Tampilkan postingan dengan label Hukum Pajak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hukum Pajak. Tampilkan semua postingan

Senin, 14 Januari 2013

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN



A. Subyek Pajak

Yang menjadi Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/ atau bangunan. Subyek Pajak sebagaimana tersebut di atas yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-Undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

B. Obyek Pajak

Yang menjadi Obyek Pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan bangunan meliputi:

1. Pemindahan hak karena:

a. jual beli;

b. tukar-menukar;

c. hibah;

d. hibah wasiat;

e. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;

f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;

g. penunjukan pembeli dalam lelang;

h. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;

i. hadiah.

2. Pemberian hak baru karena:

a. kelanjutan dari pelepasan hak;

b. di luar pelepasan hak;

c. hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan.

C. Obyek Pajak yang Tidak Dikenakan Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah :

1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan perlakuan timbal balik;

2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;

3. Badan atau perwakilan organisasai internasional yang ditetapkan oleh Menteri;

4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;

5. Karena wakaf;

6. Karena warisan;

7. Digunakan untuk kepentingan ibadah.

D. Subyek Pajak

Adalah orang pribadi atau badan hukum yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subyek pajak yang dikenakan kewajiban menjadi Wajib Pajak menurut UU.

E. Dasar Pengenaan Pajak

Dasar pengenaan pajak adalah NPOP (Nilai Perolehan Obyek Pajak)

NPOP untuk berbagai jenis perolehan objek pajak ditentukan sebagai berikut:

a. Jual Beli adalah Harga Transaksi

b. Tukar Menukar adalah Nilai pasar

c. Hibah adalah Nilai Pasar

d. Hibah wasiat adalah Nilai Pasar.

e. Waris adalah Nilai Pasar.

f. Pemasukan dalam perseroan/badan hukum lainnya adalah Nilai Pasar.

g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah Nilai Pasar.

Apabila NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, maka dasar pengenaan BPHTB adalah NJOP PBB

F. Tarif Pajak

Tarif pajak yang dikenakan atas obyek pajak adalah tarif tunggal sebesar 5 %.

G. NPOP Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)

Ditetapkan secara regional paling banyak Rp. 60.000.000,00 kecuali dalam hak perolehan karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajad ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, NPOPTKP ditetapkan paling banyak Rp. 300.000.000,-

H. Cara Perhitungan Pajak

Besarnya Pajak terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak 5% dengan Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak (NPOPKP). Besarnya NPOPTKP adalah NPOP – NPOPTKP apabila NPOP lebih rendah dari NJOP PBB tahun terjadinnya transaksi, atau bila NPOP tidak diketahui, maka dasar pajaknya adalah NJOP PBB.


BPHTB = (NPOP – NPOPTKP) x Tarif

BPHTB = NPOPKP x Tarif

Atau

Bila NJOP digunakan sebagai dasar pengenaan :


BPHTB = (NJOP – NPOPTKP) x Tarif

BPHTB = NPOPKP x Tarif


Peraturan Pelaksanaan tentang tata cara Pengenaan BPHTB :

1. PP RI No. 111 tahun 2000 tentang pengenaan BPHTB karena waris dan Hibah wasiat, bahwa ;
BPHTB yang terhutang atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terhutang.
Saat terhutangnya pajak sejak yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor pertanian Kabupaten/Kota.

2. Peraturan pemerintah No. 112 tahun 2000 tentang pengenaan BPHTB karena pemberian Hak pengelolaan, bahwa :
Penerima Hak pengelolaan oleh departemen, lembaga departemen, lembaga Pemerinta, Non departemen, Pemda Propinsi, Pemda Kab/Kota, lembaga pemerintah lainnya, Perum perumnas ditetapkan sebesar 0%.
Penerima Hak pengelolaan selain yang disebutkan diatas ditetapkan sebesar 50%.

3. PP RI No. 113 tahun 2000 tentang penentuan besarnya NPOP TKP BPHTB, bahwa :
NPOP TKP ditetapkan secara regonal paling banyak Rp. 60.000.000,- kecuali dalam hal perolehan hak karena waris atau hibab wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam keturunan garis lurus satu derajat ke atas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibab wasiat, termasuk suami, istri, ditetapkan secara regional paling banyak Rp.300.000.000,-
Besarnya NPOP TKP ditetapkan oleh mentri keuangan untuk setiap kabupaten/kota dengan mempehatikan usulan pemerintah Daerah. NPOP TKP tersebut dapat diubah dengan mempertimbangkan perkembangan perekonomian regional.


Contoh
Wajib Pajak A membeli sebidang tanah di Kota Malang seharga Rp. 100 juta, NJOP PBB pada tahun terjadinya transaksi adalah Rp.95 juta. Jika NJOPTKP kota Malang atas transaksi tersebut sebesar Rp. 60 juta, maka tentukan BPHTB yang terutang atas perolehan hak Tersebut !

