara – saudara itu”.
Bagaimana kalau yang ada hanya saudara – saudara saja ?
Pasal 856
“ apabila seorang meninggal dunia dengan tidak meninggalkan keturunan maupun suami istri, sedangkan baik bapak maupun ibunya telah meninggal terlebih dahulu, maka seluruh warisan adalah hak sekalian saudara laki dan perempuan dari si meninggal”.

Saudara Kandung dan Saudara Tiri
Menurut Pasal 857, pembagian di antara para saudara – saudara adalah :
1. Dilakukan antara mereka dalam bagian yang sama, jika mereka berasal dari perkawinan yang sama, maka pembagian yang sama di antara saudara – saudara kandung.
2. Kalau mereka berasal dari lain – lain perkawinan, maka apa yang akan diwariskan harus dibagi terlebih dahulu dalam dua bagian yaitu bagian dari garis bapak dan bagian dari garis ibu, saudara – saudara laki dan perempuan yang penuh mendapat bagian mereka dari kedua garis, sedangkan saudara – saudara yang tiri, hanya mendapat bagian dari garis mereka berada.
Kalau ada saudara dari lain perkawinan ( saudara tiri ), maka :
a.      Terlebih dahulu harta bagian saudara – saudara semuanya dibagi dua sama besar : ½ untuk garis bapak, ½ untuk garis ibu
b.      Saudara kandung mendapat bagian dari garis bapak dan juga dari garis ibu
c.       Saudara tiri mendapat bagian hanya dari bagian garis dimana ia berada ( digaris bapak atau digaris ibu )
contoh
A meninggal, meninggalkan satu saudara tiri dari pihak bapak ( B ) dan satu lagi saudara dari pihak ibu ( D ); sementara itu ia juga meninggalkan satu saudara ( C ) digaris bapak yang mewariskan B dan C, Di garis Ibu yang mewaris adalah C dan D, jadi C mewariskan dari kedua garis yaitu garis bapak dan ibu.
Pembagian warisan di atas adalah ; bagian warisan digaris bapak ( x ) = ½. Yang mewaris digaris bapak ialah B dan C, Masing – masing mendapat ½ x ½ = ¼ sehingga B = ¼, C = ¼ + ¼ ( bagian dari bapak dan Ibu ), D = 1/4
B. MEWARISKAN DENGAN CARA MENGGANTI
Untuk dapat mewaris dengan cara mengganti, harus di penuhi 3 unsur :
1.      Orang yang tempatnya diganti harus sudah meninggal
2.      Orang yang menggantikan tempat orang lain, haruslah keturunan sah dari orang yang tempatnya digantikan
3.      Orang yang menggantikan tempat orang lain sebagai pewaris, harus memenuhi syarat umum, untuk dapat mewaris dari si pewaris.
Menurut undang – undang ada tiga macam penggantian yaitu sebagai berikut :
a.      Penggantian dalam garis lurus kebawah
b.      Penggantian dalam garis kesamping ( zijlinie )
c.       Penggantian dalam garis samping, dalam hal yang tampil kemuka sebagai ahli waris anggota – anggota keluarga yang lebih jauh tingkat hubungannya dari pada seorang saudara, misalnya seorang paman atau keponakan

Adapun Pasal – pasal yang mengatur mewaris dengan cara mengganti terdapat di dalam Pasal 841 – 852 KUHPer.




HUKUM WARIS


BAB II


1. Hak Mewaris pada Umumnya
A. Pengertian Warisan
         Menurut  Ali Afandi hukum waris adalah suatu rangkaian ketentuan – ketentuan, dimana berhubung dengan meninggalnya seorang dan akibat-akibatnya di dalam bidang kebendaan di atur yaitu akibat dari beralihnya harta peninggalan dari seorang yang meninggal kepada ahli waris, baik di dalam hubungannya antara mereka sendiri maupun dengan pihak ketiga.

Pada dasarnya pewarisan merupakan proses berpindahnya harta peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya.
Efendi Peranginangin
Di dalam KUHPer terdapat  tiga unsur warisan :
1.      Orang yang meninggalkan harta warisan (Erflater )
2.      Harta warisan ( Erfenis )
3.      Ahli waris ( Erfgenaam )

Subekti
Warisan itu adalah harta warisan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia atau sebagai pewaris kepada ahli warisnya yang berhak yang ditentukan oleh Undang – undang atau karena mendapat wasiat/testmen.
Pengertian Warisan secara umum
Warisan adalah segala hak – hak dan kewajiban – kewajiban tentang harta yang ditinggalkannya oleh pewaris atau orang yang mennggalkan harta kekayaannya kepada ahli waris yang berhak untuk menerima warisan tersebut.
b. Hak dan kewajiban ahli Pewaris
Hak pewaris timbul sebelum terbukanya harta peninggalan dalam arti bahwa pewaris sebelum meninggal dunia berhak menyatakan kehendaknya dalam sebuah testamen/wasiat.

Kewajiban si pewaris adalah merupakan pemberesan terhadap haknya yang ditentukan Undang – undang. Ia harus mengindahkan adanya ligitime portie, yaitu suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan  ( Pasal 913 KUHPer )
c. Hak dan Kewajiban Ahli Waris
Setelah terbukanya warisan, ahli waris diberi hak untuk menentukan sikap sbb :
1.      Menerima secara penuh (zuivere aanvaarding), yang dapat dilakukan secara tegas atau secara lain.
2.      Menerima dengan Reserve ( hak untuk menukar ), hak ini harus dinyatakan pada Panitera Pengadilan Negeri di tempat warisan terbuka
3.      Menolak warisan.
Kewajiban Ahli Waris
a.      Memelihara keutuhan harta peninggalan sebelum harta peninggalan dibagi
b.      Mencari cara pembagian yang sesuai dengan ketentuan dan lain – lain.
c.       Melunasi hutang pewaris jika pewaris meninggalkan hutang
d.      Melaksanakan wasiat jika ada

Selanjutnya Pasal 954 KUHPer mengatakan “ Bahwa wasiat pengangkatan waris adalah suatu wasiat dengan mana si yang mewasiatkan kepada seorang atau lebih memberikan harta kekayaan yang akan ditinggalkan apabila ia meninggal dunia baik seluruhnya maupun sebagaian seperti misalnya setengahnya, sepertiganya”.

Untuk terjadinya pewarisan harus dipenuhi 3 unsur :
a.      Pewaris ( erflater ), adalah orang yang meninggal dunia meninggalkan harta kepada orang lain;
b.      Ahli Waris ( erfgenaam ), adalah orang yang menggantikan pewaris di dalam kedudukannya terhadap warisan, baik untuk seluruhnya maupun sebagaian;
c.       Harta warisan ( erfenis ), adalah segala harta kekayaan dari orang yang meninggal dunia, yang berupa semua harta kekayaan dari yang meninggal dunia setelah dikurangi dengan semua utangnya.

Pasal 838 KUHPer ttg orang – orang yang tidak patut menjadi ahli waris
a.      Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh si yang meninggal atau pewaris. Dalam hal ini sudah ada keputusan Hakim.
b.      Mereka yang dengan keputusan Hakim pernah dipersalahkan memfitnah pewaris, terhadap fitnah mana diancam dengan hukuman lima tahun atau lebih berat.
c.       Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si yang meninggal untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya.
d.      Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si yang meninggal.
2. Hak Mewaris menurut UU
Dalam golongan pertama, dimasukan anak – anak berserta turunan – turunan dalam garis lancang kebawah, dengan tidak membedakan laki – laki atau perempuan dan dengan tidak membedakan urutan kelahiran.

Golongan kedua dimasukan orang tua dan saudara – saudara dari si meninggal. Pada asasnya orang tua itu dipersamakan dengan saudara, tetapi bagi orang tua ditiadakan peraturan – peraturan yang menjamin bahwa ia pasti mendapat bagian yang tidak kurang dari seperempat harta peninggalan.

Golongan ketiga sebagai ahli waris, jika tidak terdapat sama sekali anggota keluarga dari golongangan pertama dan kedua, harta peninggalan itu dipecah menjadi dua bagian yang sama. Satu bagian untuk para anggota keluarga pihak ayah dan yang lainnya untuk keluarga pihak ibu.

Golongan keempat, ahli waris dari harta yang ditinggalkan, apabila golongan pertama, kedua dan ketiga tidak ada. Maka warisan jatuh pada ahli waris yang terdekat pada tiap garis. Apabila seluruh ahli waris dari golongan pertama sampai ke empat tidak ada, maka seluruh harta warisan jatuh pada negara.