PENGECUALIAN PENERAPAN UNDANG – UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT TERHADAP PERJANJIAN YANG BERKAITAN DENGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
A s h i b l y
Abstract
One of the excluded is concerning agreements relating to intellectual property rights (IPR), as expressed in Article 50 point b that is exempt from the provisions of Law No. 5 of 1999 is: "The agreement relating to intellectual property rights such as licenses , patents, trademarks, copyrights, industrial designs, integrated electronic circuits, and trade secrets, as well as an agreement relating to the franchise ".
Key Word : Antitrust Exemption
I. LATAR BELAKANG
Pembangunan ekonomi pada pembangunan jangka panjang pertama telah menghasilkan banyak kemajuan, antara lain dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat. Meskipun telah banyak kemajuan yang dicapai selama pembangunan jangka panjang pertama, yang ditunjukan oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi masih banyak pula tantangan atau persoalan, khususnya dalam pembangunan ekonomi yang belum terpecahkan, seiring dengan adanya kecenderungan globalisasi perekonomian serta dinamika dan perkembangan usaha swasta sejak awal tahun 1990an ( Destivano Wibiwo dan Harjon Sinaga, 2005 : 146).
Dalam dasawarsa terakhir, seiring dengan perdagangan bebas dan globalisasi informasi dan komunikasi, tak pelak lagi issue keberadaan sistem hukum Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut “HKI”) yang berkaitan erat dengan perkembangan teknologi dan pertumbuhan industri dan kelancaran perdagangan dunia merupakan suatu permasalahan yang teramat penting yang eksistensinya telah diakui secara global (Siti Anisah, 2010 :39).
Pada sisi lain, rezim hukum persaingan usaha berbicara tentang perlindungan terhadap iklim berkompetisi yang fair guna terbukanya peluang ekonomi, inovasi, dan kesempatan berusaha bagi semua pihak.
Rezim hukum HKI adalah landasan hukum yang memberikan hak eksklusif bagi pemegang haknya untuk mengeksploitasi sendiri dan melarang pihak lain untuk mengekploitasi objek HKI yang dimilikinya. Hak eksklusif tersebut sering dimaknai oleh sebagian orang sebagai suatu bentuk hak untuk melakukan monopoli. Dalam hukum persaingan usaha, monopoli harus diartikan sebagai penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
Pengertian tersebut berbeda dengan “praktek monopoli” yang harus diartikan sebagai pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Hukum persaingan usaha secara jelas mengatur bahwa kegiatan monopoli bukanlah suatu hal yang dilarang dan yang dilarang adalah praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
Gagasan untuk menerapkan Undang – undang Antimonopoli ( UUA) dan mengharamkan kegiatan pengusaha yang curang telah dimulai sejak 50 (lima puluh) tahun sebelum masehi ( Insan Budi Maulana, 2000 : 239 ).
Bahkan dalam Al-Qur’an prinsip - prinsip perilaku pengusaha yang harus bersikap jujur dan mencegah persaingan curang juga diatur. Umpamanya, Allah berfirman :Tegakkanlah timbangan itu dengan adil, dan janganlah kamu mengurangi timbangan ( Ar-Rahman [55] : 9. Dalam ayat lain, Allah pun berfirman : Hai kaumku ! Cukupkanlah sukatan dan timbangan dengan lurus, dan janganlah kamu kurangi hak – hak manusia dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi dengan membuat bencana (Hud [11]: 85)
Pemikiran untuk memiliki dan menerapkan Undang – undang Antimonopoli (UUA) sebenarnya, telah dimulai ketika Indonesia menerapkan Undang - undang No.5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. Pasal 7 ayat ( 2 ) dan ayat ( 3 ) menyatakan bahwa Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan terhadap industri untuk menciptakan persaingan yang baik dan sehat serta mencegah persaingan yang tidak jujur, mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.
Undang – undang No. 5 Tahun 1999 ini lahir dalam ephoria reformasi yang anti monopoli. Tujuan Undang – undang ini, seperti dimana – mana saja, untuk memelihara proses persaingan. Selain efisiensi ekonomi, tujuan lainnya melindungi usaha kecil, memelihara keadilan dan kejujuran. KPPU bertugas mengawasi jalan nya Undang – undang ini ( Erman Rajagukguk, 2010 : 8 ).
Pemberlakuan Undang - undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat untuk kalangan pelaku usaha ternyata tidak bersifat memaksa. Hal ini dapat terlihat dalam Pasal 50 yang memuat pengecualian - pengecualian pemberlakukan Undang - undang tersebut. Adapun pengecualian (Exemption) dalam ketentuan tersebut adalah berkaitan dengan sejumlah perjanjian atau perbuatan.
Salah satu perjanjian atau perbuatan yang dikecualikan berdasarkan ketentuan Pasal 50 Undang - undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak sehat adalah perjanjian yang berkaitan dengan dengan Hak atas Kekayaan Intelektual seperti Lisensi, Paten, Merek dagang, Hak cipta, Desain Produk Industri, Rangkaian Elektronika terpadu dan Rahasia Dagang serta Perjanjian yang berkaitan dengan Waralaba.
