Tampilkan postingan dengan label Hukum Keluarga dan Waris. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hukum Keluarga dan Waris. Tampilkan semua postingan
Kamis, 17 Juli 2014
Selasa, 03 Juli 2012
MEWARIS BERDASAR WASIAT
BAB
VI
A. Pengertian dan bentuk wasiat
Di
dalam KUHPerdata mengenal peraturan wasiat ini dengan nama Testament.
Pasal
875 BW mengartikan surat wasiat adalah suatu akta yang memuat pernyataan
seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal
dunia dan dapat dicabut kembali.
Untuk
kata wasiat dapat juga dipergunakan “ amanat terakhir “ dalam arti apa yang
dikehendakinya akan berlaku sesudah ia meninggal dunia sesuai dengan apa yang
ia tetapkan.
Salah
satu ciri dan sifat yang terpenting dan khas dalam surat wasiat yaitu surat –
surat wasiat selalu dapat ditarik kembali oleh si pembuatnya, hal ini
disebabkan tindakan membuat surat wasiat adalah merupakan perbuatan hukum yang
sifatnya sangat pribadi. Hal ini berarti bahwa perbuatan ini tidak dapat
disuruh ia lakukan oleh seseorang wakil.
Bentuk Wasiat
KUHPerdata
mengenal 3 macam bentuk surat wasiat :
1).
Wasiat Olografis
Yaitu
surat wasiat yang seluruhnya ditulis dengan tangan dan ditanda tangani oleh
pewaris sendiri. Kemudian surat wasiat tersebut harus diserahkan untuk disimpan
pada seorang notaris dan penyerahan pada notaris ini ada 2 macam, yaitu bisa
diserahkan dalam keadaan terbuka atau bisa juga dalam keadaan tertutup.
Kedua
cara penyerahan dan penyimpanan pada notaris ini mempunyai akibat hukum yang
satu sama lain berbeda, yaitu “
a. Apabila surat wasiat diserahkan dalam keadaan terbuka
maka dibuatkan akta notaris tentang penyerahan itu yang ditanda tangani oleh
pewaris, saksi – saksi dan juga notaris. Akta penyimpanan tersebut ditulis
dikaki surat wasiat tersebut, jika tidak ada tempat kosong pada kaki surat
wasiat maka amanat ditulis lagi pada sehelai kertas yang lain.
b. Apabila surat wasiat diserahkan kepada notaris dalam
keadaan tertutup, maka pewaris harus menuliskan kembali pada sampul dokumen itu
bahwa surat tersebut berisikan wasiatnya dan harus menandatangani keterangan
itu dihadapan notaris dan saksi – saksi. Setelah itu pewaris harus membuat akta
penyimpanan surat wasiat pada kertas yang berbeda.
2. Wasiat Umum
Yaitu
surat wasiat yang dibuat oleh seorang notaris, dengan cara orang yang akan
meninggalkan warisan itu menghadap notaris serta menyatakan kehendaknya dan
memohon pada notaris agar dibuatkan akta notaris dengan dihadiri dua orang
saksi.
Terdapat
beberapa orang yang tidak boleh menjadi saksi dalam pembuatan surat wasiat
umum, yaitu :
1).
Para ahli waris atau orang yang menerima hibah wasiat atau sanak keluarga
mereka sampai derajat keempat.
2).
Anak – anak, cucu – cucu dan anak – anak menantu dan anak atau cucu notaris
3). Pelayan – pelayan notaris yang
bersangkutan.
3. Wasiat Rahasia
Yaitu
surat wasiat yang ditulis sendiri atau ditulis orang lain yang disuruhnya
menulis kehendak terakhirnya. Kemudian ia harus menanda tangani sendiri surat
wasiat tersebut.
Surat
semacam ini harus disampul dan disegel, kemudian diserahkan kepada notaris dengan
dihadiri empat orang saksi.
Penutupan
dan penyegelan dapat juga dilakukan dihadapan notaris dan empat orang saksi.
Selanjutnya
pembuat wasiat harus membuat keterangan dihadapan notaris dan saksi – saksi
bahwa yang termuat dalam sampul itu adalah surat wasiatnya yang ia tulis
sendiri atau yang ditulis orang lain ia yang menanda tangani. Kemudian notaris
membuat keterangan yang isinya memberikan keterangan tersebut.
B. Isi Wasiat
Ada
dua jenis isi dari wasiat :
1.
Wasiat yang berisi “erfstelling” atau wasiat pengangkatan waris, yaitu
wasiat dengan nama orang yang mewasiatkan, memberikan kepada seorang atau lebih
dari seorang, seluruh atau sebagian ( setengah, sepertiga ), dari harta
kekayaannya, kalau ia meninggal dunia.
2.
Wasiat yang berisi hibah ( hibah wasiat ) atau legaat.
Pasal
957 KUHPerdata :
“ Hibah
wasiat adalah suatu penetapan yang khusus didalam testament, dengan mana
mewasiatkan memberikan kepada seorang atau beberapa orang barang tertentu.
Barang – barang dari satu jenis tertentu, hak pakai hasil dari seluruh atau
sebagian dari harta peninggalannya”.
C. Bagian Bebas
Ialah
bagian legitimaris dari harta pewaris yang dapat ditentukan sesuka hatinya
kepada siapapun jatuhnya.
Jadi
bagian bebas itu tidak lain dari pada harta si pewaris dikurangi LP
legitimaris, harta pewaris yang dimaksud disini tidak saja hartanya yang
ditinggalkan, tetapi semua harta nya termasuk yang sudah dihibahkan kepada ahli
warisnya atau orang lain.
D. Menarik Kembali dan Gugurnya
Wasiat
Menarik
kembali ialah berdasarkan atas kehendak pewaris yang meniadakan suatu
testament. Seperti halnya pembuatan surat wasiat, menarik kembali suatu wasiat
pun orang mempunyai pikiran yang sehat.
Suatu
wasiat gugur, tidak ada tindakan dari pewaris tapi wasiat tidak dapat
dilaksanakan, karena ada hal – hal yang diluar kemauan pewaris, misalnya karena
tidak ada yang akan diberikan.
Penarikan
kembali dapat dilakukan secara tegas atau secara diam – diam, atau dapat juga
tersimpul dalam perbuatan pewasiatan diluar wasiat yang yang datang kemudian,
sehingga yang diberikan itu tidak termasuk dalam harta peninggalannya,
sedangkan perbuatan itu dengan jelas menyatakan adanya kehendak untuk menarik
kembali pemberian itu.
Penarikan
secara tegas terjadi dengan dibuatnya wasiat baru dimana diterangkan secara
tegas bahwa yang dahulu ditarik kembali.
Mengenai
pencabutan wasiat secara tegas ada ketentuan – ketentuan seperti berikut, suatu
wasiat dapat dicabut dengan :
1. Surat wasiat baru
2. Surat notaris khusus
Arti
kata khusus ialah bahwa isi dari akta itu harus hanya penarikan kembali itu
saja.
Pencabutan
secara diam – diam terjadi dengan dibuatnya wasiat atau testament baru yang
memuat pesan – pesan yang bertentangan dengan wasiat lama.
LEGIETIEME PORTIE PARA WARIS
BAB
V
Pada
dasarnya pewaris mempunyai kebebasan untuk mencabut hak waris dari ahli waris
karena kematian. Ketentuan tentang pembagian menurut Undang – undang bersifat
hukum mengatur.
Tetapi
untuk beberapa waris karena kematian, dijamin oleh Undang – undang suatu bagian
tertentu dari kekayaan pewaris.
Mereka
itu sedemikian dekatnya dengan pewaris, sehingga apabila dicabut hak warisnya,
maka hal itu dianggap suatu yang tidak wajar.
Agar
orang tidak dapat menyelundupi Undang –undang dengan mudah, maka Undang – undang
telah melarang seseorang semasa hidupnya, menghibahkan kekayaannya kepada orang
lain dengan melanggar hak ahli waris menurut Undang – undang.
Adapun
maksud Undang – undang atau peraturan ini adalah untuk melindungi para ahli
waris dari tindakan pewaris yang tidak bertanggung jawab. Bagian yang dijamin
ini dinamakan bagian mutlak ( Legietieme portie )
Bagian
mutlak adalah bagian dari suatu warisan yang tidak dapat dikurangi dengan suatu
pemberian semasa hidup atau pemberian dengan testament.
Bagian
mutlak harus selalu dituntut, kalau tidak dituntut tidak diperbolehkan
legietieme portie. Jadi kalau ada tiga legitimaris, dan yang menuntut hanya
satu, maka yang menuntut itu saja yang dapat, yang dua lagi ( yang tidak
menuntut ) tidak dapat.
Kalau
si Pewaris mengangkat seorang ahli waris dengan wasiat untuk seluruh harta
peninggalannya, maka bagian ahli waris yang tidak menuntut itu menjadi bagian
ahli waris menurut wasiat itu.
Orang
yang dinyatakan onwaardig dan yang menolak warisan, kehilangan legietieme portienya.
Tetapi ahli waris yang onterfd ( idkesampingkan sebagai ahli waris oleh si
Pewaris ), tetap berhak atas legietieme portienya.
Selanjutnya
bagian mutlak ini harus diberikan kepada para waris dalam garis lurus keatas
dan garis lurus kebawah.
A. Para
Waris Garis Lurus Kebawah
Diatur dalam Pasal 914 KUHPer :
‘
Dalam garis lurus kebawah, apabila si yang mewariskan hanya meninggalkan anak
yang sah satu – satunya saja, maka berdirilah bagian mutlak itu atas setengah
dari harta peninggalan, yang mana oleh si anak itu dalam pewarisan sedianya
harus diperoleh “.
Jadi
anak satu orang Lp nya ialah ½ x bagian yang seandainya harus
diperolehnya.
Pasal
914
“
Apabila dua orang anak yang ditinggalkannya, maka bagian mutlak itu adalah
masing – masing dua pertiga dari apa yang sedianya harus diwariskan oleh meraka
masing – masing dalam pewarisan “.
Jadi dua anak, Lp nya ialah 2/3 bagian yang
seharusnya diperoleh.
Selanjutnya
dinyatakan pula : tiga orang atau lebih anak yang ditinggalkannya, maka tiga
perempat bagian mutlak itu dari apa yang sedianya masing – masing mereka harus
mewarisnya dalam pewarisan.
Jadi
tiga anak Lp nya ialah ¾ x bagian yang sedianya diperolehnya.
Kalau
anak meninggal lebih dahulu dari ayahnya, dan ia mempunyai keturunan, maka
berlaku penggantian
B. Para Waris Garis Lurus Ke Atas
Pasal 915 mengatur bahwa garis lurus keatas bagian mutlak itu ialah selamanya setengah
dari apa yang menurut Undang – undang menjadi bagian tiap – tiap mereka dalam
garis itu dalam warisan karena kematian.
C. Bagian Mutlak Anak Luar Kawin
Di
atur dalam Pasal 916 KUHPer, yang menyatakan bagian mutlak seorang anak luar
kawin yang telah diakui dengan sah adalah setengah dari bagian yang menurut
Undang – undang sedianya harus diwarisnya dalam pewarisan karena kematian.
PEWARISAN ANAK LUAR KAWIN
BAB IV
Yang
dimaksud dengan anak luar kawin ialah anak luar kawin yang telah diakui dengan
sah. Anak luar kawin yang diakui dengan
sah adalah anak yang dibenihkan oleh suami atau istri dengan orang lain yang
bukan istri atau suaminya yang sah.
Bagian
warisan yang diperbolehkan anak luar kawin
Pasal
863;
1. Jika yang meninggal meninggalkan keturunan yang sah
atau seorang suami atau istri, maka anak – anak luar kawin mewaris 1/3 dari
bagian jika ia itu anak sah.
2. Jika pewaris tidak meninggalkan keturunan maupun suami
atau istri, akan tetapi meninggalkan keluarga sedarah dalam garis keatas
ataupun saudara laki dan perempuan atau
keturunan mereka, maka mereka mewaris ½ dari warisan.
3. Jika hanya ada sanak saudara dalam derajat yang lebih
jauh, anak luar kawin mewaris ¾ dari warisan.
Dengan demikian :
1. Anak luar kawin
mewaris dengan ahli waris golongan 1 bagiannya 1/3 dari bagiannya seandainya ia
anak sah
2. Anak luar kawin mewaris dengan ahli waris golongan II
dan III bagiannya ½ dari warisan
3. Anak luar kawin mewaris dengan ahli waris golongan IV,
bagiannya ¾ dari warisan
Anak luar kawin sebagai pewaris
Pada
Pasal 886 KUHPer menyatakan bahwa jika seorang anak luar kawin meninggal dunia
lebih dahulu, maka sekalian anak dan keturunannya yang sah, berhak menuntut
bagian – bagian yang diberikan kepada mereka menurut Pasal 863 dan 865. jadi
keturunan anak luar kawin dapat bertindak sebagai pengganti.
PEWARISAN KARENA KEMATIAN
BAB
III
Syarat
umum untuk memperoleh warisan, mestilah dipenuhi tiga syarat :
Ø Mesti ada orang yang meninggal dunia
Ø Untuk memperolehnya mestilah orang yang masih hidup
pada saat pewaris meninggal dunia
Ø Ada harta peninggalan
Hanya
kematian sajalah yang menimbulkan pewarisan karenanya di dalam hukum waris
berlaku suatu asas bahwa “ apabila seorang meninggal, maka seketika itu juga segala
hak dan kewajibannya beralih pada sekalian ahli warisnya”, asas ini terkenal
dengan adagium Perancis “ Le Mort Saisit Le Vit “.
Di
dalam adagium ini terkandung pengertian bahwa, suatu benda harus ada
pemiliknya. Jika ada seorang yang meninggal dunia maka segala miliknya, pada
ketika ia meninggal dunia dengan sendirinya beralih kepada warisnya yang masih
hidup.
Menurut
pewarisan karena kematian atau berdasarkan Undang – undang ( secara ab
intestate ), mewaris dibedakan atas :
1.
Mewaris langsung / uit
eigen hoofde
2.
Mewaris tidak langsung
/ bij plaatsvervulling
Mewaris
langsung adalah orang itu mewaris, dalam kedudukan sebagai ahli waris langsung karena
diri sendiri ( uit eigen hoofde ).
Mewaris
tidak langsung adalah mewaris yang sebenarnya warisan itu bukan untuk dia,
tetapi untuk orang yang sudah meninggal terlebih dahulu dari pada si
pewaris. Ia menggantikan ahli waris yang
telah meninggal terlebih dahulu dari si
yang meninggal. Ini berarti ahli waris yang sebenarnya telah meninggal terlebih
dahulu dari pada si pewaris.
a.
Mewaris langsung / Uit Eigen Hoofde
BW
mengenal empat golongan ahli waris yang bergiliran berhak atas harta
peninggalan, artinya apabila gol pertama masih ada, maka gol kedua dan
seterusnya tidak berhak atas harta peninggalan.
Pasal
854 ayat 1
“ apabila seorang meninggal dunia dengan tak
meninggalkan keturunan maupun suami istri, sedangkan bapak ibunya masih hidup,
maka masing – masing mereka mendapat sepertiga dari warisan, jika si peninggal
hanya meninggalkan seorang saudara laki – laki atau perempuan yang mana
mendapat sepertiga selebihnya”.
Pasal 855
“
apabila seorang meninggal dunia dengan tidak meninggalkan keturunan, maupun
suami atau istri, sedangkan bapak atau ibunya telah meninggal lebih dulu, maka
si ibu atau si bapak yang hidup terlama mendapat setengah dari warisan, jika si
meninggal hanya meninggalkan seorang saudara perempuan atau laki, sepertiga
dari warisan jika dua saudara laki atau perempuan di tinggalkan, dan seperempat
jika lebih dari dua saudara laki atau perempuan ditinggalkannya, bagian –
bagian selebihnya adalah untuk saudara – saudara laki atau perempuan tersebut.
Jadi
Pasal 855 mengatur tentang pembagian
warisan jika ada bapak atau ibu ( salah
satu saja yang hidup ), dan ada saudara – saudara. Bagian bapak atau ibu
ditentukan oleh jumlah saudara – saudara itu”.
Bagaimana kalau yang ada hanya saudara –
saudara saja ?
Pasal
856
“
apabila seorang meninggal dunia dengan tidak meninggalkan keturunan maupun
suami istri, sedangkan baik bapak maupun ibunya telah meninggal terlebih
dahulu, maka seluruh warisan adalah hak sekalian saudara laki dan perempuan
dari si meninggal”.
Saudara
Kandung dan Saudara Tiri
Menurut
Pasal 857, pembagian di antara para saudara – saudara adalah :
1.
Dilakukan antara mereka dalam bagian yang sama, jika mereka berasal dari
perkawinan yang sama, maka pembagian yang sama di antara saudara – saudara
kandung.
2.
Kalau mereka berasal dari lain – lain perkawinan, maka apa yang akan diwariskan
harus dibagi terlebih dahulu dalam dua bagian yaitu bagian dari garis bapak dan
bagian dari garis ibu, saudara – saudara laki dan perempuan yang penuh mendapat
bagian mereka dari kedua garis, sedangkan saudara – saudara yang tiri, hanya
mendapat bagian dari garis mereka berada.
Kalau ada saudara dari lain perkawinan (
saudara tiri ), maka :
a. Terlebih dahulu harta bagian saudara – saudara
semuanya dibagi dua sama besar : ½ untuk garis bapak, ½ untuk garis ibu
b. Saudara kandung mendapat bagian dari garis bapak dan
juga dari garis ibu
c. Saudara tiri mendapat bagian hanya dari bagian garis
dimana ia berada ( digaris bapak atau digaris ibu )
contoh
A
meninggal, meninggalkan satu saudara tiri dari pihak bapak ( B ) dan satu lagi
saudara dari pihak ibu ( D ); sementara itu ia juga meninggalkan satu saudara (
C ) digaris bapak yang mewariskan B dan C, Di garis Ibu yang mewaris adalah C
dan D, jadi C mewariskan dari kedua garis yaitu garis bapak dan ibu.
Pembagian
warisan di atas adalah ; bagian warisan digaris bapak ( x ) = ½. Yang mewaris
digaris bapak ialah B dan C, Masing – masing mendapat ½ x ½ = ¼ sehingga B = ¼,
C = ¼ + ¼ ( bagian dari bapak dan Ibu ), D = 1/4
B. MEWARISKAN DENGAN CARA MENGGANTI
Untuk
dapat mewaris dengan cara mengganti, harus di penuhi 3 unsur :
1. Orang yang tempatnya diganti harus sudah meninggal
2. Orang yang menggantikan tempat orang lain, haruslah
keturunan sah dari orang yang tempatnya digantikan
3. Orang yang menggantikan tempat orang lain sebagai
pewaris, harus memenuhi syarat umum, untuk dapat mewaris dari si pewaris.
Menurut undang – undang ada tiga macam
penggantian yaitu sebagai berikut :
a. Penggantian dalam garis lurus kebawah
b. Penggantian dalam garis kesamping ( zijlinie )
c. Penggantian dalam garis samping, dalam hal yang tampil
kemuka sebagai ahli waris anggota – anggota keluarga yang lebih jauh tingkat
hubungannya dari pada seorang saudara, misalnya seorang paman atau keponakan
Adapun
Pasal – pasal yang mengatur mewaris dengan cara mengganti terdapat di dalam
Pasal 841 – 852 KUHPer.
HUKUM WARIS
BAB II
1. Hak Mewaris pada Umumnya
A. Pengertian Warisan
Menurut Ali Afandi hukum waris adalah suatu
rangkaian ketentuan – ketentuan, dimana berhubung dengan meninggalnya seorang
dan akibat-akibatnya di dalam bidang kebendaan di atur yaitu akibat dari
beralihnya harta peninggalan dari seorang yang meninggal kepada ahli waris,
baik di dalam hubungannya antara mereka sendiri maupun dengan pihak ketiga.
Pada
dasarnya pewarisan merupakan proses berpindahnya harta peninggalan dari
seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya.
Efendi
Peranginangin
Di dalam
KUHPer terdapat tiga unsur warisan :
1. Orang yang meninggalkan harta warisan (Erflater )
2. Harta warisan ( Erfenis )
3. Ahli waris ( Erfgenaam )
Subekti
Warisan
itu adalah harta warisan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia atau
sebagai pewaris kepada ahli warisnya yang berhak yang ditentukan oleh Undang – undang
atau karena mendapat wasiat/testmen.
Pengertian Warisan secara umum
Warisan
adalah segala hak – hak dan kewajiban – kewajiban tentang harta yang
ditinggalkannya oleh pewaris atau orang yang mennggalkan harta kekayaannya
kepada ahli waris yang berhak untuk menerima warisan tersebut.
b. Hak dan kewajiban ahli Pewaris
Hak
pewaris timbul sebelum terbukanya harta peninggalan dalam arti bahwa pewaris
sebelum meninggal dunia berhak menyatakan kehendaknya dalam sebuah
testamen/wasiat.
Kewajiban
si pewaris adalah merupakan pemberesan terhadap haknya yang ditentukan Undang –
undang. Ia harus mengindahkan adanya ligitime portie, yaitu suatu bagian
tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang
meninggalkan warisan ( Pasal 913 KUHPer
)
c. Hak dan Kewajiban Ahli Waris
Setelah
terbukanya warisan, ahli waris diberi hak untuk menentukan sikap sbb :
1. Menerima secara penuh (zuivere aanvaarding),
yang dapat dilakukan secara tegas atau secara lain.
2. Menerima dengan Reserve ( hak untuk menukar ),
hak ini harus dinyatakan pada Panitera Pengadilan Negeri di tempat warisan
terbuka
3. Menolak warisan.
Kewajiban Ahli Waris
a. Memelihara keutuhan harta peninggalan sebelum harta
peninggalan dibagi
b. Mencari cara pembagian yang sesuai dengan ketentuan
dan lain – lain.
c. Melunasi hutang pewaris jika pewaris meninggalkan
hutang
d. Melaksanakan wasiat jika ada
Selanjutnya
Pasal 954 KUHPer mengatakan “ Bahwa wasiat pengangkatan waris adalah suatu
wasiat dengan mana si yang mewasiatkan kepada seorang atau lebih memberikan
harta kekayaan yang akan ditinggalkan apabila ia meninggal dunia baik
seluruhnya maupun sebagaian seperti misalnya setengahnya, sepertiganya”.
Untuk
terjadinya pewarisan harus dipenuhi 3 unsur :
a. Pewaris ( erflater ), adalah orang yang
meninggal dunia meninggalkan harta kepada orang lain;
b. Ahli Waris ( erfgenaam ), adalah orang yang
menggantikan pewaris di dalam kedudukannya terhadap warisan, baik untuk
seluruhnya maupun sebagaian;
c. Harta warisan ( erfenis ), adalah segala harta
kekayaan dari orang yang meninggal dunia, yang berupa semua harta kekayaan dari
yang meninggal dunia setelah dikurangi dengan semua utangnya.
Pasal 838
KUHPer ttg orang – orang yang tidak patut menjadi ahli waris
a. Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah
membunuh atau mencoba membunuh si yang meninggal atau pewaris. Dalam hal ini
sudah ada keputusan Hakim.
b. Mereka yang dengan keputusan Hakim pernah
dipersalahkan memfitnah pewaris, terhadap fitnah mana diancam dengan hukuman
lima tahun atau lebih berat.
c. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah
mencegah si yang meninggal untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya.
d. Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau
memalsukan surat wasiat si yang meninggal.
2. Hak Mewaris menurut UU
Dalam golongan pertama, dimasukan anak – anak berserta turunan – turunan
dalam garis lancang kebawah, dengan tidak membedakan laki – laki atau perempuan
dan dengan tidak membedakan urutan kelahiran.
Golongan kedua dimasukan orang tua dan saudara – saudara dari si
meninggal. Pada asasnya orang tua itu dipersamakan dengan saudara, tetapi bagi
orang tua ditiadakan peraturan – peraturan yang menjamin bahwa ia pasti
mendapat bagian yang tidak kurang dari seperempat harta peninggalan.
Golongan ketiga sebagai ahli waris, jika tidak terdapat sama sekali
anggota keluarga dari golongangan pertama dan kedua, harta peninggalan itu
dipecah menjadi dua bagian yang sama. Satu bagian untuk para anggota keluarga
pihak ayah dan yang lainnya untuk keluarga pihak ibu.
Golongan keempat, ahli waris dari harta yang ditinggalkan, apabila
golongan pertama, kedua dan ketiga tidak ada. Maka warisan jatuh pada ahli
waris yang terdekat pada tiap garis. Apabila seluruh ahli waris dari golongan
pertama sampai ke empat tidak ada, maka seluruh harta warisan jatuh pada
negara.
Langganan:
Postingan (Atom)