Jawab :

NPOP           = Rp. 100.000.000,-

NPOPTKP    = Rp. 60.000.000,-

NPOPKP      = Rp. 40.000.000,-

BPHTB = (NPOP – NPOPTKP) x Tarif

BPHTB = NPOPKP x Tarif



BPHTB Terhutang = (100.000.000 – 60.000.000) x 5%

= Rp. 40.000.000 x 5%

= Rp. 2.000.000,-

Contoh 2
Seorang anak memperoleh warisan dari ayahnya dengan nilai pasar Rp. 500.000.000,- NJOP yang tercantum dalam SPPT Rp. 800.000.000,-. NPOP TKP Rp. 300.000.000,- Berapa Besarnya BPHTB nya?

Jawab :

NPOP                  = Rp. 800.000.000,-

NPOP TKP         = Rp. 300.000.000,-

NPOP KP           = Rp. 500.000.000,-

BPHTB yang seharusnya terhutang = 5% x Rp. 500.000.000 = Rp. 25.000.000,-

BPHTB Terhutang = 50% x Rp. 25.000.000,- = Rp. 12.500.000,-

Pajak Bumi dan Bangunan



A. DASAR HUKUM DAN ASAS

Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang – undang Nomor 12 tahun 1994. Sedangkan asas dari Pajak Bumi dan Bangunan adalah :

1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan

2. Adanya kepastian hukum

3. Mudah dimengerti dan adil

4. Menghindari pajak berganda.


B. NILAI JUAL OBJEK PAJAK

Nilai Jual Objek Pajak ( NJOP ) adalah harga rata – rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak Pengganti.

Besarnya NJOP ditentukan berdasarkan klasifikasi :

1. Objek pajak sektor Pedesaan dan Perkotaan

2. Objek pajak sektor perkebunan

3. Objek pajak sektor kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan, Hak Perusahaan Hasil Hutan, Izin Pemanfaatan Kayu serta Izin Sah lainnya selain Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri

4. Objek pajak sektor Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri

5. Objek pajak sektor pertambangan minyak dan gas bumi

6. Objek pajak sektor pertambangan energi panas bumi

7. Objek pajak sektor pertambangan Non Migas selain pertambangan energi panas bumi dan Galian C

8. Objek pajak sektor Pertambangan Non Migas galian C

9. Objek pajak sektor pertambangan yang dikelola berdasarkan Kontrak Karya atau Kontrak Kerjasama

10. Objek pajak usaha bidang perikanan laut

11. Objek pajak usaha bidang perikanan darat

12. Objek pajak yang bersifat khusus.

C. OBJEK PAJAK

Yang dimaksud objek pajak adalah bumi dan atau bangunan.

Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhatikan faktor – faktor sebagai berikut :

a. Letak

b. Peruntukan

c. Pemanfaatan

d. Kondisi lingkungan dan lain – lain

Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor – faktor sbb :

a. Bahan yang digunakan

b. Rekayasa

c. Letak

d. Kondisi lingkungan dan lain – lain.

Pengecualian obejk pajak adalah sebagai berikut :

a. Digunakan semata – mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk mencari keuntungan, antara lain :

1. Di bidang ibadah, contoh masjid, gereja, vihara

2. Di bidang kesehatan, contoh rumah sakit

3. Di bidang pendidikan, contoh madrasah, pesantren

4. Di bidang sosial, contoh panti asuhan

5. Di bidang kebudayaan nasional, contoh museum, candi.

b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu

c. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak

d. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik

e. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Besarnya Nilai jual objek pajak tidak kena pajak ( NJOPTKP ) ditetapkan untuk masing – masing Kabupaten/Kota dengan besar stinggi – tingginya Rp.12.000.000.00 untuk setiap wajib pajak. Apabila seorang wajib pajak mempunyai beberapa objek pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu objek pajak yang nilainya terbesar, sedangkan objek pajak lainnya tetap dikenakan secara penuh tanpa dikurangi NJOPTKP.

Contoh :

a. Seorang wajib pajak mempunyai objek pajak berupa bumi dengan nilai Rp.4000.000.00 dan besarnya NJOPTKP untuk objek pajak wilayah tersebut adalah Rp.6000.000.00. karena NJOP berada di bawah batas NJOPTKP ( Rp.6000.000.00 ), maka objek pajak tersebut tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.

b. Seorang wajib pajak mempunyai objek pajak berupa bumi dan bangunan di Desa A dan Desa B dengan nilai sebagai berikut :

Desa A

NJOP Bumi                             Rp.13.000.000.00

NJOP Bangunan                       Rp. 9.000.000.00

Desa B

NJOP Bumi                              Rp. 8.000.000.00

NJOP Bangunan                       Rp. 10.000.000.00

Dan NJOPTKP untuk objek pajak wilayah tersebut adalah Rp.10.000.000.00.

Dengan data tersebut di atas, maka NJOP untuk perhitungan PBB nya sbb:

Langkah pertama adalah mencari NJOP dari dua desa terebut yang mempunyai nilai paling besar, yaitu Desa A. Maka NJOP untuk perhitungan PBB adalah :

NJOP Bumi                                         Rp.13.000.000.00

NJOP Bangunan                                  Rp.9.000.000.00

NJOP sebagai dasar pengenaan PBB   Rp.22.000.000.00

NJOPTKP                                           Rp. 10.000.000.00

NJOP untuk penghitungan PBB            Rp. 12.000.000.00


Kemudian untuk Desa B :

NJOP untuk penghitungan PBB:

NJOP Bumi                                            Rp. 8.000.000.00

NJOP Bangunan                                    Rp. 10.000.000.00

NJOP sebagai dasar pengenaan PBB       Rp.18.000.000.00

NJOPTKP                                                               0,00

NJOP untuk penghitungan PBB                Rp. 18.000.000.00


D. SUBJEK PAJAK

Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan demikian tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak.

E. TARIF PAJAK

Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5%.

Dalam menetapkan nilai jual, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat Gubernur/Bupati/Walikota ( Pemerintah Daerah ) setempat serta memperhatikan asas Self Assessment. Yang dimaksud assessment value adalah nilai jual yang dipergunakan sebagai dasar penghitungan pajak, yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya.

Contoh :

1. Nilai jual suatu objek pajak sebesar Rp.2.000.000.00, persentase misalnya 20%, maka besarnya = 20% x Rp.2.000.000.00 = Rp. 400.000.00

Untuk menentukan besarnya NJKP, maka telah ditetapkan persentase sbb :

1. Sebesar 40% dari NJOP untuk :

a. Objek pajak perkebunan

b. Objek pajak kehutanan

c. Objek pajak lainnya, yang wajib pajaknya perorangan dengan NJOP atas bumi dan bangunan sama atau lebih besar dari Rp.1.000.000.000.00

2. Sebesar 20% dari NJOP untuk :

a. Objek pajak pertambangan

b. Objek pajak lainnya yang NJOP nya kurang dari Rp.1.000.000.000.00


F. CARA MENGHITUNG PAJAK


Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif Pajak x NJKP

           = 0,5 % x [ Persentase NJKP x ( NJOP – NJOPTKP ) ]


Contoh :

Wajib pajak A mempunyai sebidang tanah dan bangunan yang NJOP nya Rp.20.000.000.00 dan NJOPTKP untuk daerah tersebut Rp.12.000.000.00, maka besarnya pajak yang terutang adalah :

= 0,5 % x 20 % x ( Rp.20.000.000.00 – Rp.12.000.000.00 )

= Rp. 8.000.00

Minggu, 13 Januari 2013

BEA MATERAI



Bea materai adalah pajak atas dokumen. Sedangkan dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan, atau kenyataan bagi seseorang dan atau pihak – pihak yang berkepentingan.

A. DASAR HUKUM

Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Materai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Materai.

B. PRINSIP UMUM PEMUNGUTAN ATAU PENGENAAN BEA MATERAI

1. Bea materai dikenakan atas dokumen ( merupakan pajak atas dokumen )

2. Satu dokumen hanya terutang satu Bea materai

3. Rangkap/tindasan ( yang ikut ditandatangani ) terutang Bea materai sama dengan aslinya.

C. TARIF BEA MATERAI Rp.6000.00 DIKENAKAN ATAS DOKUMEN

1. a. Surat perjanjian dan surat – surat lainnya ( antara lain : surat kuasa, surat hibah, dan surat pernyataan ) yang dibuat dengan tujuan digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.

a. Akta – akta Notaris termasuk salinannya

b. Akta – akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT ) termasuk rangkap – rangkapnya.

c. Surat yang memuat jumlah yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp.1000.000.00 :

§ Yang menyebutkan penerimaan uang

§ Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank

§ Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank

§ Yang berisi pengakuan bahwa utang uang sebagian atau seluruhnya telah dilunasi atau diperhitungkan.

d. Surat – surat berharga seperti : wesel, promes, dan askep yang harga nominalnya lebih dari Rp. 1000.000.00

e. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp.1000.000.00

2. Dokumen – dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian dimuka pengadilan :

a. Surat – surat biasa dan surat – surat kerumahtanggaan

b. Surat – surat yang semula tidak dikenakan Bea materai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan untuk orang lain, lain dari maksud semula.

D. TARIF BEA MATERAI Rp.3000.00 DIKENAKAN ATAS DOKUMEN

1. Surat yang memuat jumlah uang yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp.250.000.00 tetapi tidak lebih dari Rp.1000.000.00

Ø Yang menyebutkan penerimaan uang

Ø Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank

Ø Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank

Ø Yang berisi pengakuan bahwa utang uang sebagian atau seluruhnya telah dilunasi atau diperhitungkan.

2. Surat – surat berharga seperti : wesel, promes dan askep yang harga nominalnya lebih dari Rp.250.000.00 tetapi tidak lebih dari Rp.1000.000.00

3. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp.250.000.00 tetapi tidak lebih dari Rp.1000.000.00

4. Cek dan bilyet giro dengan harga nominal berapapun.

E. YANG TIDAK DIKENAKAN BEA MATERAI

1. Dokumen yang berupa :

a. Surat penyimpanan barang

b. Konosemen

c. Surat angkutan penumpang dan barang

d. Keterangan pemindahanyang dituliskan di atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c

e. Pembuktian pengiriman dan penerimaan barang

f. Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim

g. Surat – surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat – surat tersebut di atas.

2. Segala bentuk ijasah. Yang termasuk dalam pengertian ini adalah Surat Tanda Tamat Belajar ( STTB ), tanda lulus, surat keterangan telah mengikuti suatu pendidikan, latihan, kursus, dan penataran.

3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat – surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.

4. Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah, dan bank

5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari kas negara, kas pemerintah daerah, dan bank

6. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi

7. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan – badan lainnya yang bergerak dibidang tersebut

8. Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian

9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apapun.















PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA SERTA PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH



Apabila dilihat dari sejarahnya, Pajak Pertambahan Nilai merupakan pengganti dari Pajak Penjualan. Alasan pengganti ini karena Pajak Penjualan dirasa sudah tidak lagi memadai untuk menampung kegiatan masyarakat dan belum mencapai sasaran kebutuhan pembangunan, antara lain untuk meningkatkan penerimaan negara, mendorong ekspor, dan pemerataan pembebanan pajak.

A. DASAR HUKUM

Diatur dengan Undang – undang Nomor 42 tahun 2009.

B. OBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PPn dikenakan atas :

1. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Syarat – syarat nya adalah :

§ Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP;

§ Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak berwujud;

§ Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;

§ Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

2. Impor BKP;

3. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Syarat – syaratnya adalah :

§ Jasa yang diserahkan merupakan JKP;

§ Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;

§ Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

6. Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;

7. Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;

8. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain;

9. Penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yang pajak masukannya tidak dapat dikreditkan.

C. PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ( PPn BM )

Dengan pertimbangan bahwa :

1) Perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi,

2) Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BKP yang tergolong mewah,

3) Perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional,

4) Perlu untuk mengamankan penerimaan negara.

Batasan suatu barang termasuk BKP yang tergolong Mewah adalah :

1) Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok;

2) Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu;

3) Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; dan/atau ;

4) Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukan status.

1. DASAR PENGENAAN PAJAK

Untuk menghitung besarnya pajak ( PPn dan PPn BM ) yang terutang perlu adanya Dasar Pengenaan Pajak ( DPP ). Yang menjadi DPP Adalah :

a. Harga jual

b. Penggantian

c. Nilai impor

d. Nilai ekspor

e. Nilai lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

2. TARIF

a. Tarif Pajak Pertambahan Nilai

Tarif PPn yang berlaku saat ini adalah 10%. Sedangkan tarif PPn sebesar 0% diterapkan atas :

1). Ekspor BKP Berwujud;

2). Ekspor BKP Tidak Berwujud;

3). Ekspor JKP.

b. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

Paling rendah 10% dan paling tinggi 200%.

3. CARA MENGHITUNG PPN

PPN = Dasar Pengenaan Pajak X Tarif Pajak


Contoh :

Pengusaha kena pajak “A” menjual Tunai BKP kepada Pengusaha Kena Pajak “B” dengan harga jual Rp. 25.000.000.00-.PPN Terutang:

10% x Rp.25.000.000.00 = Rp. 2.500.000.00

PPN sebesar Rp.2.500.000.00- tersebut merupakan Pajak Keluaran, yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”. Sedangkan bagi Pengusaha Kena Pajak “B” PPN tersebut merupakan Pajak Masukan.

4. CARA MENGHITUNG PPn BM

PPN BM = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak

Contoh :

PKP “ABC” sebagai pabrikan menyerahkan barang hasil produksinya dengan harga jual Rp. 10.000.000.00-. Barang tersebut merupakan BKP yang tergolong mewah dengan tarif PPn BM sebesar 40%. Penghitungan pajak yang harus dipungut adalah sebagai berikut :

PPN = 10% X Rp. 10.000.000.00-       = Rp. 1000.000.00-

PPn BM = 40% X Rp. 10.000.000.00- = Rp. 4.000.000.00-