Secara tersurat Undang - undang memang mengatur pengecualian larangan monopoli berkaitan perjanjian hak kekayaan intelektual tersebut namun detail serta teknis perjanjian Hak atas kekayaan intelektual yang bagaimanakah yang dikecualikan dalam Undang-undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak sehat. Oleh Karena itu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai suatu lembaga independen yang bertugas mengawasi pelaksanaan Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tersebut, mengeluarkan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia No. 2 Tahun 2009 tentang Pengecualian penerapan Undang -undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terhadap perjanjian yang berkaitan dengan Hak atas Kekayaan Intelektual yang bertujuan memberikan pedoman yang jelas tentang perjanjian yang berkaitan dengan Hak atas kekayaan intelektual yang bagaimanakah yang di kecualikan oleh Undang-undang No.5 Tahun 1999.
II. PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas maka akan dibahas tentang perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual yang bagaimanakah yang di kecualikan oleh Undang - undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat Terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual?
III. PEMBAHASAN
Pengecualiaan penerapan Undang - undang No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terhadap perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual yang dibentuk oleh KPPU sebagai tindak lanjut Pasal 50 butir b Undang - undang No 5 Tahun 1999.
Istilah Monopoli berasal dari kata Yunani yakni Monos dan Polein yang dapat diartikan sebagai Penjual Tunggal ataupun Penjual sendiri. Disamping istilah monopoli, di USA sering digunakan “antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau “dominasi” yang dipakai oleh masyarakat Eropa yang juga sepadan dengan istilah ”monopoli”. (Munir Fuadi : 4 )
Pengertian monopoli menurut Black Law Dictionary adalah Monopoly is a privilege or peculiar advantage vested in one or more persons or companies consisting in the exclusive right ( or power ) to carry on a particular business or trade, manufacture a particular article, or control the sale of the whole supply of a particular commodity. A form of market structure in which one or only a few dominate the total sales of product or service ( Mustafa Kamal Rokan, 2010: 7 ).
Di Indonesia, Monopoli ini diartikan sebagai penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Pengertian monopoli tersebut dibedakan dengan Pengertian praktek monopoli sebagaimana disebutkan pada Pasal 1 butir 2 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 sebagai pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Hal tersebut menurut Pasal 17 Undang - undang tersebut adalah dilarang sebagaimana disebutkan:
(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. barang atau jasa yang bersangkutan belum ada subsitusinya; atau
b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
c. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Namun ternyata tidak semua monopoli adalah dilarang. Dalam Pasal 50 dan Pasal 51 dicantumkan perjanjian atau perbuatan apa saja yang dikecualikan (exemption) dari ketentuan berlakunya Undang - undang ini. Salah satu yang dikecualikan adalah berkenaan perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual (HKI), sebagaimana diungkapkan dalam Pasal 50 huruf b bahwa yang dikecualikan dari ketentuan Undang-undang No 5 Tahun 1999 adalah: ” Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri,rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba ”.
Pengecualian berkaitan HKI tersebut dalam Undang - undang No.5 Tahun 1999 tidak diatur secara jelas, mengingat dalam penjelasannya diterangkan sudah cukup jelas. Bagaimana ketentuan secara teknisnya pun tidak diuraikan secara detail oleh peraturan-peraturan dibawahnya. Sehingga tampak perjanjian HKI sebagaimana disebutkan adalah dikecualikan oleh Undang-undang No.5 Tahun 1999. Dengan Pemahaman tersebut, maka pengecualian HKI dari aturan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat seperti dalam Undang - undang Nomor 5 Tahun 1999, pada dasarnya hanya tepat sejauh terbatas pada “kodrat” HKI itu sendiri, dan kegiatan tertentu dalam perjanjian pemanfaatan HKI yang tidak menimbulkan hambatan atau gangguan terhadap iklim persaingan ( Bambang Kesowo, 2010 : 11 ).
Oleh Karena kekurang jelasan ketentuan Undang - undang, Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU) sebagai suatu lembaga independen yang bertugas mengawasi pelaksanaan Undang - undang No. 5 Tahun 1999 tersebut, mengeluarkan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia No. 2 Tahun 2009 tentang Pengecualian penerapan Undang - undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual, yang digunakan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 huruf b.
Adapun Pedoman yang disusun oleh KPPU tersebut dimaksudkan agar terdapat kesamaan penafsiran terhadap masing - masing unsur dalam Pasal 50 huruf b, sehingga terdapat kepastian hukum dan dapat dihindari terjadinya kekeliruan atau sengketa dalam penerapannya. Selain itu dengan adanya pedoman diharapkan pula bahwa Pasal 50 huruf b dapat senantiasa diterapkan secara konsisten, tepat dan adil dalam sengketa yang berkaitan dengan Pasal tersebut.
Di dalam pedoman yang dibuatnya, KPPU berusaha menjelaskan hal-hal yang memungkinkan adanya perbedaan interpretasi, yakni dalam hal hubungannya dengan penyebutan istilah lisensi yang diikuti istilah paten, merek dagang dan sebagainya, dijelaskan bahwa yang dimaksud adalah perjanjian yang berkaitan dengan dengan hak kekayaan intelektual yang dimaksud dalam Pasal 50 huruf b adalah perjanjian lisensi yang berada dalam lingkup hak paten, hak merek, hak cipta, hak desain industri, hak desain tata letak sirkuit terpadu, dan hak rahasia dagang. Di dalam pedomannya KPPU juga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan merek dagang adalah tidak hanya merek dagang saja tetapi termasuk juga merek jasa. Selain itu dijelaskan pula bahwa istilah rangkaian elektronik terpadu hendaknya dimaknai sebagai desain tata letak sirkuit. Tidak hanya sampai disitu saja, dengan adanya pedoman tersebut dijelaskan juga mengenai hubungan keberadaan rezim hukum HKI dan hukum persaingan usaha yang sering dipandang sebagai hal yang bertolak belakang. KPPU dengan pedomannya menjelaskan bahwa keberadaan keduanya hendaknya dipandang sebagai ketentuan hukum yang bersifat komplementer atau saling mengisi untuk keharmonisan sistem hukum nasional Indonesia. Adapun kedua rezim hukum tersebut mempunyai kesamaan tujuan yaitu untuk memajukan sistem perekonomian nasional di era perdagangan bebas dan globalisasi, mendorong inovasi dan kreatifitas, serta untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Pedoman yang dibuat oleh KPPU juga menjelaskan bahwa adanya suatu hak eksklusif tidak berarti secara otomatis telah terjadi praktek monopoli pasar. Adapun pengecualian perjanjian lisensi HKI dari ketentuan hukum persaingan usaha hanya dapat dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan asas dan tujuan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang No.5 Tahun 1999, kemudian dibagian penjelasan diungkapkan konteks dapat dilakukannya pengecualian yakni :
Bahwa perjanjian lisensi tidak secara otomatis melahirkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Bahwa praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang timbul akibat pelaksanaan perjanjian lisensi adalah kondisi yang hendak dicegah melalui hukum persaingan usaha.
Bahwa untuk memberlakukan hukum persaingan usaha terhadap pelaksanaan perjanjian lisensi HKI haruslah dibuktikan: (1) perjanjian lisensi HKI tersebut telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam perundang-undangan HKI, dan (2) adanya kondisi yang secara nyata menunjukan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Bahwa pengecualian dari ketentuan hukum persaingan usaha terhadap perjanjian lisensi HKI hanya diberlakukan dalam hal perjanjian lisensi HKI yang bersangkutan tidak menampakan secara jelas sifat anti persaingan usaha.
Selain itu Pedoman yang dibuat oleh KPPU berusaha menjelaskan secara detail apa yang berkaitan dengan pengecualian atas perjanjian lisensi Hak Kekayaan Intelektual, meskipun hal tersebut menimbulkan pemikiran lain bagi orang awam. Namun bagaimanapun banyak sedikit adanya pedoman tersebut telah berusaha menjelaskan atau membuat makna sebagaimana yang diungkapkan dalam Pasal 50 huruf b menjadi semakin jelas, meskipun pada akhirnya KPPU pula lah yang berkompetensi untuk menilainya. Adapun kejelasan pedoman tersebut ditambah pula dengan diberikan contoh-contoh berkenaan kasus yang berhubungan dengan konteks pengecualian tersebut.
IV. PENUTUP
Dapat disimpulkan bahwa ternyata tidak semua monopoli adalah dilarang. Dalam Pasal 50 dan Pasal 51 dicantumkan perjanjian atau perbuatan apa saja yang dikecualikan (exemption) dari ketentuan berlakunya Undang - undang ini. Salah satu yang dikecualikan adalah berkenaan terhadap perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual (HKI), sebagaimana diungkapkan dalam Pasal 50 huruf b bahwa yang dikecualikan dari ketentuan Undang-undang No 5 Tahun 1999 adalah: ” Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri,rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba”.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Destivano Wibiwo dan Harjon Sinaga, Hukum Acara Persaingan Usaha, Rajawali Pers, Jakarta, 2005
Erman Rajagukguk, Yustisia Negara dan Masyarakat, Jurnal Nasional
Insan Budi Maulana, Pelangi HKI dan Anti Monopoli, PSH FH UII Jogjakarta, 2000
Munir Fuadi, Hukum anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat,: Citra Aditya Bakti, Bandung
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha ( Teori dan Praktiknya di Indonesia ), Rajawali Pers, Jakarta, 2010
B. Bahan ajar, makalah
Siti Anisah, Draft & Pedoman Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia, Bahan Ajar Hukum Persaingan Usaha, Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2010
Bambang Kesowo, “HKI dan Persaingan Usaha di era AFTA 2010”, (Makalah yang disampaikan dalam Seminar Nasional tentang HKI dan Persaingan Usaha di Era AFTA 2010 di Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, Februari 2010)
C. Peraturan perundang - undangan
Undang-Undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat