BAB I
A. Pengetian Etika
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional di perlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain.
Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.
Menurut WJS. Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia mengemukakan bahwa pengertian etika adalah : Ilmu pengetahuan tentang asas – asas akhlak ( moral ). (WJS. Poerwadarminta, 1992 : 42 ). Sedangkan Menurut :
-Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
- Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
- Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Jadi menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
Menurut Verkuyl, perkataan etika berasal dari perkataan “ ethos “ sehingga muncul kata – kata ethika. ( Rudolf Pasaribu,1988 : 2 ).
Perkataan ethos dapat diartikan sebagai kesusilaan, perasaan batin, atau kecenderungan hati seseorang untuk berbuat kebaikan.
Dr. James J. Spillane SJ Mengungkapkan bahwa etika atau ethics memperhatikan atau mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan keputusan moral. Etika mengarahkan atau menghubungkan penggunaan akal budi individual dengan objektivitas untuk menentukan “ kebenaran” atau “ kesalahan “ dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain. ( Budi susanto ( ed ) dkk, 1992 : 42 )
Dalam istilah Latin Ethos atau Ethikos selalu disebut dengan “mos” sehingga dari perkataan tersebut lahirlah moralitas atau yang sering diistilahkan dengan perkataan moral.
Etika-moral
Etika = moral adalah pegangan tingkah laku di dalam bermasyarakat
Perbedaan moral dan etika:
- Moral menekankan pada cara menekankan sesuatu.
- Etika menekankan pada mengapa melakukan sesuatu harus dengan cara tersebut.
Namun demikian, apabila dibandingkan dalam pemakaian yang lebih luas perkataan etika dipandang sebagai lebih luas dari perkataan moral, sebab terkadang istilah moral sering dipergunakan hanya untuk menerangkan sikap lahiriah seseorang yang biasa dinilai dari wujud tingkah laku atau perbuatan saja.
Sedangkan etika dipandang selain menunjukan sikap lahiriah seseorang juga meliputi kaidah – kaidah dan motif – motif perbuatan seseorang itu, di dalam kamus istilah pendidikan umum diungkapkan bahwa etika adalah bagian dari filsafat yang mengajarkan keseluruhan budi ( baik dan buruk ). ( M. Sastra Pradja, 1981: 82).
Apabila dipandang dari sudut terminologi, ada beberapa definisi yang dapat dijadikan sebagai rujukan, antara lain :
Di dalam New Masters Pictorial Encyclopedia dikemukakan : Ethic is the science of moral phyloshopy concerned not with fact, but with values ; not with the caracter of, but the ideal human conduct, artinya Etika ialah ilmu tentang filsafat moral, tidak mengenai fakta, tetapi tentang nilai – nilai, tidak mengenai tindakan manusia, tetapi tentang idenya.
Di dalam Dictionery of Educational dikatakan : Ethics the study of human behavior not only to find the truth of things as they are but also to angire into the wort or goodness of human action ( Etika ialah studi tentang tingkah laku manusia, tidak hanya menentukan kebenaran nya sebagaimana adanya, tetapi juga menyelidiki manfaat atau kebaikan dari seluruh tingkah laku manusia).
Dalam bahasa “agama islam” istilah etika ini adalah merupakan bagian dari akhlak. Dikatakan merupakan bagian dari akhlak, karena akhlak bukanlah sekedar menyangkut perilaku manusia yang bersifat perbuatan lahiriah saja, akan tetapi mencakup hal – hal yang lebih luas, yaitu meliputi bidang akidah, ibadah, dan syariah. Dengan demikian maka dapat dirumuskan bahwa Akhlak adalah ilmu yang membahas perbuatan manusia dan mengajarkan perbuatan baik yang harus dikerjakan dan perbuatan jahat yang harus dihindari dalam hubungan dengan Allah SWT, manusia dan alam sekitar dalam kehidupan sehari – hari sesuai dengan nilai – nilai moral.
B. Macam – macam Etika
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya prilaku manusia :
1. ETIKA DESKRIPTIF, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil
2. ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Perbedaan Etika deskriptif dan normatif adalah:
- Etika deskriptif :
Memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang perilaku yang dilakukan.
- Etika normatif :
Memberikan penilaian sekaligus memberikan norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Macam-macam norma:
1. Norma sopan satun
Norma yang menyangkut tata cara hidup dalam pergaulan sehari-hari.
2. Norma Hukum
norma yang memiliki keberlakuan lebih tegas karena diatur oleh suatu hukum dengan jaminan hukuman bagi pelanggar.
3. Norma Moral
norma yang sering digunakan sebagai tolak ukur masyarakat untuk menentukan baik buruknya seorang sebagai manusia.
misalnya : menampilkan diri sebagai manusia dalam profesi yang dijalani.
C. Fungsi dan Tujuan Etika
- Fungsi etika:
- Sebagai subjek : Untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakan itu salah atau benar, buruk atau baik.
- Sebagai Objek : cara melakukan sesuatu (moral).
- Tujuan etika
Untuk mendapatkan konsep mengenai penilaian baik buruk manusia sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
1.Pengertian baik:
Segala perbuatan yang baik.
2.Pengertian buruk:
segala perbuatan yang tercela.
D. Hubungan Etika dengan Profesi Hukum
Sebutan etika telah di mulai oleh Aristoteles. Hal ini dapat dibuktikan dengan bukunya yang berjudul ETHIKA NICOMACHEIA. Buku ini merupakan sebuah buku yang ditulis oleh Aristoteles yang diperuntukan untuk putranya Nikomachus.
Dalam buku ETHIKA NICOMACHEIA Aristoteles menguraikan bagaimana tata pergaulan dan penghargaan seseorang manusia kepada manusia lainnya, yang tidak didasarkan kepada egoisme atau kepentingan individu, akan tetapi didasarkan atas hal - hal yang bersifat altruistis, yaitu memperhatikan orang lain. Demikian juga hal nya kehidupan bermasyarakat, untuk hal ini Aristoteles mengistilahkannya dengan manusia itu Zoon politicon.
Etika dimasukan kedalam disiplin pendidikan hukum disebabkan belakangan ini terlihat adanya gejala penurunan etika dikalangan aparat penegak hukum, yang mana hal ini tentunya akan merugikan bagi pembangunan masyarakat Indonesia.
Pengembangan profesi hukum haruslah memiliki keahlian yang berkeilmuan, oleh sebab itu setiap profesional harus secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga masyarakat yang memerlukan pelayanan dalam bidang hukum, untuk itu tentunya memerlukan keahlian yang berkeilmuan.
Seorang pengembang profesi hukum haruslah orang yang dapat dipercaya secara penuh, bahwa ia ( profesional hukum ) tidak akan menyalahgunakan situasi yang ada. Pengembanan profesi itu haruslah dilakukan secara bermartabat, dan ia harus mengerahkan segala kemampuan pengetahuan dan keahlian yang ada pada nya, sebab tugas profesi hukum adalah merupakan tugas kemasyarakatan yang langsung berhubungan dengan nilai – nilai dasar yang merupakan perwujudan martabat manusia, dan oleh karena itu pula lah pelayanan profesi hukum memerlukan pengawasan dari masyarakat.
Hubungan etika dengan profesi hukum, bahwa etika profesi adalah sebagai sikap hidup, yang mana berupa kesediaan untuk memberikan pelayanan profesional di bidang hukum terhadap masyarakat dengan keterlibatan penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas yang berupa kewajiban terhadap masyarakat yang membutuhkan pelayanan hukum dengan disertai refleksi yang seksama, dan oleh karena itulah di dalam melaksanakan profesi terdapat kaidah – kaidah pokok berupa etika profesi yaitu sebagai berikut ( Kieser, 1986: 170-171 ):
1. Profesi harus dipandang dan dihayati sebagai suatu pelayanan karena itu, maka sifat tanpa pamrih ( disintrestednes ) menjadi ciri khas dalam mengembangkan profesi. Yang dimaksud dengan tanpa pamrih di sini adalah bahwa pertimbangan yang menentukan dalam pengambilan keputusan adalah kepentingan pasien atau klien dan kepentingan umum, dan bukan kepentingan sendiri ( pengembangan profesi ). Jika sifat tanpa pamrih itu diabaikan, maka pengembangan profesi akan mengarah pada pemanfaatan ( yang dapat menjurus kepada penyalahgunaan ) sesama manusia yang sedang mengalami kesulitan atau kesusahan.
2. Pelayanan profesional dalam mendahulukan kepentingan pasien atau klien mengacu kepada kepentingan atau nilai – nilai luhur sebagai norma kritik yang memotivasi sikap dan tindakan.
3. Pengemban profesi harus selalu berorientasi pada masyarakat sebagai keseluruhan.
4. Agar persaingan dalam pelayanan berlangsung secara sehat sehingga dapat menjain mutu dan peningkatan mutu pengemban profesi, maka pengembangan profesi harus bersemangat solidaritas antar sesama rekan seprofesi.
Selain itu dalam pelaksanaan tugas profesi hukum itu selain bersifat kepercayaan yang berupa habl min – annas ( hubungan horizontal ) juga harus disandarkan kepada habl min Allah ( hubungan vertikal ), yang mana habl min Allah itu terwujud dengan cinta kasih, otomatis akan melahirkan motivasi untuk mewujudkan etika profesi hukum sebagai realisasi sikap hidup dalam mengemban tugas yang pada hakekatnya merupakan amanah profesi hukum. Dan dengan itu pengemban profesi hukum akan melihat profesinya sebagai tugas kemasyarakatan dan sekaligus sebagai sarana mewujudkan kencintaan kepada Allah SWT dengan tindakan nyata.
Menyangkut etika profesi hukum ini diungkapkan bahwa etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam menjalani kehidupan sebagai pengemban profesi. Hanya pengemban profesi yang bersangkutan sendiri yang dapat atau yang paling mengetahui tentang apakah perilakunya dalam mengemban profesi memenuhi tuntutan etika profesinya atau tidak.( Arif Sidharta, 1992 : 107 ).
Perilaku dalam mengemban profesi dapat membawa akibat ( negatif ) yang jauh terhadap pasien atau klien. Sehingga pengemban profesi hukum itu sendiri membutuhkan adanya pedoman objektif yang kongkret bagi perilaku profesinya. Karena itu dari dalam lingkungan para pengemban profesi itu sendiri dimunculkanlah seperangkat kaidah perilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban profesi.
Perangkat kaidah itulah yang disebut dengan kode etik profesi yang dapat tertulis maupun tidak tertulis yang diterapkan secara formal oleh organisasi profesi yang bersangkutan, dan di lain pihak untuk melindungi klien atau pasien ( warga masyarakat ) dari penyalahgunaan keahlian dan atau otoritas profesional.
Dari uraian diatas terlihat betapa eratnya hubungan antara etika dengan profesi hukum, sebab dengan etika inilah para profesional hukum dapat melaksanakan tugas (pengabdian) profesinya dengan baik untuk menciptakan penghormatan terhadap martabat manusia yang pada akhirnya akan melahirkan keadilan ditengah – tengah masyarakat.
H.F.M. Crombag sebagaimana di ikuti oleh B. Arif Sidharta mengklasifikasikan peran kemasyarakatan profesi hukum itu sebagai berikut : penyelesaian konflik secara formal ( peradilan ), pencegahan konflik ( legal drafting, legal advice ), penyelesaian konflik secara informal, dan penerapan hukum yang secara khas mewujudkan bidang karya hukum adalah jabatan – jabatan hakim, jaksa, advokat, dan notaris.
Jabatan manapun yang diembannya, seorang pengemban profesi hukum dalam menjalankan fungsinya harus selalu mengacu pada tujuan hukum untuk memberikan pengayoman kepada setiap manusia dengan mewujudkan ketertiban yang berkeadilan, yang bertumpu pada penghormatan martabat manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar