Selasa, 06 November 2012

PENGANTAR PERPAJAKAN



A.     Dasar – Dasar Perpajakan
1.      Definisi dan Unsur – unsur Pajak
            Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat  Soemitro.SH ialah :
            Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang – undang ( yang dapat dipaksakan ) dengan tiada mendapat jasa timbal ( kontraprestasi ) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
            Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur – unsur :
1.      Iuran dari rakyat kepada negara
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang bukan barang
2.      Berdasarkan Undang – undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang – undang serta aturan pelaksanaannya
3.      Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh Pemerintah
4.      Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran – pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

B.      Fungsi Pajak
            Ada dua fungsi pajak, yaitu :
1.      Fungsi budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi Pemerintah untuk membiayai pengeluaran – pengeluarannya.
2.      Fungsi mengatur ( regulerend )
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Contoh pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras.
C.      Syarat Pemungutan Pajak
            Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1.      Pemungutan pajak harus adil ( syarat keadilan )
Adil dalam perundang – undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing – masing.
2.      Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang – undang ( syarat yuridis )
Pajak di atur di dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 2.
3.      Tidak mengganggu perekonomian ( syarat ekonomis )
Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan.
4.      Pemungutan pajak harus efisien ( syarat finansiil )
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5.      Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
D.     Teori – Teori Pemungutan Pajak
1.      Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak – hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
2.      Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan ( misalnya perlindungan ) masing – masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
3.      Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing – masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan, yaitu :
a.      Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang
b.      Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.


4.      Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai  suatu kewajiban
5.      Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali kemasyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.
E.      Kedudukan Hukum Pajak
            Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro,SH, mengemukakan bahwa hukum pajak mempunyai kedudukan di antara hukum – hukum sebagai berikut :
1.      Hukum Perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya
2.      Hukum Publik, mengatur hubungan antara Pemerintah dengan rakyatnya. Hukum ini dapat dirinci lagi sebagai berikut :
§  Hukum Tata Negara
§  Hukum Tata Usaha ( Hukum Administratif )
§  Hukum Pajak
§  Hukum Pidana
                        Dengan demikian kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik.

F.       Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formil
                        Hukum pajak mengatur hubungan antara Pemerintah ( fiscus ) selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak. Ada 2 macam hukum pajak, yakni :
1.      Hukum pajak materiil, memuat norma – norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak ( objek pajak ), siapa yang dikenakan pajak ( subjek ), berapa besar pajak yang dikenakan ( tarif ), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara Pemerintah dan Wajib pajak.
Contoh :  Undang – undang Pajak Penghasilan
2.      Hukum pajak formil, memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan ( cara melaksanakan hukum pajak materiil ). Hukum ini memuat antara lain :
a.      Tata cara penyelenggaraan ( prosedur ) penetapan suatu utang pajak.
b.      Hak – hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para wajib pajak mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak.
c.       Kewajiban wajib pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan, dan hak – hak wajib pajak misalnya mengajukan keberatan dan banding.
Contoh : Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
G.     Pengelompokan Pajak
1.      Menurut golongannya
a)   Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan
b)      Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak pertambahan nilai
2.      Menurut sifatnya
a)     Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh : Pajak penghasilan
b)     Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh : pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.
3.      Menurut lembaga pemungutnya
a)     Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
b)     Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
H.     Tata Cara Pemungutan Pajak
1.      Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :
a.      Stelsel nyata ( riel stelsel )
Pengenaan pajak didasarkan pada objek ( penghasilan yang nyata ), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode ( setelah penghasilan riil diketahui ).
b.      Stelsel anggapan ( fictieve stelsel )
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh Undang – undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama satu tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
c.      Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka waijib pajak harus menambah. Sebaliknya jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.
2.      Asas Pemungutan Pajak
a.      Asas domisili ( asas tempat tinggal )
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.
b.      Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.

c.      Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
3.      Sistem Pemungutan Pajak
a.      Official Assessment system
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah ( fiscus ) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Ciri – cirinya :
1)      Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus
2)      Wajib pajak bersifat pasif
3)      Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b.      Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri – cirinya :
1)      Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri.
2)      Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang
3)      Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi
c.      With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga ( bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan ) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Ciri –cirinnya :
1)      Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.
I.        Timbul dan Hapusnya Utang Pajak
Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak :
1)      Ajaran Formil
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official assessment system.
2)      Ajaran Materiil
Utang pajak timbul karena berlakunya Undang – undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system.
Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal :
1.      Pembayaran;
2.      Kompensasi;
3.      Daluwarsa;
4.      Pembebasan dan penghapusan.
J.        Hambatan Pemungutan Pajak
Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokan menjadi :
1.      Perlawanan pasif
Masyarakat enggan ( pasif ) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain :
a.      Perkembangan intelektual dan moral masyarakat
b.      Sistem perpajakan yang ( mungkin ) sulit dipahami masyarakat
c.      Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2.      Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
Bentuknya antara lain :
a.      Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar Undang – undang
b.      Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar Undang – undang ( menggelapkan pajak ).
K.      Tarif Pajak
Ada 4 macam tarif pajak :
1.      Tarif sebanding/proporsional
Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
Contoh :
Untuk penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan pajak pertambahan nilai sebesar 10%.
2.      Tarif tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap ( sama ) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
Contoh :
Besarnya tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp.3000.00-
3.      Tarif progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
Contoh :
Pasal 17 Undang – undang Pajak Penghasilan untuk wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp.50.000.000.00
5 %
Di atas Rp. 50.000.000.00 s.d Rp.250.000.000.00
15 %
Di atas Rp. 250.000.000.00 s.d 500.000.000.00
25%
Di atas Rp. 500.000.000.00
30 %

Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progresif dibagi :
a.      Tarif progresif progresif : kenaikan persentase semakin besar
b.      Tarif progresif tetap : kenaikan persentase tetap
c.      Tarif progresif degresif : kenaikan persentase semakin kecil.
4.      Tarif degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar