Tampilkan postingan dengan label Jurnal Jendela Hukum dan Keadilan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jurnal Jendela Hukum dan Keadilan. Tampilkan semua postingan

Senin, 09 November 2015

Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional

“Kekayaan Intelektual Atas Pengetahuan Tradisional Dan Ekspresi Budaya Tradisional Yang Terdapat Pada Masyarakat Adat Lembak Di Provinsi Bengkulu”

Oleh
Ashibly

Fakultas Hukum Universitas Prof.Dr.Hazairin,SH Bengkulu
email: 23unihaz@gmail.com
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hak kekayaan intelektual itu adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar[1], atau juga dapat diartikan sebagai hak atas kepemilikan terhadap karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Karya-karya yang tersebut merupakan kebendaan tidak terwujud yang merupakan hasil kemampuan intelektualitas seseorang atau manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi melalui daya cipta, rasa, karsa dan karyanya, yang memiliki nilai-nilai moral, praktis dan ekonomis. Pada dasarnya yang termasuk dalam lingkup HKI adalah segala karya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan melalui akal atau daya pikir seseorang atau manusia tadi. Hal inilah yang membedakan HKI dengan hak-hak milik lainnya yang diperoleh dari alam[2]

Indonesia sebagai Negara kepulauan, memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang sangat kaya. Hal itu sejalan dengan keanekaragaman etnik, suku bangsa dan agama yang secara keseluruhan merupakan potensi nasional yang perlu dilindungi. Kekayaan seni dan budaya tersebut merupakan salah satu sumber dari karya intelektual yang dapat dan perlu dilindungi oleh undang–undang. Kekayaan itu tidak semata–mata untuk seni dan budaya itu sendiri, tetapi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan di bidang perdagangan dan industri yang melibatkan para penciptanya. Dengan demikian, kekayaan seni dan budaya yang dilindungi dapat meningkatkan kesejahteraan tidak hanya bagi para penciptanya saja, tetapi juga bagi bangsa dan negara.

Indonesia adalah negara dengan kekayaan dan keragaman budaya serta tradisi yang luar biasa. Jika kekayaan keragaman budaya dan tradisi itu dapat dikelola dengan baik dan benar, maka bukan tidak mungkin kebangkitan ekonomi Indonesia justru dipicu bukan karena kecanggihan teknologi, melainkan karena keindahan tradisi dan keragaman warisan budaya itu sendiri. Bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, pengetahuan tradisional dan ekspresi kebudayaan adalah bagian integral dari kehidupan sosial masyarakat yang bersangkutan[3]. Di dalam RUU Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional selanjutnya disingkat PTEBT memberikan definisi pengetahuan tradisional adalah karya intelektual di bidang pengetahuan dan teknologi yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu. Pengertian lain dari pengetahuan tradisional ialah sebagai pengetahuan yang dimiliki atau dikuasai dan digunakan oleh suatu komunitas, masyarakat, atau suku bangsa tertentu yang bersifat turun temurun dan terus berkembang sesuai dengan perubahan lingkungan. Pengertian ini digunakan dalam study of the problem of Discrimination Against Indigenous Populations, yang dipersiapkan oleh United Nation Sub-Commision on Prevention of Discrimination and Protection of Minorities. Istilah pengetahuan tradisional digunakan untuk menerjemahkan istilah traditional knowledge, yang dalam perspektif WIPO digambarkan mengandung pengertian yang lebih luas mencakup Indigenous Knowledge and folklore[4]. Sedangkan pengertian ekspresi budaya tradisional dari terminologi WIPO memberikan definisi tentang Traditional Cultural Expresions sebagai berikut “...bentuk apapun, kasat mata maupun tak kasat mata, dimana pengetahuan dan budaya tradisional diekspresikan, tampil atau dimanifestasikan dan mencakup bentuk-bentuk ekspresi atau kombinasi berikut ini....” . Hal ini meliputi ekspersi lisan, seperti misalnya kisah, efik, legenda, puisi, teka-teki dan bentuk narasi lainnya; kata, lambang, nama dan simbol; ekspresi dalam bentuk gerak, seperti drama, upacara, ritual. Sebagai tambahan, definisi ini juga mencakup ekspresi yang kasat mata, seperti produksi seni, khususnya gambar, desain, lukisan termasuk lukisan tubuh dan juga dengan berbagai benda-benda kerajinan, instrumen musik, dan berbagai bentuk arsitektural. Agar suatu ekspresi memenuhi syarat traditional cultural ekspresion, ekspresi tersebut harus menunjukan adanya kegiatan intelektual individu maupun kolektif yang merupakan ciri dari identitas dan warisan suatu komunitas, dan telah dipelihara, digunakan atau dikembangkan oleh komunitas tersebut, atau oleh orang perorangan yang memiliki hak atau tanggung jawab untuk melakukannya sesuai dengan hukum dan praktik adat/kebiasaan dalam komunitas tersebut[5].

Hukum memberikan sarana perlindungan terhadap sebuah karya cipta yang merupakan produk dari pikiran manusia. Dengan adanya Undang-undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, maka terhadap karya cipta yang dihasilkan dapat diberikan perlindungan. Bentuk nyata ciptaan - ciptaan yang dilindungi dapat berupa ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Perlindungan dimaksud adalah untuk melindungi Pengetahuan Tradisional dan/atau Ekspresi Budaya Tradisional terhadap pemanfaatan yang dilakukan tanpa hak dan melanggar kepatutan.

Sedangkan pengaturan kekayaan intelektual pengetahuan tradisional dan kekayaan intelektual lain sejenis dinamakan ekspresi budaya tradisional merupakan masalah hukum baru yang berkembang baik di tingkat nasional maupun internasional. Pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional sebagai kekayaan intelektual baru dalam waktu satu dekade terakhir muncul menjadi masalah hukum disebabkan belum ada instrumen hukum nasional maupun internasional memberikan perlindungan hukum secara optimal terhadap pengetahuan tradisional yang saat ini banyak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Hal ini disebabkan kurangnya perlindungan yang diberikan oleh negara terhadap pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab[6].

Dalam tataran normatif, perlindungan terhadap hasil kebudayaan rakyat ini diatur dalam ketentuan Pasal 38 ayat (1) Undang – undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta menyebutkan “Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara.”. Selain itu aturan hukum non HKI yang melindungi pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisonal (PTEBT) terdapat juga di Undang-undang Cagar Budaya, Hukum Adat dan RUU Kebudayaan.

Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional yang dilindungi di dalam RUU Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional meliputi:

(1) Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional yang dilindungi mencakup unsur budaya yang:

a. disusun, dikembangkan, dipelihara, dan ditransmisikan dalam lingkup tradisi; dan

b. memiliki karakteristik khusus yang terintegrasi dengan identitas budaya masyarakat tertentu yang melestarikannya;

(2) Pengetahuan Tradisional yang dilindungi sebagaimana dimaksud di atas mencakup kecakapan teknik (know how), keterampilan, inovasi, konsep, pembelajaran dan praktik kebiasaan lainnya yang membentuk gaya hidup masyarakat tradisional termasuk di antaranya pengetahuan pertanian, pengetahuan teknis, pengetahuan ekologis, pengetahuan pengobatan termasuk obat terkait dan tata cara penyembuhan, serta pengetahuan yang terkait dengan sumber daya genetik.

(3) Ekspresi Budaya Tradisional yang dilindungi mencakup salah satu atau kombinasi bentuk ekspresi berikut ini:

a. verbal tekstual, baik lisan maupun tulisan, yang berbentuk prosa maupun puisi, dalam berbagai tema dan kandungan isi pesan, yang dapat berupa karya susastra ataupun narasi informatif;

b. musik, mencakup antara lain: vokal, instrumental atau kombinasinya;

c. gerak, mencakup antara lain: tarian, beladiri, dan permainan;

d. teater, mencakup antara lain: pertunjukan wayang dan sandiwara rakyat;

e. seni rupa, baik dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi yang terbuat dari berbagai macam bahan seperti kulit, kayu, bambu, logam, batu, keramik, kertas, tekstil, dan lain-lain atau kombinasinya; dan 

f. upacara adat, yang juga mencakup pembuatan alat dan bahan serta penyajiannya.[7]

Provinsi Bengkulu merupakan sebuah Provinsi di Indonesia. Ibu kotanya berada dikota Bengkulu. Provinsi ini terletak dibagian barat daya Pulau Sumatera, yang berbatasan dengan :

Utara : Sumatera Barat.

Selatan : Lampung

Barat : Samudera Hindia

Timur : Jambi dan sumatera Selatan

Provinsi Bengkulu memiliki populasi sebanyak 1.972.196 jiwa. Yang terdiri dari berbagai suku, yakni :

1) Rejang (60,36%)

2) Jawa (22,31%)

3) Serawai (17,87%)

4) Melayu Bengkulu (7,93%)

5) Lembak (4,95%)

6) Minangkabau (4,28%)

7) Sunda (3.01%)

8) Lain – Lain (18,29%)[8]

Salah satu suku yang ada di Provinsi Bengkulu adalah suku Lembak. Dalam penelitian ini, difokuskan pada masyarakat adat Lembak yang ada di Provinsi Bengkulu. Masyarakat Lembak adalah suku bangsa yang permukimannya tersebar di Provinsi Bengkulu, antara lain di kota Bengkulu, Bengkulu Utara, Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten Kepahing. Suku Lembak di Kabupaten Rejang Lebong bermukim di Kecamatan Padang Ulak Tanding, Sindang Kelingi, dan Kota Padang. Di Kabupten Kepahiang suku Lembak mendiamin desa Suro Lembak. Suku Lembak juga mendiami wilayah daerah kota Lubuk linggau dan Kabupaten Musi Rawas yang berada diwilayh Provinsi Sumatera Selatan.

Suku Lembak adalah pemeluk agama Islam sehingga budayanya banyak bernuansakan Islam, disamping itu masih ada pengaruh dari kebudayaan lainnya. Dari sisi adat istiadat antara Melayu Bengkulu dan Suku Lembak ada terdapat kesamaan dan juga perbedaan, ada hal-hal yang terdapat dalam Melayu Bengkulu tidak terdapat dalam masyarakat Lembak, dan sebaliknya. Secara garis besar, kebudayaan Melayu mendominasi kebudayaan suku Lembak. Pada masa lalu suku Lembak mempunyai sejarah kerajaan yaitu Kerajaan Sungai Hitam dengan rajanya Singaran Pati yang bergelar Aswanda. Suku Lembak sudah berada di Bengkulu sekitar tahun 1400-an atau sekitar 6 abad yang lalu[9].

Sampai saat ini, upaya dokumentasi PTEBT yang sudah terlihat dilakukan oleh pemerintah hanyalah pada PTEBT Indonesia yang sudah mendunia seperti wayang, keris, batik. Untuk PTEBT lainnya, upaya pemerintah hanya sampai pada proses inventarisasi saja. Belum ada kejelasan prosedur dan kerja-sama di antara kementerian di Indonesia untuk mengorganisasi proses dokumentasi dan data-base PTEBT. Saat ini, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dan Kementerian Hukum dan HAM, Dirjen HKI, melakukan proses inventarisasi PTEBT secara sendiri-sendiri.

Proses dokumentasi dan kompilasi data-base PTEBT, bahkan sebelum RUU PTEBT diundangkan, adalah vital untuk melestarikan PTEBT dan mencegahnya dari kepunahan. Apabila PTEBT Indonesia punah karena PTEBT tersebut tidak lagi dipraktekkan oleh komunitasnya, maka hilang juga perlindungan HKI atas PTEBT tersebut. RUU PTEBT bahkan tidak mengklarifkasi kementerian mana yang akan ditugaskan untuk melaksanakan proses dokumentasi dan data-base atas PTEBT Indonesia. Salah satu contoh kesenian yang jarang di tampilkan oleh Masyarakat adat Lembak adalah Barong Landong. Apabila hal ini tidak disikapi dan ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu, maka tidak menutup kemungkinan kesenian Barong Landong ini akan punah.

Dari uraian diatas, penelitian ini ditujukan untuk mendokumentasikan (data base) PTEBT masyarakat adat Lembak sehingga dari hasil penelitian ini dapat diketahui apa saja kekayaan intelektual atas pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional khususnya yang dimiliki oleh masyarakat adat Lembak di Provinsi Bengkulu, maka dari itu perlu dilakukan suatu penelitian terkait dengan “Kekayaan Intelektual Atas Pengetahuan Tradisional Dan Ekspresi Budaya Tradisional Yang Terdapat Pada Masyarakat Adat Lembak Di Provinsi Bengkulu”.

B. Rumusan Masalah

1. Apa sajakah kekayaan intelektual atas pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional yang terdapat pada masyarakat adat Lembak di Provinsi Bengkulu?

C. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui dan menginventarisir apa saja kekayaan intelektual atas pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional yang terdapat pada masyarakat adat Lembak di Provinsi Bengkulu.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan teoritis dan kegunaan praktis sebagai berikut :

1. Secara teoritis, Penelitian ini akan membantu mendata apasaja kekayaan intelektual atas pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional masyarakat adat Lembak sehingga kedepan akan memudahkan untuk mendata base kekayaan intelektual masyarakat adat Lembak.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada pemerintah khususnya pemerintah Provinsi Bengkulu dalam memberikan perhatian dan perlindungan khususnya mendatabase kan kekayaan intelektual atas pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional masyarakat adat Lembak secara sui generis.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kekayaan Intelektual

Hak kekayaan Intelektual secara internasional lebih dikenal dengan istilah Intelektual Property Right (IPR), yaitu merupakan hak yang berkenaan yang timbul atau lahir karena kemampuan Intelektual manusia yang berupa penemuan dibidang teknologi, ilmu pengetahuan dan seni.[10]

Menurut versi lain, Hak Kekayaan Intelektual adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio manusia yang menalar.[11]

Hasil kerja otak dirumuskan sebagai Intelektualitas. Kaum Intelektualitas merupakan orang yang optimal memerankan kerja otak, yang mampu menggunakan rasio, mampu berfikir secara rasional dan menggunakan logika.[12]

Objek yang diatur dalam Hak Kekayaan Intelektual adalah karya yang timbul atau lahir karena kemampuan Intelektual manusia yakni karya–karya dibidang ilmu pengetahuan, seni, sastra ataupun teknologi, dimana hal–hal tersebut dilahirkan melalui daya cipta, rasa dan karsa.[13]

Daya cipta itu dapat berwujud dalam bidang seni, industri dan ilmu pengetahuan atau paduan ketiga–tiganya. Yang dikembangkan dari kemampuan berfikir manusia, untuk melahirkan sebuah karya yang berasal dari kreatifitas berfikir manusia tersebut.[14]

Dalam perlindungan terhadap HKI, Indonesia telah memiliki perangkat per Undang–Undangan yang sebagian besar telah merujuk pada persetujuan TRIP’S[15]. Atas dasar keikutsertaan Indonesia dalam persetujuan pembentukan organisasi perdagangan dunia (Agreement Establisling the World Trade Organization), yang di dalamnya tercakup persetujuan TRIP’S, mengharuskan Indonesia untuk turut meratifikasi Konvensi Bern dan WIPO Copyright Treaty, dan karena itu pula Indonesia berkewajiban untuk menyesuaikan per Undang–Undangan nasional bidang hak cipta termasuk hak yang berkaitan dengan hak cipta terhadap persetujuan internasioanl tersebut.[16]

HKI atau Intelektual Property Right memiliki ruang lingkup yang terbagi dalam dua cabang yaitu :

1) Hak Cipta ( copy right )

2) Hak Milik Industri ( Industrial Property right )

Sedangkan hak kekayaan perindustrian itu terdiri atas beberapa bagian lagi, yaitu :

1) Paten

2) Model dan Rancang Bangunan

3) Desain Industri

4) Rahasia Dagang

5) Merek Dagang

6) Merek Jasa

7) Nama Dagang atau Nama Niaga

8) Sebutan Asal Barang

9) Indikasi Asal Barang

10) Perlindungan Persaingan Curang

11) Perlindungan Varietas Baru Tanaman

12) Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Rekayasa Genetika, Internet dan Domain Names, juga merupakan ruang lingkup HKI atau Intelectual Property. Hak cipta sendiri oleh WIPO dan oleh praktek negara–negara dijelaskan lagi menjadi :

1) Karya–karya tulis

2) Karya Musik

3) Rekaman Suara

4) Pertunjukan pemusik, aktor dan penyanyi.

2. Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional
Pengertian pengetahuan tradisional di dalam RUU PTEBT adalah karya intelektual di bidang pengetahuan dan teknologi yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu. Sedangkan pengertian Ekspresi Budaya Tradisional adalah karya intelektual dalam bidang seni, termasuk ekspresi sastra yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu.

Pengertian atas pengetahuan tradisional masih sangat beragam. Menurut Johnson, pengetahuan tradisional sebagai”

“traditional of knowledge built by a group of people through generation living in close contact with nature. It includes a system of classification, a set of empirical observations about the local environments, and a system of selfmanagement that governs resourse use”.[17]

Sedangkan Hiebert dan Van Rees berpendapat:

“Traditional knowledge had many definitions but the central theme consisted of cultural beliefs and traditions being passed on from their forefathers to the present generation for the purpose of survival while still living in harmony with the ecosystems. Traditional knowledge is something that is learned during a lifetime and realizes the interconnectedness of the trees, soil and water”.[18]

Istilah pengetahuan tradisional digunakan untuk menerjemahkan istilah traditional knowledge, yang dalam perspektif WTO digambarkan mengandung pengertian yang lebih luas mencakup indigenous knowledge dan folklore.

Dari beberpa definisi, bahwa pengetahuan tradisional memiliki karakteristik khusus yaitu:

1) Merupakan sebuah pengetahuan yang dipraktikkan secara turun-temurun;

2) Kepemilikan dari pengetahuan tradisional bersifat komunal;

3) Pengetahuan tradisional merupakan hasil interaksi antara penemunya dengan alam.[19]

3. Masyarakat Adat

Yang dimaksud dengan masyarakat hukum adat atau istilah lain yang sejenis seperti masyarakat adat atau masyarakat tradisional atau indigenous people adalah suatu komunitas antropologis yang bersifat homogen dan secara berkelanjutan mendiami suatu wilayah tertentu, mempunyai hubungan historis dan mistis dengan sejarah masa lampau mereka, merasa dirinya dipandang oleh pihak luar sebagai berasal dari satu nenek moyang yang sama, dan mempunyai identitas dan budaya yang khas yang ingin mereka pelihara dan lestarikan untuk kurun sejarah selanjutnya, serta tidak mempunyai posisi yang dominan dalam struktur dan sistem politik yang ada[20].

Dalam Konvensi ILO Nomor 169, PBB menggunakan istilah Indigenous People yang dirumuskan sebagai kelompok masyarakat pribumi di negara-negara merdeka dengan penetapan berdasar asal-usul keturunan di antara penduduk lain yang mendiami suatu wilayah geografis tempat suatu negara terletak saat terjadinya penaklukan atau penjajahan atau berdasarkan batas-batas negara yang baru tanpa menilik pada status hukum mereka dan masih tetap memiliki sebagian atau seluruh bentuk kelembagaan sosial, ekonomi, budaya dan politik mereka. Sedangkan rumusan Tribal Peoples adalah kelompok masyarakat yang berdiam di negara-negara merdeka dengan kondisi-kondisi sosial, kultural, dan ekonominya membedakan mereka dari masyarakat lainnya di negara tersebut dan statusnya diatur diseluruh maupun sebagian oleh adat dan tradisi masyarakat tersebut atau dengan hukum dan peraturan khusus[21].

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris atau sosiologi hukum, yaitu pendekatan dengan melihat sesuatu kenyataan hukum di dalam masyarakat. Kenyataan hukum dalam didalam masyarakat ini jika dikaitkan dengan penelitian ini akan dilihat bagaimana perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah daerah Provinsi Bengkulu untuk melindungi karya intelektual masyarakat adat Lembak. Sedangkan pendekatan sosiologis hukum adalah pendekatan yang digunakan untuk melihat aspek-aspek hukum dalam interaksi sosial di dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai penunjang untuk mengidentifikasi dan mengklarifikasi temuan bahan non hukum bagi keperluan penelitian.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian. Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan dengan objek penelitian. Objek penelitian ini adalah pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional masyarakat adat Lembak di Provinsi Bengkulu dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan seperti Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta dan juga teori-teori hukum khususnya tentang hukum adat.

3. Jenis Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari sumbernnya melalui wawancara dan observasi, sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian.

4. Metode Pengumpulan Data

a) Metode penelitian kepustakaan

Data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi dan hasil penelitian.

b) Metode penelitian lapangan

Data lapangan yang diperlukan sebagai data penunjang diperoleh melalui informasi dan pendapat-pendapat dari responden yang ditentukan secara purposive sampling (ditentukan oleh peneliti berdasarkan kemauannya).

5. Metode Analisis Data

Berdasarkan sifat penelitian ini menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif analitis, analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kekayaan Intelektual Atas Pengetahuan Tradisional Dan Ekspresi Budaya Tradisional Yang Terdapat Pada Masyarakat Adat Lembak Di Provinsi Bengkulu.

1. Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian yang diperoleh baik dari data internet maupun dari data dilapangan, terdapat kekayaan intelektual atas pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional pada masyarakat adat Lembak di Provinsi Bengkulu. Adapun kekayaan intelektual atas pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional yang terdapat pada masyarakat adat Lembak di Provinsi Bengkulu yang dirangkum dan dijelaskan sebagai berikut:

a. Saraval Anam

Saraval Anam (Bedikir = berzikir) adalah salah satu bentuk kesenian pada Masyarakat Lembak yang sering disajikan pada acara pernikahan, acara aqiqah dan memperingati maulid Nabi Muhammad SAW[22].

b. Tapan Ilim 

Tapan Ilim (dalam Bahasa Lembak), cerano (dalam Bahasa Bengkulu), (Tempat Sirih dalam Bahasa Indonesia). Tapan Ilim pada masyarakat adat Lembak digunakan sebagai lambang adat, biasanya digunakan untuk menyambut tamu penting dan acara adat lain-nya, digunakan pada acara bertunangan dan perkawinan. Dalam masyarakat Lembak tapan ilim merupakan prasyarat terselenggaranya acara-acara tersebut.[23]

c. Upacara Adat Tamat Kaji

Tamat kaji adalah sebuah upacara adat yang dilakukan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur karena si anak sudah mampu membaca Al-Quran. Kepandaian membaca al-quran dalam masyarakat Lembak merupakan sebuah keharusan dan kebanggaan dalam keluarga. Ditengah-tengah masyarakat Lembak kemampuan seorang anak membaca al-quran dengan baik memiliki nilai penghargaan yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan hampir semua aktivitas dalam masyarakat Lembak sangat kental dengan kebiasaan membaca Al Qur’an. Seseorang baru dianggap tokoh masyarakat jika dia terbiasa di undangan untuk bersama-sama membaca Al Qur’an terutama pada saat prosesi berduka atas meninggalnya salah satu anggota keluarga. Membaca Al-Quran bersama-sama ini biasanya diselenggarakan pada hari yang ke tujuh setelah meninggalnya anggota keluarga tersebut.

Jika seorang ayah atau ibu tidak mampu untuk mengajar anaknya mengaji, maka sejak usia dini, orang tua akan menyerahkan anaknya kepada seorang guru mengaji. Pada saat menyerahkan anaknya kepada guru mengaji, seorang ayah menyerahkan anaknya kepada guru ngaji secara lisan (...aku serah ka anak ku ikak untuk diajo ngaji, baik buruk anakku ikak, tegatung dengan bapak itulah....= saya serahkan anak saya ini untuk diajar mengaji, baik dan buruk anak saya ini, tergantung dengan bapak..). 

Pada saat menyerahkan anak tersebut orang tua biasanya juga menyerahkan sebuah lehar (tempat meletakan Quran sewaktu kita mengaji atau membaca Al Qur’an), sebuah juz amma, sepotong rotan, dan sebotol minyak tanah. Sepotong rotan sebagai pertanda jika anak tersebut nakal orang tua yang bersangkutan menyerahkan anaknya dan rela anak untuk dipecut (biasanya yang dipecut adalah telapak tangan) ini dilakukan agar anak sungguh-sungguh dalam mengikuti pelajaran mengaji dan hal digunakan untuk mengajarkan disiplin tegas kepada si anak agar anak tidak nakal, hati-hati dan tekun dalam belajar. Sebotol minyak tanah sebagai keikutsertaan dan kewajiban orang tua untuk membantu sarana pendidikan terutama untuk penerangan, dimana dahulu tidak ada listrik dan lampu, yang digunakan sebagai penerangan hanyalah lampu minyak tanah (sekarang sudah diganti dengan uang).

Seorang guru mengaji biasanya menyediakan waktu sehabis melakukan pekerjaan mencari nafkah. Dahulu tidak ada guru yang di undang untuk mengajarkan seorang anak mengaji ke rumah-rumah, tetapi si anaklah yang harus mendatangi rumah gurunya, hal ini di maknai bahwa ilmu itu harus dicari dan sebagai penghormatan murid kepada gurunya maka semua aturan harus ditaati oleh muridnya (hal ini tercermin dari apa yang pernah diperintah oleh Allah SWT kepada Nabi Musa as, untuk pergi berguru kepada Nabi Khaidir as). 

Dalam masyarakat Lembak waktu mengaji biasanya sehabis sholat magrib (kucil magrib, dalam Bahasa Lembak). Bagi murid yang baru mengikuti pelajaran biasanya dituntun oleh murid yang sudah pandai, setelah mendekati akhir pengajian biasanya langsung ditangani oleh gurunya. Hirarki ini menandakan ada kewajiban bagi muridnya yang sudah pandai untuk menerapkan ilmunya secara langsung sehingga jika terjadi sesuatu hal dan guru berhalangan maka proses belajar mengaji tetap dapat dilaksanakan.

Di sekitar tahun 1970-an hingga 1980-an banyak anak dari masyarkat Lembak sebagai lumbung qori dan qoriah yang mengharum nama Kota dan bahkan Provinsi Bengkulu, misalnya serti mendiang H. M. Taib yang pernah menjadi qoriah tingkat nasional mewakili Provinsi Bengkulu.

Setelah anak sudah mampu membaca juz amma, biasanya guru menyampaikan kepada orang tua bahwa si anak sudah siap untuk beralih membaca Al-quran, pada saat ini sebagai bentuk kegembiraan dan rasa syukur orang tua, maka orang tua si anak, melakukan sebuah bentuk syukuran secara adat yang dikenal dengan upacara adat Tamat Kaji.

Upacara tamat kaji ini dapat dilaksankan secara khusus dikenal dengan Istilah “Muce” (Upacara adat tamat kaji yang dilakukan untuk mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT secara khusus), atau dapat juga bersamaan dengan pesta pernikahan salah-satu keluarga si-anak.

Pada acara tamat kaji ini biasanya si anak (laki-laki) dianggap sebagai raja yang akan meneruskan cita-cita orang tuanya, makanya pada acara ini si anak akan dihias seperti haji. Proses berias biasanya dilakukan di rumah salah satu kerabat dekatnya atau orang yang menyayangi si anak. Acara ini dikenal dengan istilah “Nurun Pengaten Temat Kaji”. Di rumah kerabat tadi biasanya disediakan makanan tradisionil, khasnya adalah ketan berkuah dan panganan yang lainnya.

Karena hari ini adalah hari kegembiraan bagi si anak maka si anak dibawa dengan kendaraan yang sudah dihias, saat dahulu kendaraanya adalah dua buah sepeda yang kemudian di satukan dengan beberapa kayu, yang diatasnya diletakkan kursi yang juga dihias, saat ini biasanya menggunakan Seekor kuda yang dihias atau dengan naik delman. Si anak dibawah dengan kendaraan tersebut menuju rumahnya. Pada saat sampai dirumah, si anak diturunkan untuk kemudian di arak (dikenal dengan Ngarak Pengaten) dengan gendang rebana, lagu yang dibawakan adalah lagu salurabbuna. 

Bersamaan dengan tamat kaji ini banyak perangkat yang harus disiapkan, diantaranya yang paling utama adalah sejambar nasi kunyit dengan seekor ayam yang sudah dimasak dan dihiasi dengan bunga kertas warna-warni yang bertuliskan keterangan tentang si anak. Sejambar nasi kunyit itu nanti akan ikut dibawah sampai kepengujung (tempat uji coba membaca Al-Quran di depan Majelis), setelah proses acara ini biasanya nasi kunyit tadi akan diantar kepada guru mengajinya sebagai tanda penghormatan yang tinggi dan terima kasih kepada gurunya.

Pada saat yang bersamaan dengan acara tadi juga dibuat bunga kertas warna warni yang nanti akan dibagikan kepada khalayak yang datang, bunga ini sebagai pengumuman bahwa telah dilangsungkannya acara ini dan sekaligus pemberitahuan bahwa si anak sudah pandai membaca Al-quran. Acara ini adalah unggapan rasa syukur dan memiliki nilai prestise bagi orang tua, anak dan gurunya.[24]

Setelah dilakukannya prosesi membaca Al-Qur’an, si anak yang melakukan tamat kaji tadi diiringi oleh inangnya (pengiring penganten) akan bersalaman kepada semua undangan, ini dilakukan sebagai ungkapan mohon do’a restu kepada undangan agar si anak dapat meneruskan kebiasaan membaca Al-Quran dan si anak dapat mengamalkan ilmu yang diperolehnya.[25]

d. Bahasa 

Bahasa Col adalah bahasa yang digunakan oleh suku Lembak. Bahasa ini termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia. Bahasa ini juga dikenal dengan nama bahasa Cul atau bahasa Sindang[26]. Suku Lembak tidak jauh berbeda dengan masyarakat Melayu pada umumnya, namun dalam beberapa hal terdapat perbedaan. Jika ditinjau dari segi bahasanya, suku Lembak dengan Melayu Bengkulu (pesisir) terdapat perbedaan dari segi pengucapan kata-katanya, Melayu Bengkulu kata-katanya banyak diakhiri dengan huruf “o”, sedangkan suku Lembak banyak menggunakan huruf “e”, selain itu ada kosakata yang berbeda.

e. Ceger 

Merupakan talam yang terbuat dari tembaga sebagai alat musik pukul bagian dari alat musik pada berbagai acara ritual adat suku Lembak

f. Barong Landong

Barong Landong adalah kesenian tradisional berwujud sepasang boneka manusia besar mengenakan pakaian pengantin tradisional Bengkulu beserta asesorisnya, terbuat dari kerangkaa anyaman bambu (bubu besar) dan kepala dari jenis kayu pulai, basung dan lain-lain. Tinggi Barong Landong berkisar antara 2 sampai 2,5 meter dengan rongga yang bisa memuat orang dewasa yang akan menggerakan boneka sesuai irama musik pengiringnya.

Barong Landong yang juga disebut “orang besar” telah berkembang sejak zaman Belanda, pada waktu Jepang semua bentuk kesenian dilarang, setelah zaman kemerdekaan Barong Landong kembali boleh dimainkan. Namun pada masa sekarang ini, Barong Landong jarang dimainkan lagi.

g. Baju Betabur

Baju Betabur adalah baju kurung atau kebaya panjang dasar kain beludru warna merah atau hijau tua dihiasi tempelan/taburan tabur penabur, tabur rendo, tabur karang patu, dan tabur salaguri yang berwarna kuning emas. Baju kebaya panjang bertabur padanannya adalah sanggul sikek, sedangkan baju kurung bertabur padanannya adalah sanggul lipek pandan dan singal (perhiasan kepala). Pakaian ini dikenakan pada waktu acara inai curi, akad nikah, bercampur (duduk bersanding dipelaminan) dan belarak (pengantin mengunjungi sanak keluarga).

Kelengkapan lain adalah selendang kunci, penadah peluh, sari bulan, tutup kepala (selenger), sarung songket benang emas, sandal manik, pending emas, dan asesoris lainnya. 

h. Rumah Adat
Rumah adat suku Lembak dinamakan Rumah Tua Bubungan Lima. Rumah adat ini termasuk tipe rumah panggung berdinding papan. Umumnya rumah adat ini dibuat dengan 15 (lima belas) tiang dengan tinggi 1,8 meter. Atapnya berbentuk limas, tinggi bubungan (atap) mencapai 3,5 meter. Jumlah anak tangga dari rumah adat ini selalu ganjil. Rumah Tua Bubungan Lima terdiri dari beberapa ruangan, seperti berendo, bilik gedang, bilik gadis, bilik bujang, ruang tengah, ruang makan, garang, dapur serta berendo belakang. Dibawah rumah, tepatnya ditengah-tengah diletakan sarat kepiat, yaitu syarat bagi penghuni sebelum menunggu rumah yang dimaksudkan agar rumah selalu tenang dan aman.

Rumah Tua Bubungan Lima diperkirakan sudah ada sejak tahun 1916-an, untuk sekarang Rumah Tua Bubungan Lima ini terdapat di daerah tanjung agung kota Bengkulu walaupun sekarang jumlahnya sudah banyak berkurang digantikan dengan rumah permanen. Salah satu Rumah Tua Bubungan Lima yang berusia 120 tahun terdapat di daerah dusun Tanjung Terdana Kecamatan Pondok Kubang Bengkulu Tengah. Dulu rumah depati (kepala desa).[27]

2. Pembahasan 

Sejalan dengan niat serta usaha untuk melestarikan dan mengembangkan pengetahuan tradisional (traditional knowledge) dan budayanya maka telah disepakati suatu piagam yang disebut Piagam Pelestarian Pustaka Indonesia 2003 yang di deklarasikan pada bulan Desember 2003 di Ciloto, Jawa Barat. Adapun pengertian pelestarian yang dianut dalam piagam tersebut adalah upaya pengelolaan pustaka melalui kegiatan penelitian, perencanaan, perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan dan pengawasan. Penggunaan istilah “perlindungan” memiliki makna yang luas, yang berarti juga upaya pelestarian serta perlindungan HKI yang ada dalam PTEBT Indonesia. Pelestarian bisa juga mencakup pengembangan secara selektif untuk menjaga kesinambungan, keserasian, dan daya dukungnya dalam menjawab dinamika zaman[28].

Seiring dengan peningkatan teknologi dan transformasi budaya ke arah kehidupan yang modern serta pengaruh globalisasi dunia, warisan budaya dan nilai-nilai tradisional masyarakat adat tersebut menghadapi tantangan dan rintangan terhadap eksistensinya. Hal ini perlu kita cermati karena warisan budaya dan nilai-nilai tradisional tersebut seharusnya dilestarikan, diadaptasi atau bahkan dikembangkan lebih jauh[29].

Dari hasil penelitian terhadap masyarakat adat Lembak, PTEBT masyarakat adat Lembak terdiri dari kesenian saraval anam yang disajikan disaat ada pesta perkawinan, aqiqah dan maulid Nabi Muhammad SAW. Tapan Ilim yang digunakan sebagai lambang adat, biasanya digunakan untuk menyambut tamu penting. Upacara adat Tamat kaji yang digelar dalam rangka ungkapan rasa syukur karena si anak sudah mampu membaca Al-Quran. Alat kesenian berikutnya adalah ceger, ceger merupakan alat musik pukul bagian dari alat musik pada berbagai acara ritual adat suku Lembak. Kesenian berikutnya adalah Barong Landong, Barong Landong adalah kesenian tradisional berwujud sepasang boneka manusia besar mengenakan pakaian pengantin tradisional Bengkulu beserta asesorisnya. Dari pakaian adat, dikenal dengan nama Baju Betabur, Baju Betabur adalah baju kurung atau kebaya panjang dasar kain beludru warna merah atau hijau tua dihiasi tempelan/taburan tabur penabur, tabur rendo, tabur karang patu, dan tabur salaguri yang berwarna kuning emas, digunakan pada pada waktu acara inai curi, akad nikah, bercampur (duduk bersanding dipelaminan) dan belarak (pengantin mengunjungi sanak keluarga). Sedangkan dari bahasa yang digunakan oleh masyarakat Lembak adalah bahasa Col. Dari bidang arsitektur, masyarakat adat Lembak mempunyai rumah adat tradisional yang dinamakan Rumah Tua Bubungan Lima.

Penelitian ini merupakan upaya pengelolaan PTEBT melalui kegiatan penelitian dengan cara pendokumentasian PTEBT masyarakat adat Lembak. Pendokumentasian PTEBT masyarakat adat Lembak sangat penting dilakukan dikarenakan beberapa PTEBT masyarakat adat Lembak yang diteliti sudah jarang dimanfaatkan dan dilestarikan, dikarenakan generasi penerus yang belum mengetahui pentingnya pemanfaatan dan pelestarian PTEBT itu sendiri dan juga peran dari pemerintah khususnya pemerintah provinsi Bengkulu di dalam menanggapi masalah ini masih sangat minim. Dari segi pendataan dan pendokumentasian pemerintah provinsi Bengkulu masih banyak kendala yang dihadapi khususnya masalah pendanaan. Padahal tujuan dari pendataan dan pendokumentasian adalah untuk memberikan informasi tentang PTEBT yang ada pada masyaraka adat Lembak, sehingga data tersebut dapat digunakan sebagai referensi tentang apa saja yang perlu mendapat perlindungan sesuai dengan kekayaan yang ada pada masyarakat adat Lembak tersebut.

Setelah pendokumentasian didapatkan, barulah tahap perencanaan, perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan dan pengawasan. Dari sini, perlu upaya meningkatkan kesadaran semua pihak (pemerintah, profesional, sektor swasta, dan masyarakat termasuk generasi muda) tentang pentingnya pelestarian melalui proses pendidikan (formal dan non-formal), pelatihan, kampanye publik, dan tindakan-tindakan persuasif lainnya. Serta meningkatkan kapasitas kelembagaan, mengembangkan sistem pengelolaan, serta membagi peran dan tanggung jawab secara adil yang melibatkan masyarakat agar upaya pelestarian dapat dilakukan dengan efektif dan sinergis. Selanjutnya menguatkan pengawasan, pengendalian, dan penegakan hukum melalui pengembangan peraturan perundangan, sistem peradilan, mekanisme yang jelas, adil, dan konsisten dengan melibatkan masyarakat.

Konsep pengetahuan tradisional dan ekspresi kebudayaan tradisional sangat erat kaitannya dengan daerah sebagai pemilik pengetahuan tradisional, sehingga pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota memegang tugas dan fungsi penting dalam pelestariannya.

Peran aktif pemerintah sangat penting khususnya dalam kegiatan identifikasi, inventarisasi, dokumentasi dan registrasi. Peran yang lain yang dimiliki oleh pemerintah adalah penetapan komunitas masyarakat adat tertentu (by address) sebagai pemilik hak kekayaan intelektual atas pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional tersebut.

Sampai saat ini, upaya dokumentasi PTEBT yang sudah terlihat dilakukan oleh pemerintah pusat hanyalah pada PTEBT Indonesia yang sudah mendunia seperti wayang, keris, dan batik. Sedangkan PTEBT yang belum mendunia hanya sampai pada proses pendokumentasian tidak dilanjutkan kepada pemerintah pusat dikarenakan terbentur masalah pendanaan, hal ini juga terjadi pada PTEBT masyarakat adat Lembak.

Sama pentingnya dengan perlindungan PTEBT, pemeliharaan dan pemanfaatan merupakan hal yang tidak kalah penting, apa yang akan dilindungi jika PTEBT masyarakat tradisional sudah punah atau tidak dipelihara lagi oleh masyarakat adat yang bersangkutan.

Berdasarkan hal tersebut diatas, perlu tindak lanjut dari pemerintah khususnya pemerintah provinsi Bengkulu untuk menindaklanjuti dalam pendataan, pendokumentasian dan regulasi, sehingga diharapkan kedepan dapat memberikan perlindungan, pemanfaatan dan pelestarian terhadap PTEBT masyarakat adat Lembak yang ada di provinsi Bengkulu. 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2002 tentang Sisnasiptek dinyatakan bahwa pemerintah daerah berfungsi menumbuhkembangkan motivasi, pertumbuhan serta sinergi unsur kelembagaan, sumber daya, dan jaringan ilmu pengetahuan dan teknologi di wilayah pemerintahan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Pasal 20 ayat (1)). Dalam rangka melaksanakan fungsi tersebut, pemerintah daerah wajib merumuskan kerangka kebijakan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi di daerahnya, sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 20 ayat (2), (3), dan (4). Selanjutnya dalam Pasal 23 ayat 2 dalam Undang-Undang ini menyatakan bahwa: “Pemerintah menjamin perlindungan bagi pengetahuan dan kearifan lokal, nilai budaya asli masyarakat, serta kekayaan hayati dan non hayati di Indonesia” Dalam pasal ini, pemerintah menjamin perlindungan nilai budaya asli masyarakat namun tidak disertai pengaturan dan definisi yang jelas budaya asli masyarakat.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dari hasil penelitian, PTEBT masyarakat adat Lembak terdiri dari kesenian saraval anam yang disajikan disaat ada pesta perkawinan, aqiqah dan maulid Nabi Muhammad SAW. Tapan Ilim yang digunakan sebagai lambang adat, biasanya digunakan untuk menyambut tamu penting. Upacara adat Tamat kaji yang digelar dalam rangka ungkapan rasa syukur karena si anak sudah mampu membaca Al-Quran. Alat kesenian berikutnya adalah ceger, ceger merupakan alat musik pukul bagian dari alat musik pada berbagai acara ritual adat suku Lembak. Kesenian berikutnya adalah Barong Landong, Barong Landong adalah kesenian tradisional berwujud sepasang boneka manusia besar mengenakan pakaian pengantin tradisional Bengkulu beserta asesorisnya. Dari pakaian adat, dikenal dengan nama Baju Betabur, Baju Betabur adalah baju kurung atau kebaya panjang dasar kain beludru warna merah atau hijau tua dihiasi tempelan/taburan tabur penabur, tabur rendo, tabur karang patu, dan tabur salaguri yang berwarna kuning emas, digunakan pada pada waktu acara inai curi, akad nikah, bercampur (duduk bersanding dipelaminan) dan belarak (pengantin mengunjungi sanak keluarga). Sedangkan dari bahasa yang digunakan oleh masyarakat Lembak adalah bahasa Col. Dari bidang arsitektur, masyarakat adat Lembak mempunyai rumah adat tradisional yang dinamakan Rumah Tua Bubungan Lima.

B. Saran

1. Bagi pemerintah pusat dan daerah sangat perlu berperan aktif dalam kegiatan identifikasi, inventarisasi, dokumentasi dan registrasi. Peran yang lain yang dimiliki oleh pemerintah adalah penetapan komunitas masyarakat adat tertentu (by address) sebagai pemilik hak kekayaan intelektual atas pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional.

2. Sedangkan bagi pemerintah provinsi Bengkulu untuk segera menindaklanjuti dalam proses pendataan, pendokumentasian dan regulasi, sehingga diharapkan kedepan dapat memberikan perlindungan, pemanfaatan dan pelestarian terhadap PTEBT masyarakat adat Lembak yang ada di provinsi Bengkulu. 


DAFTAR PUSTAKA

Buku

Afrillyanna Purba, Pemberdayaan Perlindungan Hukum Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional Sebagai Sarana Pertumbuhan Ekonomi Indonesia,Alumni,Bandung, 2012

Agus Sardjono, Membumikan HKI di Indonesia, Nuansa Aulia, Bandung, 2009

Badan Penelitian dan Pengembangan HAM Kemenkumham, Perlindungan Kekayaan Intelektual atas Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional Masyarakat Adat, Alumni, Bandung

Duane Hiebert dan Ken van Rees, Traditional Knowledge on Forestry Issues Within Deep Prince Albert Grand Counsil, Saskatchewen, 1998

Graham Dutfield, Intellectual Property Biogenetic Resources and Traditional Knowledge, Earthscan, London, 2004

HLSN. Kartadjoe Mena, GATT ,WTO dan Hasil Uruguay Round, UI Press, Jakarta,1997

Ok. Saidin, Aspek – Aspek Hak Kekayaan Intelektual, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003

_________, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelectual Property Rights), RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013

Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual (Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia), Alumni,Bandung, 2003

HLSN. Kartadjoe Mena, GATT ,WTO dan Hasil Uruguay Round, UI Press, Jakarta,1997

Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Kepmen Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia No.M.03.PR.07.10 tahun 2000 dan Persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dalam Surat No.24/M/PAN/1/2000

RUU Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (PTEBT)

Undang-Undang Nomor 18 tahun 2002 tentang Sisnasiptek

Jurnal, Makalah dan Seminar

Ashibly, Perlindungan Terhadap Permainan Tradisional (Folklor) Sebagai Karya Intelektual Warisan Bangsa di Era Globalisasi, Majalah Keadilan Fakultas Hukum Unihaz, Volume 13 Nomor 2 Desember 2013

Modul Workshop Haki, Menjamin Hak Kekayaan Intelektual Melalui

Penelitian Sentra Haki dalam Mewujudkan Masyarakat Kreatif dan Inovatif, UMY,2000

Nugroho Amin S, Eksistensi Hak Kekayaan Intelektual Dalam Lingkup Hukum Bisnis, Bahan Penataran Dosen Hukum Perdata dan Ekonomi Fakultas Hukum UGM, Jogjakarta, 2000



Internet



http://www.yayasanlembak.com/2008/05/upacara-adat-tamat-kaji-pada-suku.html

http://www.yayasanlembak.com/2008/05/upacara-adat-tamat-kaji-pada-suku.htm

https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Col

Harianrakyatbengkulu.com/ver3/2015/02/05/rumah-tua-bubungan-lima-yang-nyaris-punah-sudah-ada-sejak-tahun-1916-bubungan-ditulis-doa-doa/ 
http://pariwisata.rejanglebongkab.go.id/sejarah-dan-asal-usul-suku-lembak/
Indonesia’s Population:Etnicity&Religion in a Changing Political Landscape.Institute of Southeast Asian Studies, 2003

FOOTNOTE: 

[1]Ok.Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelectual Property Rights), RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, Hlm 9 

[2] Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual (Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia), Alumni,Bandung, 2003,Hlm 2 

[3]Agus Sardjono, Membumikan HKI di Indonesia, Nuansa Aulia, Bandung, 2009, Hlm 160 

[4] Afrillyanna Purba, Pemberdayaan Perlindungan Hukum Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional Sebagai Sarana Pertumbuhan Ekonomi Indonesia,Alumni,Bandung, 2012, Hlm 90-91 

[5] Ibid, Hlm 95 


[6] Ibid, Hlm 4-5 


[7] Lihat RUU yang dikeluarkan oleh Kemenkumham di www.djpp.kemenkumham.go.id 


[8] Indonesia’s Population:Etnicity&Religion in a Changing Political Landscape.Institute of Southeast Asian Studies.2003 


[9] http://pariwisata.rejanglebongkab.go.id/sejarah-dan-asal-usul-suku-lembak/ 

[10] Nugroho Amin S, Eksistensi Hak Kekayaan Intelektual Dalam Lingkup Hukum Bisnis, Bahan Penataran Dosen Hukum Perdata dan Ekonomi Fakultas Hukum UGM, Jogjakarta, 2000, Hlm 1 

[11] Ok.Saidin, Aspek – Aspek Hak Kekayaan Intelektual, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, Hlm 9 

[12] Ibid. Hlm 10 

[13] Modul Workshop Haki, Menjamin Hak Kekayaan Intelektual Melalui Penelitian Sentra Haki dalam Mewujudkan Masyarakat Kreatif dan Inovatif, UMY,2000, Hlm. 1. 

[14] Ok.Saidin ,Op Cit, Hlm 13 

[15]Ibid, Hlm 27 

[16]HLSN. Kartadjoe Mena, GATT ,WTO dan Hasil Uruguay Round, UI Press, Jakarta,1997, Hlm 253 – 276 

[17]Graham Dutfield, Intellectual Property Biogenetic Resources and Traditional Knowledge, Earthscan, London, 2004, Hlm 91 


[18] Duane Hiebert dan Ken van Rees, Traditional Knowledge on Forestry Issues Within Deep Prince Albert Grand Counsil, Saskatchewen, 1998, Hlm 3 

[19] Badan Penelitian dan Pengembangan HAM Kemenkumham, Perlindungan Kekayaan Intelektual atas Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional Masyarakat Adat, Alumni, Bandung, 2013, Hlm 23 

[20] Ibid, Hlm 18-19 

[21] Ibid, Hlm 19 

[22] http://www.yayasanlembak.com/2005/06/kesenian-saraval-anam.html 

[23] http://www.yayasanlembak.com/2005/06/tapan-ilim.html 

[24] http://www.yayasanlembak.com/2008/05/upacara-adat-tamat-kaji-pada-suku.html 

[25] http://www.yayasanlembak.com/2008/05/upacara-adat-tamat-kaji-pada-suku.html 

[26] https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Col 

[27] Harianrakyatbengkulu.com/ver3/2015/02/05/rumah-tua-bubungan-lima-yang-nyaris-punah-sudah-ada-sejak-tahun-1916-bubungan-ditulis-doa-doa/ 

[28] Ashibly, Perlindungan Terhadap Permainan Tradisional (Folklor) Sebagai Karya Intelektual Warisan Bangsa di Era Globalisasi, Majalah Keadilan Fakultas Hukum Unihaz, Volume 13 Nomor 2 Desember 2013, Hlm 9 


[29] Ibid, Hlm 10

Selasa, 24 Februari 2015

HUBUNGAN HUKUM ANTARA PENCIPTA LAGU INDIE DENGAN STASIUN RADIO ATAS PERFORMING RIGHT MUSIK DAN LAGU INDIE DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III (TIGA) KUHPERDATA



Ashibly

Fakultas Hukum Universitas Prof. Dr. Hazairin.SH
Jl. Jend. Ahmad Yani No.1 Bengkulu
Email :ashibly23@gmail.com

             Abstract
One of the intellectual work that goes specifically IPR regimes and copyright regime is the creation of a song or music. One of Economic Rights of Copyright is Right Performance (Performance Right). In the legal relationship between the parties songwriter indie radio station. Creator ought to music or indie songs have economic rights over the creation of music or song just like the Creator in general. issues to be discussed in this paper are (1) How is the legal relationship between songwriter indie radio station on the Performing Right Indie Music and Songs associated with the Book III (Three) of the Civil Code ?. The approach used in discussing issues of law relationship with songwriter indie radio stations right on performing music and indie song is normative juridical approach. in the legal relationship between the Creator again indie radio station using the agreement in oral form. If associated with Book III of the Civil Code Article 1338, all agreements made legally valid as the law for those who make it. That is the principle of freedom of contract as the legal basis of the agreement.
Keywords: copyright, performance right, independent, legal relations

Abstrak
Salah satu karya intelektual yang masuk rezim HKI dan secara khusus rezim hak cipta adalah ciptaan lagu atau musik. Salah satu Hak Ekonomi dari Hak Cipta adalah Hak Pertunjukan (Performance Right). Di dalam hubungan hukum antara pihak Pencipta lagu indie dengan stasiun radio. Seharusnya Pencipta musik atau lagu indie memiliki hak ekonomi atas musik atau lagu yang diciptakannya layaknya seperti Pencipta  pada umumnya. permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah (1) Bagaimana hubungan hukum antara Pencipta lagu indie dengan stasiun radio atas Performing Right  Musik  dan Lagu Indie dihubungkan dengan buku III (Tiga) KUHPerdata?. Pendekatan yang digunakan dalam membahas masalah hubungan hukum pencipta lagu indie dengan stasiun radio  atas performing right  musik  dan lagu indie adalah metode pendekatan yuridis normatifDi dalam hubungan hukum antara Pencipta lagi indie dengan stasiun radio menggunakan perjanjian dalam bentuk lisan. Jika dikaitkan dengan Buku III KUHPerdata Pasal 1338, maka semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya asas kebebasan berkontrak menjadi dasar hukum dari perjanjian tersebut.
Kata Kunci : hak cipta, performance right, indie, hubungan hukum


Pendahuluan
Salah satu cabang-cabang utama HKI adalah Hak Cipta, yang dimaksud dengan Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang antara lain dapat terdiri dari buku, program komputer, ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu, serta hak terkait dengan pelaku (performer), misalnya seorang penyanyi atau penari di atas panggung, merupakan hak terkait yang dilindungi hak cipta1.
Pengertian Hak Cipta asal mulanya menggambarkan hak untuk menggandakan atau memperbanyak suatu karya cipta. Istilah copyright (hak cipta) tidak jelas siapa yang pertama kali memakainya, tidak ada 1 (satu) pun perundang-undangan yang secara jelas menggunakannya pertama kali. Menurut Stanley Rubenstain, sekitar tahun 1740 tercatat pertama kali orang menggunakan istilah “copyright”. Di Inggris pemakaian istilah hak cipta (copyright) pertama kali berkembang untuk menggambarkan konsep guna melindungi penerbit dari tindakan penggandaan buku oleh pihak lain yang tidak mempunyai hak untuk menerbitkannya2.
Secara tradisional, Hak Cipta telah diterapkan ke dalam buku-buku, tetapi sekarang Hak Cipta telah meluas dan mencakup perlindungan atas karya sastra, drama, karya musik dan artistik, termasuk rekaman suara, penyiaran suara film dan televisi dan program komputer3.
Salah satu karya intelektual yang masuk rezim HKI dan secara khusus rezim hak cipta adalah ciptaan lagu atau musik. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, produk-produk yang berkaitan dengan ciptaan lagu atau musik pun telah memberikan andil bagi peningkatan perekenomian masyarakat. Kenyataan ini tidak terlepas dari keberadaan ciptaan lagu atau musik yang disukai oleh hampir semua orang di muka bumi ini4.
Undang–undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 menyebutkan bahwa ciptaan–ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Kemudian undang–undang ini merinci lagi secara detail ciptaan yang dilindungi yang mencakup:
a.    Buku, program komputer, pamflet, susunan perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain ;
b.    Ceramah, kuliah,pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu ;
c.    Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan ;
d.    Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e.    Drama, atau drama musikal, tari kereografi, pewayangan dan pantomim ;
f.     Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan ;
g.    Arsitektur
h.    Peta
i.      Seni batik
j.      Fotografi
k.    Sinematografi
l.      Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai database, dan karya lain dari hasil perwujudan5.

Di dalam UUHC Pasal 12 ayat 1 (d) salah satu hasil karya yang dilindungi adalah Lagu atau musik. Lagu atau musik dalam UUHC (penjelasan Pasal 12 huruf d) terdapat rumusan pengertian lagu atau musik sebagai berikut:
“Lagu atau musik dalam undang-undang ini diartikan sebagai karya yang bersifat utuh sekalipun terdiri atas unsur lagu atau melodi, syair atau lirik, dan aransemennya termasuk notasi. Yang dimaksud dengan utuh adalah bahwa lagu atau musik tersebut merupakan  satu kesatuan karya cipta”6.
Karya cipta lagu merupakan hasil kerja otak (Intelektualitas) manusia. Ketika irama lagu tadi tercipta berdasarkan hasil kerja otak, ia dirumuskan sebagai Hak Atas Kekayaan Intelektual. Hanya orang yang mampu mempekerjakan otaknya sajalah yang dapat menghasilkan hak kebendaan yang disebut sebagai Intelektual Property Right. Itu pulalah sebabnya hasil kerja otak yang membuahkan Hak Atas Kekayaan Intelektual itu bersifat eksklusif. Hanya orang tertentu saja yang dapat melahirkan hak semacam itu.Berkembangnya peradaban manusia, dimulai dari kerja otak itu.7
Pencipta musik atau lagu atau komposer memiliki hak ekonomi dan hak moral layaknya seperti Pencipta pada umumnya, sebagaimana tercantum dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 Undang – undang Hak Cipta No.19 Tahun 2002, namun, hak moral dan hak ekonomi  yang dimiliki oleh Pencipta atau komposer adalah atas musik atau lagu yang diciptakannya.8
Salah satu aspek hak khusus pada Hak Kekayaan Intelektual adalah Hak Ekonomi (economic right). Hak ekonomi adalah hak untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas kekayaan intelektual. Dikatakan Hak Ekonomi karena Hak Kekayaan Intelektual adalah benda yang dapat dinilai dengan uang. Hak ekonomi tersebut berupa keuntungan sejumlah uang yang diperoleh karena penggunaan sendiri Hak Kekayaan Intelektual atau karena penggunaan oleh pihak lain berdasarkan lisensi. Hak ekonomi itu diperhitungkan karena Hak Kekayaan Intelektual dapat digunakan/dimanfaatkan oleh pihak lain dalam perindustrian atau perdagangan yang mendatangkan keuntungan. Dengan kata lain, Hak Kekayaan Intelektual adalah objek perdagangan. Jenis Hak Ekonomi pada setiap klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual dapat berbeda-beda. Pada Hak Cipta, jenis Hak ekonomi lebih banyak jika dibandingkan dengan Paten dan Merek.9
Salah satu Hak Ekonomi dari Hak Cipta adalah Hak Pertunjukan (Performance Right). Adapun yang dimaksud Hak Pertunjukan (Performance Right) adalah hak untuk mengungkapkan karya seni dalam bentuk pertunjukan atau penampilan oleh pemusik, dramawan, seniman, peragawati. Hak ini diatur dalam Bern Convention, Universal Copyright Convention,  dan  Rome Convention.10
Hak pertunjukan (Publik Performance Right) merupakan hak yang dimiliki oleh para pemusik, dramawan, maupun seniman lainnya yang karyanya dapat terungkap dalam bentuk pertunjukan. Setiap orang atau pihak yang ingin menampilkan, atau mempertunjukan suatu karya cipta harus meminta izin dari si pemilik hak untuk mempertunjukan (performing rights) tersebut11. Pertunjukan dimaksudkan juga penyajian kuliah, khotbah, pidato, presentasi serta penyiaran film, rekaman suara pada TV dan radio. Istilah pertunjukan kadang disamakan dengan pengumuman artinya mempublikasikan ciptaan agar suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat oleh orang lain.12
Dengan adanya penegasan tersebut, maka para Pencipta berhak mendapatkan hak ekonomi pada setiap pemakaian hak yang ada dalam hak cipta atas musik atau lagu dari karya ciptaannya. Penggunaan atau pemakaian hak - hak tersebut tentunya mengakibatkan peralihan hak-hak tertentu dari Pencipta kepada pihak lain, atas hak-hak yang ada pada hak cipta atas musik atau lagu ciptaannya tadi, khususnya hak ekonomi, namun tidak mencakup hak moral. Peralihan hak cipta atas lagu ini di atur di dalam Pasal 3 UUHC yang pada prinsipnya menyatakan bahwa Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian dengan cara membuat suatu perjanjian secara tertulis baik dengan maupun tanpa akta notariil. Hak yang dapat dipindahkan atau dialihkan itu sekaligus merupakan bukti nyata bahwa hak cipta itu  merupakan hak kebendaan. Dalam terminologi  Undang – undang Hak Cipta  Indonesia, pengalihan itu dapat  berupa pemberian izin (lisensi) kepada pihak ketiga.13
Salah satu bentuk penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang komunikasi dan informasi adalah dengan ditemukannya rancangan khusus untuk penyebaran informasi secara cepat dan akurat. Berkat perkembangan teknologi komunikasi dan informasi tersebut arus berita dapat berjalan sangat cepat, sehingga mampu “meniadakan” jarak ruang dan waktu antara dua tempat di muka bumi dan bahkan antara bumi dengan ruang angkasa14.
Radio15 merupakan salah satu media yang digunakan oleh musisi–musisi indie untuk mengedarkan, mengumumkan atau mempublikasikan hasil karya cipta mereka. Radio sebagai pilihan utama band indie karena merupakan media hiburan yang banyak digunakan oleh masyarakat komunitas indie, sehingga musik indie16 yang disiarkan oleh radio tersebut dapat tersebar dengan cepat dan dapat menjangkau ratusan khalayak dalam waktu tertentu.
Kehadiran musik indie dan seni independen di tengah masyarakat pada umumnya antara lain adalah wujud penolakan di dikte pasar. Indie muncul dari hati, di luar mainstream musik pop dan seni pop umumnya yang disebarluaskan industri17. Komunitas indie memang merekam musik mereka sebagai ujung tombak, hanya saja cara jualnya berbeda dengan pemasaran konvensional.18
Kelompok musik indie adalah kelompok musik yang tidak atau belum berafiliasi atau terikat kontrak dengan perusahaan rekaman major. Kelompok musik yang mengeluarkan kumpulan lagu atau album dan tidak memiliki kontrak dengan perusahaan rekaman disebut band indie label19, sedangkan band yang telah terikat kontrak dengan perusahaan rekaman major  akan disebut band major label.
Dapat  dikatakan bahwa band indie atau kelompok musik indie  ini adalah band – band yang bergerak sendiri untuk membuat, memproduksi, mempromosikan dan mengedarkan album mereka dengan cara yang berbeda dengan band major label.
Untuk pendaftaran ciptaan, major label sudah ditangani oleh bagian legal dari perusahaan rekaman tersebut, sedangkan pada indie label cukup dengan cara diumumkan karena hak cipta tidak harus di daftarkan, artinya masalah legalitas hukum dengan cara mendaftarkan lagu atau musik belum terlalu dianggap penting oleh sebagian band-band indie. Kebebasan artis di dalam major label sifatnya terbatas, artinya artis yang di bawah naungan major label  harus mengikuti aturan main dari major label atau produser rekaman, sedangkan pada indie label artisnya diberi kebebasan untuk melakukan segala kegiatan.
Pada Major label, artis terikat kontrak dan mengikuti sistem manajemen perusahaan tersebut sebagaimana artis adalah pekerjanya. Sedangkan pada indie label artis adalah pengambil keputusan dan pelaksana keputusan.
Di dalam hubungan hukum antara pihak Pencipta lagu indie dengan stasiun radio.
Seharusnya Pencipta musik atau lagu indie memiliki hak ekonomi atas musik atau lagu yang diciptakannya layaknya seperti Pencipta  pada umumnya, sebagaimana tercantum dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 Undang – undang Hak Cipta No.19 Tahun 2002, namun kenyataan dilapangan pihak band indie tidak mendapatkan hak ekonomi dari pengumuman atau pemutaran lagu distasiun radio melainkan band indie hanya mendapatkan hak moral saja, artinya di dalam pengumuman lagu atau musik di stasiun radio tersebut band indie hanya “dimanfaatkan” oleh stasiun radio tersebut untuk menarik iklan yang menghasilkan nilai ekonomi bagi stasiun radio tapi tidak bagi band indie. Ada aspek bisnis yang radio tawarkan kepada publik dari program-program acara musik indie dimana mereka memperoleh pembayaran melalui iklan.
Dengan uraian di atas untuk lebih mengetahui dan memahami jenis hubungan hukum apa yang terjadi antara Pencipta lagu indie dengan stasiun radio atas Performing Right  Musik  dan Lagu indie dihubungkan dengan buku III (Tiga) KUHPerdata.
Indentifikasi Masalah
       Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan, permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah (1) Bagaimana hubungan hukum antara Pencipta lagu indie dengan stasiun radio atas Performing Right  Musik  dan Lagu Indie dihubungkan dengan buku III (Tiga) KUHPerdata?
Tujuan Penelitian
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami jenis hubungan hukum apa yang terjadi antara Pencipta lagu indie dengan stasiun radio atas Performing Right  Musik  dan Lagu Indie dihubungkan dengan buku III (Tiga) KUHPerdata.
Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam membahas masalah hubungan hukum pencipta lagu indie dengan stasiun radio  atas performing right  musik  dan lagu indie dihubungkan dengan Buku III (Tiga) KUHPerdata adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang mengkaji kaidah-kaidah hukum normatif atau doktrinal.
Data yang digunakan lebih pada data sekunder. Sifat penelitian di dalam Penulisan ini menggunakan sifat penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang sesuatu hal di daerah tertentu dan pada saat tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti sudah mendapatkan/mempunyai gambaran yang berupa data awal tentang permasalahan yang akan diteliti.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hubungan Hukum Antara Pencipta Lagu Indie Dengan Stasiun Radio Atas Performing Right  Musik  Dan Lagu Indie Dihubungkan Dengan Buku III (Tiga) KUHPerdata.

Untuk memperkuat posisi siaran dan membangun citra positif sebagai lembaga penyelenggara penyiaran, dan untuk meningkatkan daya saing maka  radio melakukan kegiatan penyiaran  dengan mengemas format siaran yang berbeda - beda, diantaranya program bagi para musisi lokal untuk mengekspresikan bakat dan kemampuannya dalam bermusik dengan menghadirkan suatu format siaran yang bertajuk band indie.
Untuk menarik minat para komunitas indie ini, pihak radio memberikan kemudahan-kemudahan bagi band indie untuk mempublikasikan karyanya lewat radio.
Di antara kemudahan itu adalah kesepakatan berupa perjanjian antara pihak lembaga penyiaran radio dengan pencipta lagu indie yang dilakukan secara lisan saja sehingga birokrasi atau administrasinya tidak berbelit-belitAdapun karakteristik perjanjian secara lisan  antara Pencipta lagu indie dengan stasiun radio adalah sebagai berikut:
1)   Adanya para pihak (dalam hal ini Pencipta lagu indie dengan pihak stasiun radio)
2)   Adanya objek yang diperjanjikan  yaitu demo lagu  berupa CD (compact disk)
3)   Timbul kata sepakat antara para pihak
4)   Timbulnya hak dan kewajiban masing – masing pihak
5)   Pemenuhan prestasi.

Dari hasil penelitian pada beberapa stasiun radio (RRI Pro 2 Padang, Arbes FM Padang, Susi FM Padang, Favorit FM Padang), Pihak stasiun radio dalam hubungan hukum dengan pihak Pencipta lagu indie (band indie) melakukan perjanjian dalam bentuk perjanjian lisan yang inti dari perjanjian lisan tersebut memuat hak dan kewajiban bagi masing – masing pihak. Hak dan kewajiban tersebut merupakan akibat hubungan hukum yaitu hubungan yang diatur oleh hukum.
Sedangkan untuk mewujudkan adanya hubungan hukum, haruslah dipenuhi syarat – syarat sebagai berikut20:
a)    harus ada dasar hukumnya, yaitu peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum itu, dan
b)   harus menimbulkan peristiwa hukum.

Dasar hukum dalam hubungan hukum tersebut adalah Pasal 1338 BW yang menyatakan:
“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Asas ini bermakna bahwa setiap orang bebas membuat perjanjian dengan siapapun, apa pun isinya, apapun bentuknya sejauh tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
Jika dipahami secara seksama maka asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada para pihak salah satunya adalah menentukan bentuk perjanjian, baik itu secara tertulis maupun secara lisan.
Berikutnya harus menimbulkan peristiwa hukum, peristiwa hukum adalah suatu perbuatan jika perbuatan itu mempunyai akibat hukum dan akibat itu dikehendaki oleh yang bertindak yaitu subjek hukum. Dari perjanjian dalam bentuk lisan tersebut, Pencipta lagu indie menyerahkan demo lagu mereka kepada pihak stasiun radio yang mempunyai segmen musik indie untuk diumumkan pada masyarakat. Semua perjanjian yang dibuat berkaitan dengan pemakaian hak pengumuman sebuah lagu didasarkan pada ketentuan yang diatur di dalam Pasal 2 Undang–undang Hak Cipta  Nomor 19 Tahun 2002  yang menyebutkan bahwa “salah satu hak khusus dari Pencipta maupun pemegang hak cipta adalah hak mengumumkan”. Hal ini ditegaskan di dalam Pasal 1 angka 5 Undang – undang Hak Cipta  Nomor 19 Tahun 2002 yang menyebutkan bahwa “pengumuman adalah pembacaan, penyuaraan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain”.21 
Di dalam melakukan perjanjian antara pihak Pencipta lagu indie dengan pihak stasiun radio timbul kesepakatan yang dituangkan melalui perjanjian dalam bentuk lisan. Dalam hubungan perjanjian antara Pencipta lagu indie dengan pihak stasiun radio ada kesepakatan – kesepakatan yang kemudian dituangkan dalam suatu surat perjanjian berbentuk perjanjian lisan.  Termasuk perjanjian lisan adalah22 :
a)    Perjanjian konsensual, adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat antara para pihak saja sudah cukup untuk timbulnya perjanjian yang bersangkutan.
b)   Perjanjian riil, adalah perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadinya penyerahan barang atau kata sepakat bersamaan dengan penyerahan barangnya.

Dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas, salah satunya adalah asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat kontrak (perjanjian) yang berisi dan macam apapun asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum23.
Asas kebebasan berkontrak itu dituangkan oleh pembentuk undang-undang dalam Pasal 1338 ayat 1 BW. Bahwa dengan kebebasan membuat perjanjian tersebut berarti orang dapat menciptakan hak-hak perseorangan yang tidak diatur dalam Buku III BW, tetapi diatur sendiri dalam perjanjian, sebab perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Namun kebebasan berkontrak bukan berarti boleh membuat kontrak (perjanjian) secara bebas, tetapi kontrak (perjanjian) harus tetap dibuat dengan mengindahkan syarat-syarat untuk sahnya perjanjian, baik syarat umum sebagaimana diatur Pasal 1320 BW maupun syarat khusus untuk perjanjian-perjanjian tertentu.24
Di dalam KUHPerdata syarat-syarat yang diperlukan untuk sahnya suatu perjanjian di atur di dalam Pasal 1320, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
1)   Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2)   Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3)   Suatu hal tertentu;
4)   Suatu sebab yang halal.25

Dari hubungan hukum antara Pencipta lagu indie dengan pihak stasiun radio jenis perjanjian atau hubungan apa yang terjadi antara Pencipta lagu indie dengan pihak stasiun radio jika dikaitkan dengan Buku III KUHPerdata merupakan kebebasan berkontrak yang dituangkan kedalam bentuk perjanjian secara lisan, jika dihubungkan dengan Hak Cipta, maka tepat jika dinamakan  dengan perjanjian tersebut dengan nama perjanjian  lisensi.
Dari rumusan, definisi maupun pengertian, baik yang tersirat maupun yang tersurat dalam kata – kata yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual, dapat di katakan bahwa sesungguhnya lisensi merupakan suatu bentuk perjanjian antara pihak pemilik atau pemegang Hak atas Kekayaan Intelektual sebagai pemberi lisensi dengan pihak lain sebagai penerima lisensi.
Di dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut menyiratkan bahwa sesungguhnya dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lain nya yang berhak atas prestasi tersebut. Pada dasarnya perjanjian lisensi hanya bersifat pemberian izin atau hak yang dituangkan dalam akta perjanjian untuk dalam jangka waktu tertentu dan dengan syarat tertentu menikmati manfaat ekonomi suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta.
Di dalam perjanjian antara Pencipta lagu indie dengan pihak stasiun radio, kalau dihubungkan dengan cakupan hak ekonomi Pencipta lagu indie sebagaimana di atur di dalam UUHC, berdasarkan perjanjian lisan antara Pencipta lagu indie dengan pihak stasiun radio, Pencipta lagu indie hanya menyerahkan sebagian dari hak ekonominya (hak mengumumkan). Adapun hak ekonomi menurut penjelasan UUHC adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait. Aplikasi dari hak ini adalah bahwa Pencipta hendaknya mendapatkan manfaat ekonomi berkaitan dengan kegiatan pengumuman dan penyiaran dari rekaman suara tersebut.
Di dalam perjanjian lisan antara Pencipta lagu indie dengan pihak stasiun radio, terjadi penyerahan lagu dari pihak Pencipta lagu indie dengan pihak stasiun radio dan itu merupakan pemberian izin atau hak yang dituangkan dalam perjanjian untuk di umumkan atau di siarkan kepada pendengar radio, kalau dihubungkan dengan cakupan hak ekonomi Pencipta lagu indie dengan pihak stasiun radio dalam pengumuman (performing right) lagu tersebut, memang band indie tidak mendapatkan royalti dari pengumuman lagu di radio tersebut karena secara eksplisit tidak disebutkan di dalam perjanjian mengenai pemberian royalti, namun tidak menutup kemungkinan band indie akan mendapatkan hak ekonomi nya di luar dari segmen musik indie yang di siarkan oleh pihak stasiun radio, misalnya band indie tersebut di undang dalam event atau tampil di dalam pertunjukan yang di selenggarakan pihak radio diluar dari perjanjian pengumuman lagu di radio dan mendapatkan fee atau bayaran dari pertunjukan di luar siaran radio tersebut. Sehingga menurut hemat Penulis, perjanjian yang dilakukan oleh Pencipta lagu indie dengan pihak stasiun radio merupakan perjanjian lisensi karena adanya pemberian izin atau hak yang dituangkan dalam akta perjanjian untuk dalam jangka waktu tertentu dan dengan syarat tertentu. Pemberian lisensi antara Pencipta lagu indie dengan pihak stasiun radio tidak dibuat secara khusus atau non eksklusif, artinya pemegang hak cipta tetap dapat melaksanakan hak ciptanya itu atau memberi lisensi yang sama kepada pihak ketiga yang lainnya.
Simpulan
Dari hasil pembahasan diatas, dapat ditarik beberapa simpulan dari permasalahan yang diangkat yaitu, di dalam hubungan hukum antara Pencipta lagi indie dengan stasiun radio menggunakan perjanjian dalam bentuk lisan. Jika dikaitkan dengan Buku III KUHPerdata Pasal 1338, maka semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya asas kebebasan berkontrak menjadi dasar hukum dari perjanjian tersebut. Perjanjian antara Pencipta lagi indie dengan stasiun radio telah memenuhi kata sepakat yang menimbulkan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak.

Daftar Pustaka
Buku :
Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007
Bernard Nainggolan, Pemberdayaan Hukum Hak Cipta dan Lembaga Manajemen Kolektif,Alumni, Bandung, 2011
Endang Purwaningsih, Hak Kekayaan Intelektual (HKIdan Lisensi, Mandar Maju,Bandung, 2012
Ermansyah Djaja, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, 2009
Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Putaka Yustisia, Yogyakarta, 2009
Hendra Tanu Atmadja, Hak  Cipta Musik atau Lagu, Universitas Indonesia Fakultas Hukum Pasca Sarjana, 2003
Iman Sjahputra, Hak atas Kekayaan Intelektual (Suatu Pengantar), Harvarindo, 2007
Ishaq,  Dasar – Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009
Muhamad Djumhana dan R.Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003
Ok  Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right), Rajawali Pers, Jakarta,2013
Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia ;Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Right, dan Collecting Society, PT. Alumni, Bandung 2008
R. Subekti, R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Edisi Revisi,Pradnya Paramita, Jakarta, 1995
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata Edisi Revisi,Alumni, Bandung, 2006
Subekti, Hukum Perjanjian, Cet VI,  Intermasa, Jakarta, 1979
Theodore KS, Rock’n Roll Industri Musik Indonesia Dari Analog ke Digital, Buku Kompas, Jakarta, 2013
Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Alumni, Bandung 2011

Peraturan Perundang-undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang–undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta



1Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Alumni, Bandung 2011, Hlm 6
2 Muhamad Djumhana dan R.Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, Hlm 47-48
3Ibid
4Bernard Nainggolan, Pemberdayaan Hukum Hak Cipta dan Lembaga Manajemen Kolektif,Alumni, Bandung, 2011, Hlm  9
5  Ermansyah Djaja, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, 2009Hlm 13-14
6 Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia ; Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Right, dan Collecting Society, PT. Alumni, Bandung 2008,  Hlm 140- 141
7 Ok  Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right), Rajawali Pers, Jakarta,2013Hlm 10-11
8 Hendra Tanu Atmadja, Hak  Cipta Musik atau Lagu, Universitas Indonesia Fakultas Hukum Pasca Sarjana, 2003,  Hlm 295
9 Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, Hlm  23
10 Ibid, Hlm 24
11Iman Sjahputra, Hak atas Kekayaan Intelektual (Suatu Pengantar), Harvarindo, 2007, Hlm 119
12Endang Purwaningsih, Hak Kekayaan Intelektual (HKIdan Lisensi, Mandar Maju,Bandung, 2012,  Hlm 39
13Ok. Saidin, Op.Cit. Hlm 60
14Ibid, Hlm 143
15Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia pengertian Radio itu sendiri adalah siaran (pengiriman) suara atau bunyi melalui udara.
16 Kata Indie merupakan kata informal dari kata independent yang secara terminologi memiliki arti bebas. Namun secara definisi indie adalah kata benda informal tunggal (noun) yang berarti sebuah karya seni yang dihasilkan oleh kelompok atau perusahaan bebas yang tidak terikat oleh satu atau lebih organisasi komersil.
17 Sekitar awal 1990an pemusik-pemusik remaja bermetal grindcore di Bandung dengan musik yang ekstrem dan lirik yang kasar mendistribusikan hasil rekamannya antarkelompok, dari teman ke teman atau door to door, menggunakan gerakan bawah tanah alias underground
18 Theodore KS, Rock’n Roll Industri Musik Indonesia Dari Analog ke Digital, Buku Kompas, Jakarta, 2013,  Hlm 292
19 Biasanya di dalam mempromosikan dan mengedarkan hasil karya cipta musik atau lagu,  band indie menitipkan hasil karya nya di distro-distro dan cafe-cafe komunitas indie ataupun melalui acara festival indie sehingga hasil karya mereka bisa terjual dan tersebar bagi penikmat musik indie
20 Ishaq,  Dasar – Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, Hlm 85
21Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia ; Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Right, dan Collecting Society, PT. Alumni, Bandung 2008,  Hlm 332
22Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Putaka Yustisia, Yogyakarta, 2009, Hlm 63-64
23Subekti, Hukum Perjanjian, Cet VI,  Intermasa, Jakarta, 1979, Hlm 13
24 Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata Edisi Revisi,Alumni, Bandung, 2006, Hlm 203-204
25 R. Subekti, R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Edisi Revisi,Pradnya Paramita, Jakarta, 1995, Hlm 339