Tampilkan postingan dengan label Etika Profesi Hukum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Etika Profesi Hukum. Tampilkan semua postingan

Selasa, 19 Juli 2011

Bahan Ajar Etika BAB 4

BAB IV
KEADILAN
A.     Pengertian
Berbicara tentang keadilan, tentu ingatan kita segera tertuju kepada dasar negara kita, yaitu Pancasila, yang mana sila kelimanya berbunyi “ Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
Yang menjadi persoalan sekarang, apakah arti adil atau keadilan itu ? Untuk menjawab pertanyaan ini  tentunya sangat sukar sekali, sebab belum ada suatu rumusan tentang keadilan yang dapat di terima oleh semua pihak.
Untuk memberikan arahan dalam rangka memahami keadilan ini, di dalam buku ini akan dikemukakan beberapa pengertian, baik dari segi arti harifiah maupun peristilahannya.
Perkataan adil berasal dari bahasa Arab yang berarti Insaf = keinsyafan = yang menurut jiwa baik dan lurus. Dalam bahasa Perancis perkataan adil ini di istilahkan dengan Justice, sedangkan dalam bahasa Latin di istilahkan dengan Justica.
W.J.S. Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia memberikan pengertian adil itu dengan :
1. tidak berat sebelah ( tidak memihak ) pertimbangan yang adil; putusan itu di anggap  adil.
2. sepatutnya ; tidak sewenang – wenang, misalnya mengemukakan tuntunan yang adil; masyarakat adil, masyarakat yang sekalian anggotanya mendapatkan perlakuan ( jaminan dan sebagainya ) yang sama.


Sedangkan menurut Drs. Kahar Masyhur dalam bukunya mengemukakan pendapat – pendapat tentang apakah yang dinamakan adil tersebut :
1.      Adil ialah meletakan sesuatu pada tempatnya
2.      Adil ialah menerima hak tanpa lebih dan memberikan hak orang lain tanpa kurang.
3.      Adil ialah memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap ,tanpa lebih tanpa kurang antara sesama yang berhak, dalam keadaan yang sama, dan penghukuman orang jahat atau yang melanggar hukum, sesuai dengan kesalahan dan pelanggarannya.
b.   Adil dan Keadilan Sosial
                  Dari uraian yang di kemukakan pada point A di atas, maka dapatlah di kemukakan bahwa adil atau keadilan adalah pengakuan dan perlakuan seimbang antara hak dan kewajiban.
Apabila ada pengakuan  dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban, dengan sendirinya apabila kita mengakui hak hidup, maka sebaliknya kita harus mempertahankan hak hidup tersebut dengan jalan bekerja keras, dan kerja keras yang kita lakukan tidak pula menimbulkan kerugian terhadap orang lain, sebab orang lain itu juga memiliki hak yang sama ( hak untuk hidup ) sebagaimana hal nya hak yang ada pada kita.
Kalau di kaitkan dengan sila kedua dari Pancasila, pada hakikatnya menginstruksikan agar kita melakukan perhubungan yang serasi antar manusia secara individu dengan kelompok individu yang lain nya, sehingga terciptalah hubungan yang adil dan beradab.
Peradaban merupakan fitrah manusia, dengan perkataan lain peradaban itu sudah merupakan milik manusia yang asli, dan oleh karena itu pulalah manusia semenjak ia lahir telah di bekali dengan naluri untuk mengembangkan budaya yang berupa cipta, rasa dan karsa.
Manusia yang beradab itu harus selalu mawas diri ( mulut sarira ) dan harus menanggung rasa ( tepa selira ) terhadap individu – individu yang lainnya. Mawas diri dan menenggang rasa hanya mungkin di capai apabila : 
a.      Jika anda tidak ingin alami, janganlah menyebabkan oarang lain mengalaminya, sebab orang lain pun sudah tentu tidak mengingini pula ( dalam bahasa Latin di sebut dengan neminem laedere ; jangan merugikan orang lain).
b.      Apa yang boleh anda pendapat, biarkan pulalah orang lain berupaya untuk mendapatkannya, sebab orang lain tersebut juga berkeinginan pula untuk mendapatkannya ( dalam bahasa Latin nya di sebut Suum cuique tribuere  ; bertindak sebanding ).
            Selanjutnya apabila di hubungkan dengan Keadilan Sosial, maka keadilan itu harus di kaitkan dengan hubungan kemasyarakatan. Keadilan sosial ini dapat di artikan sebagai berikut :
1.      Mengembalikan hak – hak yang hilang kepada yang berhak
2.      Menumpas keaniyaan, ketakutan dan perkosaan dan pengusaha – pengusaha
3.      Merealisasikan persamaan terhadap hukum antara setiap individu pengusaha – pengusaha, dan orang – orang mewah yang di dapatnya dengan tidak wajar.

            Sebagaimana di ketahui bahwa keadilan dan ketidakadilan  tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari – hari sering dijumpai orang yang “ main hakim sendiri”, sebenarnya perbuatan itu sama hal nya dengan perbuatan mencapai keadilan yang akibatnya terjadi ketidakadilan, khususnya bagi orang yang di hakimi itu.
            Dengan terjadinya perbuatan main hakim sendiri ( perbuatan ketidakadilan ) kalau di biarkan terus menerus akan menimbulkan akibat – akibat antara lain :
1.      Penganiayaan akan semakin berkembang
2.      Pelanggaran akan semakin meningkat
3.      Orang jahat akan semakin berani berbuat jahat
4.      Dan akan menimbulkan rasa balas dendam dari yang teraniaya dan mungkin suatu waktu akan melaksanakan balas dendam tersebut.

Keadilan sosial ini menyangkut kepentingan masyarakat luas, dengan sendirinya individu yang berkeadilan sosial itu haruslah menyisihkan kebebasan individunya untuk kepentingan individu lainnya, hal ini dapat di jadikan dengan cara antara lain membayar pajak.
Keadilan sosial ini juga termaktub dalam ketentuan Undang – Undang Dasar 1945, yang di beri titel “ kesejahteraan sosial “. Tujuan pokok kesejahteraan di sini di tujukan untuk mewujudkan kemakmuran rakyat, untuk mencapai ini dalam Pasal 33 Undang – Undang Dasar 1945 menyebutkan :
1)      Perekonomian di susun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan
2)      Cabang – cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak di kuasai oleh Negara
3)      Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh Negara dan di pergunakan untuk sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.
           
            Menyangkut keadilan sosial ini juga tergambar dalam ketentuan Pasal 34 Undang – Undang 1945 yang berbunyi “ Fakir miskin dan anak – anak yang terlantar di pelihara oleh  negara”.
            Dalam Declaration of Human Rights banyak Pasal – pasal tentang keadilan sosial ini, di antara nya ada dalam Pasal 23, 24, 25, 26, 27 dan Pasal 28.

Sabtu, 16 Juli 2011

Bahan Ajar Etika BAB 6

BAB VI
PENEGAKAN KODE ETIK PROFESI HUKUM

A.     Problematika Profesi Hukum
Sebagaimana yang sudah diutarakan di depan bahwa pemandangan negara hukum Indonesia memang akhir – akhir ini tidak sejalan dengan cita – cita dan tujuan negara hukum itu sendiri. Menurut Mahfud MD bahwa hukum Indonesia lebih sering menuai kritik ketimbang pujian. Beberapa kritik diarahkan baik berkaitan dengan kualitas hukum, ketidakjelasan berbagai produk hukum yang berkaitan dengan proses legislasi, dan juga lemahnya penerapan berbagai peraturan. Kritik ini sering dilontarkan berkaitan dengan penegakan hukum di Indonesia.
Kebanyakan orang akan bicara bahwa hukum di Indonesia itu dapat di “beli”, yang menang mereka yang mempunyai kekuasaan, yang punya uang banyak pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar. Ada pengakuan informal di masyarakat bahwa karena hukum dapat di beli maka aparat penegak hukum tidak dapat diharapkan untuk melakukan penegakan hukum secara menyeluruh dan adil. Praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum, seperti mafia hukum dan peradilan, peradilan yang diskriminatif atau rekayasa proses peradilan merupakan realitas yang gampang ditemui dalam penegakan hukum di negeri ini. Peradilan yang diskriminatif menjadikan hukum di negeri ini persis seperti yang dideskripsikan Plato bahwa hukum adalah jaring laba – laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat yang kaya dan kuat ( laws are spider webs, they hold the weak and delicated who are caught in their meshes but are torn in pieces by the rich and powerful).
Menurunnya kualitas sebagai negara hukum di Indonesia tidak lepas dari lemahnya etika para profesional hukum. Menggejalanya perbuatan profesional yang mengabaikan kode etik profesi karena beberapa alasan yang paling mendasar, baik sebagai individu anggota masyarakat maupun karena hubungan kerja dalam organisasi profesi, di samping sifat manusia yang konsumeristis dan nilai imbalan jasa yang tidak sebanding dengan jasa yang diberikan. Faktor yang mempengaruhi antara lain :
a.      Pengaruh sifat kekeluargaan
b.      Pengaruh jabatan
c.       Pengaruh konsumerisme
d.      Karena lemah iman.
            Atas dasar faktor – faktor tersebut, maka dapat di inventarisasi alasan – alasan mendasar mengapa profesional cenderung mengabaikan dan bahkan melanggar kode etik profesi.
            Menurut Sidharta, polemik tentang moral profesi hukum seringkali berkutat pada perdebatan tentang rumusan Pasal – pasal kode etik. Sebagai warga negara tertentu sangatlah prihatin akan terjadinya banyak pelanggaran hukum di negera ini. Terlebih lagi akhir – akhir ini hukum di negara kita menjadi sorotan yang tajam. Banyak terjadi kontroversi mengenai hukum, bermula dari kasus yang ringan hingga kasus – kasus besar.
            Pelanggaran terhadap kode etik profesi tersebut dengan sendirinya akan berpengaruh pada penegakan hukum. Penegakan hukum tertentu tidak akan dapat berjalan karena dalam proses hukum penuh dengan tindakan – tindakan pencederaan terhadap nilai – nilai hukum.
B.      Penegakan Hukum
            Tugas dari profesi hukum ialah menjaga dan menegakan hukum. Penegakan hukum ( law enforcement ) dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum, baik melalui prosedur peradilan maupun melalui prosedur arbitrase dan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya ( alternative desputes or conflicts resolution ).
            Dalam arti sempit, penegakan hukum itu menyangkut kegiatan penindakan terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan perundang – undangan, khususnya yang lebih sempit lagi melalui proses peradilan pidana yang melibatkan peran aparat kepolisian, kejaksaan, advokat, dan badan – badan peradilan.
            Penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto dipengaruhi oleh faktor – faktor penegakan hukum, yaitu :
a.      Faktor hukumnya sendiri, yaitu peraturan perundang – undangan yang berlaku di Indonesia
b.      Faktor penegak hukum, yakni pihak – pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum
c.       Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegaka hukum
d.      Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan
e.      Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
     
      Dengan pemahaman tersebut maka kita dapat mengetahui bahwa problem – problem hukum yang akan selalu menonjol adalah problema “ law in action” bukan pada “ law in the book”.
C.      Prinsip dalam Penegakan Hukum
            Dalam suatu penegakan hukum, sesuai kerangka dari L.M. Friedmann, hukum harus diartikan sebagai suatu isi hukum ( content of law ), tata laksana hukum (structure of law), dan budaya hukum ( culture of law ). Sehingga penegakan hukum tidak saja dilakukan melalui perundang – undangan, namun juga bagaimana memberdayakan aparat dan fasilitas hukum. Di sisi lain yang harus dilakukan ialah bagaimana menciptakan budaya hukum masyarakat yang kondusif untuk penegakan hukum. Penegakan hukum adalah juga ukuran untuk kemajuan dan kesejahteraan suatu negara.
            Dalam penegakan hukum terdapat beberapa prinsip – prinsip hukum yang melindungi hak asasi manusia yang harus di penuhi aparat penegak hukum, prinsip hukum tersebut antara lain :
a.      Tugas utama aparat penegak hukum dalam proses penegakan hukum. Tugas utamanya adalah mengajukan para pelaku pelanggaran hukum ke muka pengadilan. Diawali dengan penyelidikan untuk melengkapi bukti – bukti dan informasi atas tindak pidana, sampai dengan penangkapan, penahanan yang sah, serta penyelidikan yang bertanggung jawab. Pengadilan bertanggung jawab untuk memeriksa bukti – bukti dan informasi, sehingga dapat menetapkan bersalah atau tidaknya seseorang ( terdakwa ).
b.      Kedua, aparat penegak hukum harus berpegangan pada asas praduga tidak bersalah ( presumption of innocent ), sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 14 ayat 2 konvensi internasional  hak hak sipil dan politik bahwa “setiap orang yang di dakwa dengan pelanggaran pidana mempunyai hak untuk dianggap tidak bersalah sampai terbukti kesalahannya menurut hukum”. Hal ini merupakan esensi dari peradilan yang jujur ( fair trial ).
c.       Ketiga, peradilan yang jujur. Dalam arti peradilan yang tidak memihak, yang memberikan jaminan atas hak yang sama dihadapan hukum kepada setiap orang. Seperti jaminan bahwa peradilan dilakukan secara terbuka, sehingga masyarakat mengetahui jalan nya persidangan. Hak setiap orang untuk memperoleh bantuan penasihat hukum untuk melakukan pembelaan atas dakwaan dan tuntutan yang diajukan kepadanya.
d.      Keempat, hak atas pribadi ( privacy ). Setiap orang berhak atas perlindungan atas kehidupannya dan aparat penegak hukum wajib menghormati dan menjamin untuk mencegah terjadinya suatu tindakan yang menggangu kehidupan pribadi seseorang.
e.      Kelima, etika dalam pola pemberantasan suatu kejahatan. Dalam upaya untuk memberantas suatu kejahatan hendaknya sesuai dengan kode etik aparat penegak hukum ( code of conduct for law enforcement officials ), sehingga sesuai dengan patokan – patokan moral dan etika yang tinggi dari aparat penegak hukum dan tidak melakukan praktik – praktik yang sewenang – wenang terhadap tersangka.
D.     Penegakan Kode Etik Profesi Hukum
            Penegakan kode etik adalah usaha melaksanakan kode etik sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaan nya supaya tidak terjadi pelanggaran dan jika terjadi pelanggaran memulihkan kode etik yang dilanggar itu supaya ditegakan kembali.
            Apa fungsi kode etik profesi? Sumaryono mengemukakan tiga fungsi, yaitu sebagai sarana kontrol sosial, sebagai pencegah campur tangan pihak lain, dan sebagai pencegah kesalapahaman dan konflik. Berdasarkan pengertian dan fungsinya tersebut, jelas bahwa kode etik profesi merupakan suatu pedoman untuk menjalankan profesi dalam rangka menjaga mutu moral dari profesi itu sendiri, sekaligus untuk kualitas dan idependensi serta pandangan masyarakat terhadap profesi tesebut, termasuk juga terhadap profesi hukum.
            Penegakan kode etik profesi hukum merupakan salah satu jalan menuju penegakan hukum. Penegakan hukum harus mematuhi kode etik nya masing – masing agar pelayanan tetap terjaga. Munculnya kasus – kasus mafia peradilan ataupun ketidakadilan seperti tebang pilih dalam penanganan kasus berawal dari diabaikannya etika dalam menjalankan praktik sehari – hari.
             

Bahan Ajar Etika BAB 5

BAB V
HAK ASASI
A.     Pengertian Hak Asasi
Yang dimaksud dengan hak ( Bahasa Belanda = Recht, Bahasa Perancis = Detroit dan dalam Bahasa Latin = Ius ) adalah Izin atau kekuasaan yang diberikan oleh hukum. Untuk menyebut hak ini lazim juga dipergunakan kata wewenang.
Untuk membedakan hak dan hukum dalam bahasa Belanda dipergunakan istilah Subjectief recht untuk menunjukan hak dan objektief recht untuk menunjukan hukum.
Hak asasi manusia termasuk dalam hak mutlak, yaitu hak yang mesti diberikan kepada seseorang tertentu untuk melakukan sesuatu perbuatan, disebut hak mutlak karena dapat di pertahankan terhadap siapapun orangnya dan sebaliknya siapa pun harus menghormati hak tersebut.
Oleh karena hak asasi tergolong dalam kelompok hak mutlak, maka hak asasi itu harus dihormati oleh setiap individu yang lainnya. Hak asasi ini sering juga disebut sebagai hak dasar manusia atau human right. Hak – hak dasar ini adalah hak – hak manusia dan tidak dapat dipisahkan ( unaliennable ) dari badannya dan tidak dapat diganggu oleh siapapun.


B.      Hak Asasi Manusia ( HAM )
            Adanya pengakuan terhadap hak asasi itu pertama sekali disponsori oleh Agama Islam, sebab dalam Kitab Al – Qur’an diakui adanya hak asasi antara lain :
1.      Persamaan derajat manusia
2.      Jaminan atas hak milik
3.      Jaminan atas hak hidup
4.      Jaminan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat.

      Di barat pengakuan terhadap hak asasi manusia itu diawali dengan lahirnya di Inggris Piagam Magna Charta pada sekitar tahun 1215 M. Kelahiran Magna Charta di dahului oleh pemaksaan kepada Raja Jhon Lockland untuk mengakui hak – hak asasi yaitu antara lain :
a.      Kemerdekaan seseorang tidak bebas disandera atau dirampas selain berdasarkan Undang – undang atau Keputusan Hakim.
b.      Pemungutan pajak tidak boleh dilakukan kalau hanya berdasarkan atas perintah raja

      Perkembangan selanjutnya dengan perantaraan parlemen pada tahun 1679 dikukuhkan pula hak – hak kebebasan dengan diputuskan nya “ Hobeas Corpus Act “ yang dalam salah satu point nya ada di atur bahwa apabila pejabat Polisi menahan orang dan orang tersebut tidak terbukti kesalahannya, maka kepada orang yang bersangkutan harus dibayar 500 Poundsterling. Pada tahap ini hak asasi manusia sudah mengalami perkembangan yaitu adanya perlindungan kemerdekaan perseorangan.
Selanjutnya pada tahun 1689 terjadilah Glorius Revolution yang kemudian melahirkan Bill Of Right, di dalamnya kekuasaan penguasa di batasi, hak – hak perlemen ditambah dan jaminan kemerdekaan bagi warga negara Inggris dan Bill of Right ini merupakan tonggak awal  kebebasan mengeluarkan pendapat di Barat.
Pada tahun 1776 di Amerika dicetuskan pula Virginia Bill of Right di dalamnya telah dimuat pengakuan tentang hak asasi manusia. Kemudian Thomas Jeferson (Presiden Amerika yang ke tiga)  menyusun apa yang dikenal dengan sebutan Declaration of Independence, yang antara lain menyebutkan bahwa semua orang diciptakan Nya dalam keadaan merdeka dan mempunyai derajat yang sama serta di anugrahi Nya sesuatu hak yang tidak dapat dipisahkan dari diri setiap orang antara lain :
a.      Hak untuk hidup
b.      Hak atas kemerdekaan
c.       Hak untuk mengejar kemerdekaan.
     
            Pada tahun 1789 pada detik – detik awal revolusi Perancis di buat suatu Piagam Hak Asasi Manusia yang dicantumkan dalam Declaration des driot de i’homme et du citoyen.
Pada tahun 1944 Franklin Delano Rosevelt  menyebutkan ada 4 macam Hak Asasi Manusia :
1.      Freedom of speech
2.      Freedom of want
3.      Freedom of religion
4.      Freedom of fear.

            Di indonesia mengenai hak asasi tercantum di dalam UUD 1945 dari Pasal 27, 28, 29, 30, 31, 32, dan Pasal 33.  Berbicara tentang hak asasi manusia di Indonesia sekarang ini,  di tengah – tengah tingkat kesejahteraan bangsa yang masih rendah, usaha untuk memajukan hak asasi manusia adalah suatu hal yang mutlak, walaupun sebenarnya tidak mudah untuk dilakukan sebab kemiskinan materiel, kemiskinan administrasi, personel birokrasi yang yang berkualitas dan lain – lain nya, menjadi penghambat yang tidak kecil bagi usaha kita tersebut.
Dalam hubungan ini, teringat kita kepada tipe hukum represif yang diajukan oleh Nonet dan Selznick ( Law and society in transition 1978 ). Bahwa dalam negara dengan sekalian bentuk kemiskinan seperti itu, ciri – ciri represif dalam kehidupan hukum akan besar terhadap usaha untuk memajukan HAM ( Satjipto Rahardjo ).

     
           

Bahan Ajar Etika BAB 4


BAB IV
KEADILAN
A.     Pengertian
Berbicara tentang keadilan, tentu ingatan kita segera tertuju kepada dasar negara kita, yaitu Pancasila, yang mana sila kelimanya berbunyi “ Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
Yang menjadi persoalan sekarang, apakah arti adil atau keadilan itu ? Untuk menjawab pertanyaan ini  tentunya sangat sukar sekali, sebab belum ada suatu rumusan tentang keadilan yang dapat di terima oleh semua pihak.
Untuk memberikan arahan dalam rangka memahami keadilan ini, di dalam buku ini akan dikemukakan beberapa pengertian, baik dari segi arti harifiah maupun peristilahannya.
Perkataan adil berasal dari bahasa Arab yang berarti Insaf = keinsyafan = yang menurut jiwa baik dan lurus. Dalam bahasa Perancis perkataan adil ini di istilahkan dengan Justice, sedangkan dalam bahasa Latin di istilahkan dengan Justica.
W.J.S. Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia memberikan pengertian adil itu dengan :
1. tidak berat sebelah ( tidak memihak ) pertimbangan yang adil; putusan itu di anggap  adil.
2. sepatutnya ; tidak sewenang – wenang, misalnya mengemukakan tuntunan yang adil; masyarakat adil, masyarakat yang sekalian anggotanya mendapatkan perlakuan ( jaminan dan sebagainya ) yang sama.


Sedangkan menurut Drs. Kahar Masyhur dalam bukunya mengemukakan pendapat – pendapat tentang apakah yang dinamakan adil tersebut :
1.      Adil ialah meletakan sesuatu pada tempatnya
2.      Adil ialah menerima hak tanpa lebih dan memberikan hak orang lain tanpa kurang.
3.      Adil ialah memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap ,tanpa lebih tanpa kurang antara sesama yang berhak, dalam keadaan yang sama, dan penghukuman orang jahat atau yang melanggar hukum, sesuai dengan kesalahan dan pelanggarannya.
b.   Adil dan Keadilan Sosial
                  Dari uraian yang di kemukakan pada point A di atas, maka dapatlah di kemukakan bahwa adil atau keadilan adalah pengakuan dan perlakuan seimbang antara hak dan kewajiban.
Apabila ada pengakuan  dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban, dengan sendirinya apabila kita mengakui hak hidup, maka sebaliknya kita harus mempertahankan hak hidup tersebut dengan jalan bekerja keras, dan kerja keras yang kita lakukan tidak pula menimbulkan kerugian terhadap orang lain, sebab orang lain itu juga memiliki hak yang sama ( hak untuk hidup ) sebagaimana hal nya hak yang ada pada kita.
Kalau di kaitkan dengan sila kedua dari Pancasila, pada hakikatnya menginstruksikan agar kita melakukan perhubungan yang serasi antar manusia secara individu dengan kelompok individu yang lain nya, sehingga terciptalah hubungan yang adil dan beradab.
Peradaban merupakan fitrah manusia, dengan perkataan lain peradaban itu sudah merupakan milik manusia yang asli, dan oleh karena itu pulalah manusia semenjak ia lahir telah di bekali dengan naluri untuk mengembangkan budaya yang berupa cipta, rasa dan karsa.
Manusia yang beradab itu harus selalu mawas diri ( mulut sarira ) dan harus menanggung rasa ( tepa selira ) terhadap individu – individu yang lainnya. Mawas diri dan menenggang rasa hanya mungkin di capai apabila : 
a.      Jika anda tidak ingin alami, janganlah menyebabkan oarang lain mengalaminya, sebab orang lain pun sudah tentu tidak mengingini pula ( dalam bahasa Latin di sebut dengan neminem laedere ; jangan merugikan orang lain).
b.      Apa yang boleh anda pendapat, biarkan pulalah orang lain berupaya untuk mendapatkannya, sebab orang lain tersebut juga berkeinginan pula untuk mendapatkannya ( dalam bahasa Latin nya di sebut Suum cuique tribuere  ; bertindak sebanding ).
            Selanjutnya apabila di hubungkan dengan Keadilan Sosial, maka keadilan itu harus di kaitkan dengan hubungan kemasyarakatan. Keadilan sosial ini dapat di artikan sebagai berikut :
1.      Mengembalikan hak – hak yang hilang kepada yang berhak
2.      Menumpas keaniyaan, ketakutan dan perkosaan dan pengusaha – pengusaha
3.      Merealisasikan persamaan terhadap hukum antara setiap individu pengusaha – pengusaha, dan orang – orang mewah yang di dapatnya dengan tidak wajar.

            Sebagaimana di ketahui bahwa keadilan dan ketidakadilan  tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari – hari sering dijumpai orang yang “ main hakim sendiri”, sebenarnya perbuatan itu sama hal nya dengan perbuatan mencapai keadilan yang akibatnya terjadi ketidakadilan, khususnya bagi orang yang di hakimi itu.
            Dengan terjadinya perbuatan main hakim sendiri ( perbuatan ketidakadilan ) kalau di biarkan terus menerus akan menimbulkan akibat – akibat antara lain :
1.      Penganiayaan akan semakin berkembang
2.      Pelanggaran akan semakin meningkat
3.      Orang jahat akan semakin berani berbuat jahat
4.      Dan akan menimbulkan rasa balas dendam dari yang teraniaya dan mungkin suatu waktu akan melaksanakan balas dendam tersebut.

Keadilan sosial ini menyangkut kepentingan masyarakat luas, dengan sendirinya individu yang berkeadilan sosial itu haruslah menyisihkan kebebasan individunya untuk kepentingan individu lainnya, hal ini dapat di jadikan dengan cara antara lain membayar pajak.
Keadilan sosial ini juga termaktub dalam ketentuan Undang – Undang Dasar 1945, yang di beri titel “ kesejahteraan sosial “. Tujuan pokok kesejahteraan di sini di tujukan untuk mewujudkan kemakmuran rakyat, untuk mencapai ini dalam Pasal 33 Undang – Undang Dasar 1945 menyebutkan :
1)      Perekonomian di susun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan
2)      Cabang – cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak di kuasai oleh Negara
3)      Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh Negara dan di pergunakan untuk sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.
           
            Menyangkut keadilan sosial ini juga tergambar dalam ketentuan Pasal 34 Undang – Undang 1945 yang berbunyi “ Fakir miskin dan anak – anak yang terlantar di pelihara oleh  negara”.
            Dalam Declaration of Human Rights banyak Pasal – pasal tentang keadilan sosial ini, di antara nya ada dalam Pasal 23, 24, 25, 26, 27 dan Pasal 28.

Bahan Ajar Etika BAB 3

BAB III
BAIK DAN BURUK
A.     Pengertian
Di dalam Ensiklopedia Indonesia, pengertian baik dan buruk itu adalah sesuatu hal dikatakan baik, bila ia mendatangkan rahmat, dan memberikan perasaan senang atau bahagia, jadi sesuatu yang dikatakan baik bila ia dihargai secara positif.
Sedangkan pengertian buruk adalah segala yang tercela,lawan baik, pantas, bagus dan sebagainya. Perbuatan buruk berarti perbuatan yang bertentangan dengan norma – norma masyarakat yang berlaku .
Berbicara tentang perbedaan antara baik dan buruk itu, pada hakikatnya samar sekali, sebab kalau sesuatu tindakan tidak baik, maka buruklah ia. Derajat keburukan itu tidak sama, mungkin ada yang buruk sekali dan mungkin ada juga yang agak buruk, tetapi sebenarnya itu semua adalah buruk karena tidak baik.
Dari uraian diatas dapatlah dikemukakan, bahwa yang dikatakan dengan baik adalah apabila memberikan kenikmatan, kesenangan, kepuasan sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan yang dikatakan buruk apabila dinilai sebaliknya. Dari sini terlihat betapa relatifnya perbedaan baik dengan buruk tersebut.
B.      Ukuran Baik dan Buruk
Dapat di pastikan bahwa sampai kapanpun tidak dicapai kebulatan pendapat tentang  apa sebenarnya pengertian baik dan buruk itu, sebab seperti dikemukakan diatas perbedaan kedua pengertian tersebut sangat relatif dan elastis, bahkan yang baik menurut pandangan seseorang, boleh jadi buruk menurut pandangan orang lain. Dan sebaliknya buruk menurut pandangan seseorang bisa jadi baik menurut pandangan orang lain.
Jelasnya, baik dan buruk itu sifatnya individual akan terpulang kepada orang yang menilainya, kesimpulan ini dikemukakan disebabkan baik dan buruk itu terikat pada ruang dan waktu, sehingga dia tidak berlaku secara universal.
Ada beberapa ajaran yang mengemukakan pandangan tentang baik dan buruk ini, yaitu :
1.      Menurut Ajaran Islam
               Standar baik dan buruk menurut ajaran dienul Islam berbeda dengan ukuran – ukuran lainnya, untuk melihat apakah sesuatu perbuatan itu apakah baik atau buruk  dapat dipegang dari sebuah hadis yang di riwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, “ Sesungguhnya sesuatu perilaku/perbuatan itu tergantung kepada niatnya, dan perilaku/perbuatan itu dinilai berdasarkan niat nya”
               Berdasarkan hadis di atas dapat  dikemukakan bahwa untuk menilai apakah sesuatu perbuatan itu baik atau buruk bukanlah tergantung kepada akibat/hasil perbuatan, akan tetapi dipulangkan/berdasarkan niat dari orang yang melakukan perbuatan tersebut.
               Selain disandarkan pada niat, untuk menilai apakah sesuatu perbuatan itu baik atau buruk, juga harus diperhatikan kriteria “ bagaimana cara melakukan perbuatan itu’.
               Sebab, andai kata pun niat seseorang melakukan perbuatan itu baik, akan tetapi cara melaksanakan perbuatan itu salah, maka perbuatan itu tetap juga digolongkan kepada buruk, karena salah dalam mengaplikasikan niat baik tersebut.
               Penggunaan kriteria “ cara melakukan perbuatan” itu dapat dirujuk kepada ketentuan Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 263 yang artinya : “perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang di iringi dengan sesuatu ( baik berupa perkataan maupun perilaku ) yang menyakitkan perasaan hati si penerima “.
               Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan, bahwa untuk mengukur apakah sesuatu itu dikategorikan kepada perbuatan baik atau perbuatan  buruk adalah didasarkan kepada :
a.      Niat, yaitu sesuatu yang melatar belakangi (  mendorong ) lahirnya sesuatu perbuatan yang sering juga di istilahkan dengan kehendak.
b.      Dalam hal merealisasi kehendak tersebut harus  dilaksanakan dengan cara yang baik.
         Sebagai alat ukur untuk menilai apakah niat dan cara melaksanakan niat tersebut baik atau tidak, di gunakanlah ketentuan – ketentuan yang ada dalam Al-Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW,  hal ini sesuai dengan Hadis Nabi Muhammad SAW yang artinya berbunyi : “ Aku ( Muhammad SAW ) tinggalkan untuk kamu sebagai pusaka ada dua perkara, tidaklah kamu akan tersesat selamanya, andainya kamu tetap  berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitabullah ( Al-Quran ) dan Sunnah Rasulullah SAW ).

2.      Adat Kebiasaan
               Setiap suku atau bangsa di dunia mempunyai adat istiadat yang diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Barang siapa patuh dan taat kepada adat istiadat tersebut maka orang yang bersangkutan dapat dipandang baik, dan sebaliknya bagi siapa yang melanggar adat istiadat tersebut, maka yang bersangkutan di pandang telah berbuat buruk.
               Jadi dapatlah dikatakan bahwa ukuran baik dan buruk itu tergantung kepada kesetiaan dan ketaatan seseorang ( loyal ) terhadap ketentuan adat istiadat.

3.      Kebahagiaan ( Hedonisme )
               Yang menjadi ukuran baik dan buruk menurut paham ini adalah apakah tingkah laku dan perbuatan tersebut melahirkan kebahagiaan dan kenikmatan/kelezatan. Timbul persoalan apakah yang dimaksudkan dengan kebahagiaan itu sifatnya individual atau universal ?
 Untuk menjawab persoalan ini dapat dilihat dari tiga sudut pandang :
a.      Aliran hedonisme individualistis
Aliran ini melihat kebahagiaan yang dimaksudkan di sini adalah kebahagiaan yang bersifat individualis ( egoistik hedonism ) bahwa manusia itu hendaknya harus selalu mencari kebahagiaan diri sepuas – puasnya, dan mengorientasikan seluruh sikap dan perilakunya untuk mencapai kebahagiaan  itu.
Andai seseorang bimbang untuk memastikan suatu pilihan dalam melakukan sesuatu perbuatan, maka hendaklah ia dalam mengambil keputusan mendasarkannya kepada perbuatan manakah yang lebih menimbulkan kenikmatan baginya.
Aliran ini berpendapat, jika suatu keputusan  baik bagi pribadi nya, maka disebutlah baik, dan sebaliknya apabila keputusan itu tidak baik bagi pribadinya, maka itulah yang buruk.
b.      Kebahagiaan rasional ( Rasionalistik Hedonism )
Aliran ini berpendapat, bahwa kebahagiaan atau kelezatan individu itu haruslah berdasarkan pertimbangan akal yang sehat.
c.       Kebahagiaan universal ( Universalistic Hedonism )
Menurut orang yang menganut paham ini bahwa yang menjadi tolak ukur apakah sesuatu perbuatan itu baik dan buruk, adalah mengacu kepada akibat perbuatan itu melahirkan  kesenangan atau kebahagiaan kepada seluruh makhluk. Yang menjadi patokan disini bukanlah kebahagiaan diri sendiri (individual) akan tetapi kebahagiaan setiap orang ( universal ).

4.      Bisikan Hati ( Instuisi )
                                 Yang disebut dengan bisikan hati ( instuisi ) adalah kekuatan batin yang dapat mengidentisifikasi apakah sesuatu perbuatan itu baik atau buruk tanpa terlebih dahulu melihat akibat yang ditimbulkan perbuatan itu.
                                 Pada dasarnya aliran ini merupakan bantahan terhadap aliran hedonisme (menilai dasar akibat yang ditimbulkan perbuatan=kebahagiaan), dan yang menjadi tujuan hidup manusia, menurut aliran ini bukanlah kelezatan atau kenikmatan akan tetapi keutamaan, keunggulan, keistimewaan yang dapat juga di artikan sebagai “kebaikan budi pekerti “.
5.      Evolusi
               Paham ini berpendapat bahwa segala sesuatunya yang ada di alam ini selalu ( secara berangsur – angsur ) mengalami perubahan, yaitu berkembang menuju kearah kesempurnaan. Filsuf Herbert Spencer ( 1820-1903 ) salah seorang ahli filsuf Inggris mengemukakan bahwa perbuatan akhlak itu tumbuh secara sederhana, kemudian dengan berlakunya ( evolusi ) akan menuju kearah cita – cita, dan cita – cita inilah yang dianggap sebagai tujuan.
               Alexander mengadopsi teori Darwin ini kedalam lapangan moral, yang mana beliau mengungkapkan bahwa nilai moral harus selalu berkompetisi dengan nilai yang lainnya, bahkan dengan segala yang ada di alam ini, dan nilai moral yang bertahanlah ( tetap ) yang dikatakan dengan baik, dan nilai – nilai yang tidak bertahan ( kalah dengan perjuangan antar nilai ) di pandang sebagai buruk.

