Jumat, 02 Desember 2011

Perlindungan Hukum terhadap Seni Tari Tradisional ( folklor )



A. Latar Belakang

      Manusia diberikan oleh Tuhan alat kelengkapan yang sempurna berupa akal dan budi, sehingga dengan akal dan budi tersebut manusia mampu menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Setiap manusia yang lahir membawa hak asasi yang harus dihormati setiap orang. Begitu juga terhadap hasil karya cipta dan kreativitas yang dihasilkan, karena itu semua merupakan ekspresi dari kemampuan budi dan nalar dari si pencipta.
            Dalam perkembangannya karya cipta yang bersumber dari hasil karya kreasi akal budi manusia tersebut telah melahirkan suatu hak yang disebut dengan hak cipta. Hak cipta tersebut melekat pada diri seorang pencipta atau pemegang hak cipta. Seseorang yang telah menciptakan sesuatu hal secara alamiah dengan sendirinya akan mempunyai hak untuk memiliki dan mengontrol apa yang telah diciptakannya. Hal ini wajar karena kreativitas manusia dalam melahirkan suatu karya yang berkualitas dan bermutu seperti karya sastra, serta apresiasi seni yang berkualitas tinggi pantas mendapatkan kontribusi dari karya ciptanya.
            Hukum memberikan sarana perlindungan terhadap sebuah karya cipta yang merupakan produk dari pikiran manusia. Dengan adanya Undang – Undang Hak Cipta, maka terhadap karya cipta yang dihasilkan dapat diberikan perlindungan. Bentuk nyata ciptaan - ciptaan yang dilindungi dapat berupa kesastraan, seni, maupun ilmu pengetahuan. Dalam tataran normatif, perlindungan terhadap folklor dan hasil kebudayaan rakyat ini diatur dalam ketentuan Pasal 10 ayat (2)  Undang – Undang Nomor.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Jadi tujuan perlindungan hukum hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat termasuk seni tari tradisional adalah untuk perlindungan terhadap eksploitasi ekonomis oleh pihak asing dan juga untuk menghindari tindakan pihak asing yang dapat merusak nilai kebudayaan tersebut.[1]
            Dalam rangka melindungi folklor dan hasil kebudayaan rakyat lain, pemerintah dapat mencegah adanya monopoli atau komersialisasi serta tindakan yang merusak atau pemanfaatan komersial tanpa seizin negara sebagai pemegang hak cipta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari tindakan pihak asing yang dapat merusak nilai kebudayaan tersebut.
            Melihat kepada arti penting perlindungan hukum ini bagi bangsa Indonesia, jelas memiliki nilai yang sangat strategis. Nilai strategis tersebut dapat dilihat dari segi budaya, ekonomi dan sosial. Dari segi budaya, tampak sekali bahwa dengan adanya perlindungan hukum terhadap folklor dan hasil kebudayaan rakyat ini, maka pelestarian terhadap budaya bangsa akan tercapai. Saat ini bangsa Indonesia terkenal dengan keanekaragaman budaya. Kalau diidentifikasi berapa jumlah hasil kebudayaan tradisional yang dimiliki bangsa Indonesia.[2] Jika perlindungan terhadap folklor dan hasil kebudayaan rakyat ini dapat direalisasikan, maka diharapkan hal ini dapat memberikan perlindungan terhadap hasil – hasil kebudayaan bangsa, sekaligus dapat memberikan nilai ekonominya, misalnya akan memiliki nilai tambah dalam hal penerimaan devisa negara.
            Baik folklor maupun hasil kebudayaan rakyat telah menjadi masalah hukum yang baru yang berkembang baik ditingkat nasional maupun ditingkat internasional, disebabkan belum ada instrumen hukum yang mampu memberikan perlindungan hukum secara optimal terhadap folklor dan hasil kebudayaan rakyat. Menurut Tim Linsey ketentuan Pasal 10 UU Hak Cipta masih mengalami kendala dalam implemaentasinya, kedudukan pasal ini belum jelas penerapannya jika dikaitkan dengan berlakunya pasal – pasal lain dalam Undang – Undang Hak Cipta. Instansi terkait dalam yang dimaksudkan dalam Pasal 10 ayat (3) untuk memberikan izin kepada orang asing yang akan menggunakan karya – karya tradisional juga belum ditunjuk.[3] Ketentuan mengenai perlindungan bagi folklor penduduk asli dalam Undang –Undang Hak Cipta juga memiliki kekurangan karena standar keaslian suatu ciptaan sulit ditentukan, mengingat kebanyakan karya folklor cenderung terinspirasi dari tradisi yang telah terlebih dahulu ada dan peniruan pola berturut – turut dari waktu kewaktu. Karya – karya folklor penduduk asli umumnya cenderung merupakan hasil upaya kolektif dengan tambahan individu yang ditingkatkan dan tersebar dengan berjalannya waktu. World Intelectual Property Organization (WIPO) telah mengamati bahwa banyak karya folklor merupakan karya berulang – ulang.[4]
            Seni tari adalah satu cabang dari seni pertunjukan yang mendapatkan perlindungan hukum oleh hak cipta. Hal ini dapat dilihat pengaturannya di dalam Pasal 12 ayat (1) huruf e Undang – Undang Hak Cipta Tahun 2002. Seni tari merupakan salah satu cabang seni yang mempunyai latar belakang sejarah dan akar budaya yang sangat kuat dalam perkembangan kebudayaan bangsa Indonesia. Seni tari merupakan bagian dari folklor dan kebudayaan rakyat. Menurut pendapat Gertrude, folklor merupakan pengetahuan tentang kepercayaan, cerita, ketahayulan, yang secara essensial merupakan hasil komunal yang diturunkan dari generasi yang lebih tua kepada generasi yang lebih muda.[5]
            Perlindungan hukum terhadap seni tari tradisional di atur  dalam Pasal 10 Undang – Undang Hak Cipta Tahun 2002. Namun dalam kenyataannya ketentuan Pasal 10 Undang – Undang Hak Cipta Tahun 2002 ini masih mengalami kendala dalam implementasinya. Kedudukan pasal ini belum jelas penerapannya jika dikaitkan dengan berlakunya pasal – pasal lain dalam undang – undang hak cipta. Instansi terkait yang dimaksudkan dalam Pasal 10 ayat (3) untuk memberikan izin kepada orang asing yang akan menggunakan karya – karya tradisional juga belum ditunjuk. Selanjutnya dalam Pasal 10 ayat (4) dinyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai hak cipta yang dipegang oleh negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal ini diatur dengan Peraturan Pemerintah. Namun dalam kenyataannya, Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam Pasal ini belum ada.
            Walaupun perlindungan hukum terhadap hak cipta sudah dibuat, namun instrumen hukum nasional tersebut belum mampu memberikan perlindungan hukum secara optimal terhadap seni tari tradisional. Kalau hukum nasional saja tidak dapat memberikan perlindungan hukum, bagaimana jika terjadi penyalahgunaan kekayaan intelektual bangsa ini diluar negeri. Dan tidak mungkin pemerintah dalam waktu dekat ini akan menangani penyalahgunaan kekayaan intelektual bangsa Indonesia di luar negeri, mengingat krisis politik, sosial dan ekonomi yang masih berkepanjangan sampai sekarang.[6]
            Berdasarkan Pasal 10 UU Hak Cipta 2002 tentang hak cipta, karya seni tradisional dilindungi dan dipegang oleh negara. Namun sayangnya belum adanya peraturan pemerntah yang khusus mengatur tentang seni tradisional tersebut menyebabkan tidak jelasnya perlindungan hukum yang akan diberikan oleh negara dan bagaimana mekanisme negara sebagai pemegang hak cipta atas karya seni tradisional. Hal ini memberikan kesan bahwa negara belum sepenuhnya memberikan perlindungan hukum terhadap karya seni tradisional. Lebih khususnya dalam hal ini seni tari tradisional ini tidak didukung dengan upaya-upaya yang lebih konkret dari pemerintah, sedangkan dilain pihak telah banyak pihak asing yang mendaftarkan hak cipta kekayaan intelektual tradisional yang dianggap produk asli Indonesia di negara mereka.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum terhadap seni tari tradisional?
PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap seni tari tradisional.
                  Bila diuraikan menurut istilahnya, arti kata perlindungan menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tempat untuk berlindung atau perbuatan melindungi.[7] Sedangkan maksud dari kata perlindungan disini adalah perlindungan hukum. Arti kata hukum menurut Kamus Hukum adalah peraturan – peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan – badan resmi yang berwajib dan pelanggaran terhadap peraturan tersebut berakibat diambilnya tindakan hukum.[8]
                  Melihat kepada arti penting perlindungan hukum ini bagi bangsa Indonesia, jelas memiliki nilai yang sangat strategis. Nilai strategis tersebut dapat dilihat dari segi budaya, ekonomi dan sosial. Dari segi budaya, tampak sekali bahwa dengan adanya perlindungan hukum terhadap folklor dan hasil kebudayaan rakyat ini, maka pelestarian terhadap budaya bangsa akan tercapai.
Saat ini bangsa Indonesia terkenal dengan keanekaragaman budaya. Kalau diidentifikasi berapa jumlah hasil kebudayaan tradisional yang dimiliki bangsa Indonesia. Jika perlindungan terhadap folklor dan hasil kebudayaan rakyat ini dapat direalisasikan, maka diharapkan hal ini dapat memberikan nilai ekonominya, misalnya akan memiliki nilai tambah dalam hal penerimaan devisa negara.
Tari – tarian merupakan salah satu folklor yang berbentuk ekspresi. Syarat untuk menentukan bahwa sebuah tarian dianggap sebagai folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang mempengaruhi nilai tradisional antara lain :
a.       Tarian tersebut harus diikuti masyarakat
b.      Harus diakui masyarakat
c.       Berkembang di masyarakat, contoh tari Badui Tempel yang sekarang berkembang di daerah Temple
d.      Menjadi kesepakatan masyarakat
e.       Diajarkan secara turun-temurun
            Mengamati suatu bentuk tari rakyat dalam konteks pemanggungan  yang sebenarnya adalah yang paling ideal  dan menjadi suatu keharusan apabila hendak direkam dengan alat potret.
Hal – hal yang harus kita amati antara lain adalah :
1.      Lingkungan fisik suatu bentuk folklor yang dipertunjukan, misalnya di alam terbuka atau panggung, mengunakan dekor atau tidak, dsb.
2.      Lingkungan sosial suatu bentuk folklor
3.      Interaksi para peserta suatu pertunjukan bentuk folklor
4.      Pertunjukan bentuk folklor itu sendiri
5.      Masa pertunjukan
            Ketentuan Undang – Undang Hak Cipta pada Pasal 10 menyatakan bahwa negara memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah dan benda budaya nasional lainnya. Negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi. Dan hasil seni lainnya. Untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan tersebut, orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut. Ketentuan lebih lanjut mengenai hak cipta yang dipegang oleh negara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal ini diatur dengan Peraturan Pemerintah.
            Berdasarkan Pasal tersebut seni tari tradisional dilindungi dan hak ciptanya dimiliki oleh negara. Hak cipta atas ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh negara seperti folklor dan hasil kebudayaan rakyat, termasuk tari tradisional yang menjadi milik bersama berlaku tanpa batas. Bentuk hak eksklusif dari negara atas kerya cipta terhadap folklor dan hasil kebudayaan rakyat adalah hak untuk mengumumkan atau memperbanyak atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan menurut undang – undang yang berlaku. Dengan kata lain, apabila ada pihak asing yang memanfaatkan ciptaan tersebut untuk kepentingan komersil, maka negara dapat menuntut ganti rugi atas pemanfaatan tersebut.
            Bagi orang yang bukan warga negara Indonesia jika akan mengumumkan, memperbanyak, atau mengambil manfaat untuk kepentingan komersil atau ekonomi atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat termasuk seni tari tradisional harus izin kepada negara. Mekanisme jika ada pihak asing yang akan mengumumkan atau memperbanyak ciptaan tradisional milik negara Indonesia, maka pihak asing yang bersangkutan tersebut harus mengajukan permohonan  kepada Dirjen HKI. Sebagai konsekuensi nya, warga negara asing yang telah mendapatkan izin untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan atau mengambil manfaat untuk kepentingan komersil atau kepentingan ekonomi harus memberikan royalti kepada negara Indonesia, yang dalam hal ini diwakili oleh Dirjen HKI. Besarnya royalti yang harus dibayar oleh pihak asing tersebut akan ditentukan oleh kedua belah pihak.
            Menurut Pasal 1 angka 5 Undang – Undang Hak Cipta Tahun 2002, yang dimaksud dengan pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan, dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat orang lain. Sedangkan pengertian perbanyakan dalam hal ini adalah penambahan jumlah suatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan mengunakan bahan – bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
            Pemanfaatan folklor oleh pihak asing berdasarkan UUHC harus mendapatkan izin dari pemerintah melalui instansi yang berwenang yang sementara ini dilakukan oleh Dirjen HKI. Bentuk – bentuk pemanfaatan yang memerlukan izin antara lain :