6.      Utilitarisme
               Utilistis dapat diartikan sebagai hal yang berguna/bermanfaat. Dalam aliran atau paham ini ukuran baik dan buruk di dasarkan kepada apakah perbuatan tersebut berguna atau bermanfaat. Penganut paham ini yang terbesar adalah Stuarmill ( 1806-1973 ) berkebangsaan inggris, dia menegaskan bahwa yang terbaik adalah “ the desire to be in unity with our fellowmen “ atau keinginan untuk bersatu dengan sesama manusia.

7.      Paham Eudaemonisme
               Eudaemonisme di ambil  dari istilah Gerika, yaitu “eudaemonia”  dalam bahasa Indonesia di terjemahkan dengan “ kebahagiaan, untuk bahagia “.
               Yang menjadi prinsip pokok paham ini adalah kebahagiaan bagi diri sendiri dan kebahagiaan bagi orang lain. Keberuntungan yang telah diperoleh, maupun yang masih akan diperoleh adalah menjadi objek dari bidang dan kehidupan manusia.
               Menurut Aristoteles untuk mencapai eudaemonia ini diperlukan 4 hal, yaitu:
1.      Kesehatan, kebebasan, kemerdekaan, kekayaan dan kekuasaan.
2.      Kemauan;
3.      Perbuatan baik;
4.      Pengetahuan batiniah.

8.      Aliran Pragmatisme
               Aliran pragmatisme ini menitikberatkan kepada hal-hal yang berguna dari diri sendiri, baik yang bersifat moril maupun materiel. Umumnya penganut paham ini tidak peduli kepada diri orang lain, dia berpedoman kepada hal – hal yang bersifat empiris. Yang menjadi titik berat ajaran ini adalah pengalaman, oleh karena itu pula penganut aliran ini tidak mengenal istilah kebenaran, sebab kebenaran itu sifatnya abstrak dan tidak akan di peroleh dalam dunia empiris.

9.      Aliran Positivisme
               Aliran ini menitikberatkan hal – hal yang positif terhadap etika mereka. Yang menjadi tolak ukur adalah keadaan positif ( tentu; pasti; tegas), yaitu sesuatu yang dapat diraba/dirasakan oleh panca indera.
               Aliran ini memandang agama adalah relatif, sebab apa yang menjadi tujuan beragama tersebut tidak dapat dirasakan langsung oleh panca indera manusia.
August Comte ( 1798 – 1875 ) adalah tokoh penting aliran ini, beliau berupaya keras untuk menemukan persesuaian antara kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat, yang di istilahkannya dengan “ antara egoisme dan altruistis “.
               Dapat dikemukakan bahwa yang menjadi ukuran baik dan buruknya sesuatu itu adalah “ ada tidaknya persesuaian kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat”. Andainya ada persesuaian maka dipandanglah ia baik, dan apabila tidak ada persesuaian maka dipandang lah ia buruk.

10.   Aliran Naturalisme
               Menurut aliran ini, yang menjadi ukuran baik dan buruk itu adalah ; “ apakah sesuai dengan keadaan alam”, apabila alami maka itu dikatakan baik, sedangkan apabila tidak alami di pandang buruk.
               Oleh karena itu pulalah Jean Jack Rousseau ( salah seorang penganut aliran ini ) mengemukakan, bahwa kemajuan, pengetahuan, dan kebudayaan adalah menjadi perusak alam yang utama. Kemajuan kebudayaan itulah yang melahirkan kemewahan, dan kemajuan pengetahuanlah yang merupakan sumber kesusahan orang banyak.

11.  Aliran Vitalisme
               Aliran ini merupakan bantahan terhadap aliran Naturalisme, sebab menurut penganut paham vitalisme ini yang menjadi ukuran bbaik dan buruk itu bukanlah alam, akan tetapi “ vitae “ atau hidup (yang sangat diperlukan untuk hidup). Aliran vitalisme ini dapat dikelompokan kepada :
a.      Vitalisme Pessimistis ( negatif vitalistis )
Menurut aliran ini bahwa manusia yang dilahirkan adalah “celaka”, disebut celaka adalah karena ia dilahirkan dan hidup. Lahir dan hidup manusia tidak ada gunanya, dan paham vitalisme pessimistis yang mengungkapkan “ homo homini lupus”, artinya manusia yang satu adalah merupakan serigala bagi manusia yang lain nya.


b.      Vitalisme Optimisme
         Menurut aliran ini “ hidup atau kehidupan adalah berarti pengorbanan diri, oleh karena itu mereka berpandangan bahwa hidup yang sejati adalah “ kesediaan dan kerelaan untuk melibatkan diri dalam setiap kesusahan”.
         Menurut paham ini yang paling baik ialah segala sesuatu yang menempa kemauan manusia untuk menjadi berkuasa. Menurut mereka gagasan yang paling baik adalah gagasan yang revolusioner, dan gerakan yang mempergunakan kekuatan, yang di istilahkan dengan “ spontan dinamic “ terutama sekali dalam merebut kekuasaan.
         Oleh karena itu menurut penganut aliran ini “ perang adalah halal”, sebab orang yang berperang itulah ( yang menang ) yang akan memegang kekuasaan.
Tokoh terpenting aliran ini adalah F. Niettsche, dia banyak sekali memberikan pengaruh terhadap tokoh revolusioner seperti Hitler. Pada akhir hayatnya Niettsche menjadi seorang yang ateis, dan mati dalam keadaan gila, dan ia pulalah yang memproklamirkan gagasan “ God is dead “. Tuhan itu telah mati, Tuhan itu tidak ada lagi, dan oleh karena itu hendaklah jauhkan diri ( putuskan hubungan dengan Tuhan.

12.  Aliran Gessingnungsethik
               Aliran ini diprekarsai oleh Albert Schweitzer, beliau adalah ahli Teolog, musik, medik, filsuf, dan etika. Yang terpenting menurut ajaran ini adalah “ penghormatan akan kehidupan”, yaitu sedapat mungkin setiap makhluk harus saling menolong dan berlaku baik. Ukuran kebaikan menurut pandangan aliran ini adalah pemeliharaan akan kehidupan, dan yang buruk adalah setiap usaha yang berakibat kebinasaan dan menghalang-halangi hidup.
Lebih lanjut aliran ini menekankan :
a.      Jangan hanya mengemukakan teori tentang kehidupan dan terhadap hidup, karena kalau hanya dengan teori tidak akan dapat menyelesaikan persoalan, terima kenyataan dengan senang hati, dan juga harus berani berhadapan dengan kenyataan hidup dan sangat menentang sekali keputusasaan.
b.      Bukan teori hidup yang memperbaiki kehidupan, akan tetapi usaha untuk hidup.
c.       Tanggung jawab manusia bukan hanya kepada manusia belaka, akan tetapi juga ikut bertanggung jawab terhadap kehidupan makhluk – makhluk lainnya. Oleh karena itu manusia tidak dibenarkan untuk memakan daging sebab dengan memakan daging samalah halnya dengan membunuh binatang.
d.      Aliran ini juga sangat menghormati hidup ( hidup universum ), sebab dengan memelihara hidup sama artinya dengan memelihara dan memperbaiki orang lain, dengan demikian otomatis akan lahirlah persatuan dengan hidup yang universum.

13.  Aliran Idealisme
               Istilah idealisme berasal dari bahasa Gerika ( Yunani ), yaitu dari kata “idea“, yang secara etimologis berarti; akal, pikiran, atau sesuatu yang hadir dalam pikiran, atau dapat juga disebut sesuatu bentuk yang masih ada dalam alam pikiran manusia. Pada pokoknya aliran ini sangat mementingkan eksistensi akal pikiran manusia, sebab akal pikiran manusia inilah yang menjadi sumber ide.
               Hal – hal yang terpenting dari aliran ini adalah :
a.      Yang paling fundamental dan lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan hal – hal yang lainnya ( bahkan dari materi sekalipun ) adalah akal pikiran.
b.      Menolak pendapat yang mengemukakan bahwa akal pikiran yang bersumber dari materi, dan mereka berpendapat bahwa materi itulah yang berasal dari alam pikiran.
         Lebih lanjut aliran ini berpendapat, bahwa segala yang ada hanyalah yang tiada, sebab yang ada itu hanya gambaran/perwujudan dari alam pikiran (bersifat tiruan), sebaik apapun suatu tiruan tentunya tidak akan seindah aslinya ( ide ). Dengan demikian yang baik itu hanya apa yang ada di dalam ide itu sendiri.

14.  Aliran Eksistensialisme
               Aliran ini berpandangan bahwa eksistensi ( keberadaan ) di atas dunia selalu terkait pada keputusan – keputusan individu, maksudnya individu itulah yang menetapkan keberadaannya yang berwujud keputusan, andaikan individu itu tidak mengambil suatu keputusan maka pastilah tidak ada yang terjadi.
               Dari uraian diatas dapatlah dikemukakan bahwa individu – individu yang ada sangat menentukan terhadap sesuatu yang baik, terutama sekali bagi kepentingan dirinya. Adapun yang menjadi ukuran baik dan buruk menurut paham ini adalah “ Truth is subjectivity “  atau kebenaran terletak pada pribadi, dengan sendirinya apabila keputusan itu baik bagi pribadinya, maka disebutlah baik, dan sebaliknya apabila keputusan itu tidak baik bagi pribadinya, maka itulah yang buruk.

15.  Aliran Marxisme
               Ajaran ini didasarkan atas Dialectical Materialisme, yaitu segala sesuatu yang ada dikuasai oleh keadaan material, dan keadaan material pun juga harus mengikuti jalan dialektika itu.
               Orang – orang yang bersifat materialis memandang bahwa jalan revolusi selalu disejajarkan dengan jalan reaksi dengan tujuan untuk mengejar masyarakat yang setaraf dan bebas, aliran ini memegang motto “ segala sesuatu jalan dapatlah dibenarkan, asalkan saja jalan dapat ditempuh untuk mencapai sesuatu tujuan”.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa apa pun dapat dipandang  baik asalkan ia dapat menyampaikan/menghantar kepada tujuan.



16.  Aliran Komunisme
               Etika komunisme pada hakikatnya adalah merupakan teori pengetahuan dan ekonomi, yaitu teori tentang ilmu filsafat ( ilmu pengetahuan ) yang didalamnya juga memuat permasalahan – permasalahan ekonomi.
Pencetus aliran ini adalah Karl Marx, yang mana di dalam pikiran – pikiran nya selalu mendasarkannya kepada materi yang bersifat riil. Karl Marx berpendapat bahwa, selain memperjuangkan ide – ide, maka manusia itu juga harus aktif untuk membentuk suatu kekuatan, untuk membentuk suatu kekuatan massa harus ikut aktif dalam sistem politik, dan ia sangat benci terhadap orang – orang yang ingin mempertahankan sistem teori politik.
               Hasil ajaran Karl Marx ini terlihat nyata, yang mana orang – orang adalah termasuk orang – orang yang penuh dengan aktivis, setiap orang ikut terlibat langsung dalam perjuangan politik.
Penganut aliran ini adalah termasuk orang – orang yang devitionist, yaitu orang – orang yang dapat mengubah tujuan dari tujuan semula, dan mengalihkan haluan kepada tujuan yang lain.
               Akibat paham yang demikian ini, maka tidaklah mengherankan kalau pada masa belakangan ini, aliran komunis itu mempunyai corak yang beragam, sebab mereka ( penganutnya ) dapat saja mengubah suatu tujuan kepada tujuan yang lain. Akibatnya timbullah bermacam – macam aliran komunisme di dunia.