a.       Setiap pengumuman, perbanyakan, atau distribusi dibidang folklor ( tari tradisional ) untuk tujuan komersil.
b.      Setiap pengutipan atau pertunjukan yang berkaitan dengan folklor folklor
      ( tari tradisional ) untuk tujuan komersil.
c.       Setiap penyiaran yang berkaitan dengan folklor baik secara langsung atau melalui proses alih media
d.      Bentuk komunikasi lainnya yang berkaitan dengan folklor untuk tujuan mencari keuntungan
            Pengecualian terhadap folklor tersebut tidak berlaku terhadap :
a.       Pemanfaatan untuk tujuan pendidikan dan penelitian di bidang ilmu pengetahuan
b.      Pemanfaatan dalam bidang ilustrasi dari suatu karya asli seorang atau beberapa orang pengarang dengan syarat bahwa pemanfaatan tersebut masih dalam batas praktek yang wajar
c.       Peminjaman dari suatu bentuk folklor untuk menciptakan karya asli dari seseorang atau beberapa pengarang.
            Pemanfaatan folklor juga tidak memerlukan izin atas ekspresi folklor  yang bersifat insidentil, seperti :
a.       Pemanfaatan folklor ( tari tradisional ) yang dapat dilihat dan didengar dari pada suatu keadaan yang sedang terjadi dengan tujuan untuk peliputan atau pelaporan kejadian dengan menggunakan alat fotografi, penyiaran atau perekam suara dengan syarat bahwa peliputan dan perekaman tersebut hanya semata – mata untuk tujuan informasi
b.      Pemanfaatan dari obyek – obyek yang merupakan ekspresi dari folklor yang sudah secara permanen terletak di suatu tempat atau wilayah yang dapat dilihat oleh umum, apabila pemanfaatan tersebut termasuk pencitraannya di dalam bentuk foto, film, atau karya siaran televisi, sejauhmana pemanfaatan tersebut bukan untuk tujuan komersil.
c.       Pemanfaatan folklor ( tari tradisional ) untuk memperkenalkan budaya negara, pertukaran informasi, studi banding dan pertukaran kebudayaan.
            Upaya – upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam melindungi kebudayaan nasional, khususnya seni tari tradisional yang ada, sampai saat ini baru dalam tahap inventarisasi. Inventarisasi ini diperoleh berdasarkan data – data  dari Pemerintah Daerah setempat atau institusi yang berkompeten dalam hal ini. Sedangkan upaya pemerintah dalam rangka perlindungan hukum terhadap folklor dan hasil kebudayaan rakyat melalui perangkat peraturan daerah dalam rangka perlindungan hukum terhadap folklor dan hasil kebudayaan rakyat selama ini baru berupa gagasan yang tidak ditindaklanjuti. Dan  Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam melindungi hak cipta tentang seni tari tradisional selama ini hanya sebatas pelestarian, pembinaan, dan pengembangan. Hal ini berbeda dengan upaya pemerintah terhadap bidang sejarah dan keperbukalaan, yang  telah meliputi pelestarian, pemeliharaan, dan perlindungan hukum terhadap benda cagar budaya dan kawasan cagar budaya serta pengembangan permuseuman. Bahkan pemerintah telah membentuk tim yang terdiri dari seksi – seksi. Perlindungan hukum ini dituangkan dalam Undang – Undang No.5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya.

 Penulis : Ashibly


[1] Ansori Sinugaran, Pelestarian Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari Perspektif Undang – undang Hak Cipta Sebagai Economic Cominity Right, Disampaikan dalam Rapat Pembahasan Revisi Undang – undang  Bendang Cagar Budaya, Diselenggarakan oleh kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Yogyakarta, 31 Juli 2002
[2] Budi Agus Riswandi, M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual Dan Budaya Hukum, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm 39.
[3] Tim Lindsey, et.al, HAKI Suatu Pengantar, PT.Alummni, Bandung, 2003, hlm 267
[4] Cita C. Priapantja, UU Hak Cipta Belum Akomodasi Folklor, Bisnis Indonesia, Http;www.ccp.associates.com/founder.html
[5]  Soepanto, Folklor Sebagai Sumber Informasi Kebudayaan Daerah, Disampaikan dalam Seminar Tentang Kebudayaan Jawa, diselenggarakan oleh Depdikbud, Yogyakarta, 23-26 Januari 1986, hlm 6
[6] Budi Agus Riswandi, M. Syamsudin, Op.cit, hlm 42
[7] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm 674
[8] Andi Hamzah, Istilah Hukum, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986, hlm 410

Tidak ada komentar:

Posting Komentar