BAB II
PROFESI HUKUM
A. Pengertian Profesi
Istilah profesi telah di mengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetap sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek.
Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidang-bidang pekerjaan seperti kedokteran, guru, militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas sampai mencakup pula bidang seperti manajer, wartawan, pelukis, penyanyi, artis, sekretaris dan sebagainya. Sejalan dengan itu, menurut DE GEORGE, timbul kebingungan mengenai pengertian profesi itu sendiri, sehubungan dengan istilah profesi dan profesional. Kebingungan ini timbul karena banyak orang yang profesional tidak atau belum tentu termasuk dalam pengertian profesi. Berikut pengertian profesi dan profesional menurut DE GEORGE :
PROFESI, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.
PROFESIONAL, adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang.
Yang harus kita ingat dan fahami betul bahwa “PEKERJAAN / PROFESI” dan “PROFESIONAL” terdapat beberapa perbedaan :
PROFESI :
- Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.
- Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu).
- Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.
- Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.
PROFESIONAL :
- Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya.
- Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu.
- Hidup dari situ.
- Bangga akan pekerjaannya.
CIRI-CIRI PROFESI
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
Dengan melihat ciri-ciri umum profesi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kaum profesional adalah orang-orang yang memiliki tolak ukur perilaku yang berada di atas rata-rata. Di satu pihak ada tuntutan dan tantangan yang sangat berat, tetapi di lain pihak ada suatu kejelasan mengenai pola perilaku yang baik dalam rangka kepentingan masyarakat. Seandainya semua bidang kehidupan dan bidang kegiatan menerapkan suatu standar profesional yang tinggi, bisa diharapkan akan tercipta suatu kualitas masyarakat yang semakin baik.
PRINSIP-PRINSIP ETIKA PROFESI :
1. Tanggung jawab
- Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
- Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.
2. Keadilan.
Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.
3. Otonomi.
Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri kebebasan dalam menjalankan profesinya.
SYARAT-SYARAT SUATU PROFESI :
- Melibatkan kegiatan intelektual.
- Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
- Memerlukan persiapan profesional yang alam dan bukan sekedar latihan.
- Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
- Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
- Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
- Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
- Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.
B. Profesi Hukum dan Etika Profesi Hukum
Hukum tentu akan menghasilkan suatu profesi hukum. Profesi hukum ada untuk menjalankan hukum itu sendiri. Begitu pula di Indonesia yang secara tegas menyatakan diri sebagai negara hukum.
Selama ini profesi hukum identik dengan proses peradilan, atau profesi yang ada sangkut pautnya dengan peradilan seperti hakim, jaksa, polisi, pengacara. Dalam perkembangannya, profesi hukum ini menjadi sangat luas, karena bidang apa saja pasti ada sangkut pautnya dengan hukum.
Dari uraian – uraian diatas dapatlah dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan profesi hukum tersebut adalah segala pekerjaan yang ada kaitannya dengan masalah hukum.
Asosiasi profesional baik tingkat nasional maupun yang berskala internasional selalu mempunyai Kitab Undang-undang Etika ( Code of Ethics = kode etika ) untuk menyelenggarakan atau mengatur tingkah laku dari para anggotanya dalam praktik profesional. Dalam skala nasional dapat diberikan contoh seperti : Kode etik Ikatan Notaris Indonesia dan lain sebagainya.
Adapun pengertian dari kode etik adalah norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja. Sedangkan menurut Abdulkadir Muhammad bahwa kode etik profesi adalah norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang mengarahkan dan memberi petunjuk kepada anggota bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi dimata masyarakat. Kode etik profesi merupakan produk etika terapan karena dihasilkan berdasarkan penerapan pemikiran etis atas suatu profesi.
Kode etik ini umumnya memberikan petunjuk – petunjuk kepada para anggotanya untuk berpraktik dalam profesi, khususnya menyangkut bidang – bidang berikut :
1. Hubungan antara klien dan tenaga ahli dalam profesi;
2. Pengukuran dan standar evaluasi yang dipakai dalam profesi;
3. Penelitian dan publikasi/penerbitan profesi;
4. Konsultasi dan praktek pribadi;
5. Tingkat kemampuan/kompetensi yang umum;
6. Administrasi personalia;
7. Standar-standar untuk pelatihan.
Namun demikian dapat diutarakan bahwa prinsip – prinsip yang umum dirumuskan dalam suatu profesi akan berbeda – beda satu sama lain. Hal ini dapat terjadi disebabkan perbedaan, adat istiadat, kebiasaan, kebudayaan dan peranan tenaga ahli profesi didefinisikan dalam suatu negara dengan negara tertentu tidak sama.
Adapun yang menjadikan tujuan pokok dari rumusan etika yang dituangkan dalam kode etik profesi adalah :
a. Standar – standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab kepada klien, lembaga ( institution ), dan masyarakat pada umumnya.
b. Standar – standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema – dilema etika dalam pekerjaannya.
c. Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan – kelakuan yang jahat dari anggota – anggota tertentu.
d. Standar – standar etika mencerminkan/membayangkan pengharapan moral – moral dari komunitas. Dengan demikian, standar standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati Kitab Undang – undang Etika profesi dalam pelayanannya.
e. Standar – standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi.
Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan Undang – undang hukum, seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi menerima sanksi dan atau denda dari induk organisasi profesinya.
Sedangkan pelanggaran terhadap peraturan hukum ( Undang – undang ) dihakimi/diadili oleh lembaga peradilan yang berwenang untuk itu, seperti Pengadilan Negeri, Peradilan Agama, Pengadilan Tata Usaha Negara dan Badan Vertikalnya.
Dengan Etika profesi hukum, diharapkan para profesional hukum mempunyai kemampuan individu tertentu yang kritis, yaitu :
1. Kemampuan untuk kesadaran etis ( ethical sensibility );
2. Kemampuan untuk berpikir secara etis ( ethical reasoning );
3. Kemampuan untuk bertindak secara etis ( ethical conduct );
4. Kemampuan untuk kepemimpinan etis ( ethical leadership).
Jadi, Profesi hukum sangat berkaitan dengan upaya untuk mewujudkan dan memelihara ketertiban yang berkeadilan di dalam kehidupan masyarakat. Penghormatan terhadap martabat manusia merupakan titik tolak atau landasan tujuan akhir dari hukum. Untuk mewujudkan ketertiban yang berkeadilan, hukum merupakan sarana perwujudan dari berbagai kaidah perilaku masyarakat, yang disebut sebagai kaidah hukum.
Di bawah ini akan diberikan beberapa contoh tentang tugas – tugas profesi hukum yang dikaitkan dengan etika profesinya, diantaranya adalah :
a. Profesi Hakim
Dalam dinamika kehidupan sehari hari sering terjadi konflik antara individu dengan lainnya. Konflik yang terjadi sering tidak dapat diselesaikan oleh para pihak yang terkait. Untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut sering sekali diperlukan campur tangan institusi khusus yang memberikan penyelesaian imparsial (secara tidak memihak), penyelesaian itu tentunya harus didasarkan kepada patokan – patokan yang berlaku secara obyektif. Fungsi ini lazimnya dijalankan oleh suatu lembaga yang disebut dengan lembaga peradilan, yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan, penilaian dan memberikan keputusan terhadap konflik. Wewenang sedemikian itulah yang disebut dengan “Kekuasaan Kehakiman” yang di dalam praktiknya dilaksanakan oleh Hakim.
Agar dapat menyelesaikan masalah atau konflik yang dihadapkan kepadanya secara imparsial berdasarkan hukum yang berlaku, maka dalam proses pengambilan keputusan, para hakim harus mandiri dan bebas dari pengaruh pihak manapun, termasuk dari pemerintah. Dalam mengambil keputusan, para hakim hanya terikat pada fakta – fakta yang relevan dan kaidah hukum yang menjadi atau dijadikan landasan yuridis keputusannya.
Dengan demikian, jelas bahwa hakim atau para hakim memiliki kekuasaan yang besar terhadap para pihak ( yustiable ) berkenaan dengan masalah atau konflik yang dihadapkan kepada hakim atau para hakim tersebut.(Mochtar KusumaAtmadja, 1974 : 17 ).
Berikut ini akan diberikan penjelasan sekitar kewajiban dan tanggung jawab hakim yang tertuang dalam Undang – undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Adapun kewajiban – kewajiban hakim tersebut adalah :
1. Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai – nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
2. Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memerhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.
3. Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah dan semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advocat, atau panitera.
4. Ketua majelis, hakim anggota, wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah dan semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan pihak yang di adili atau advocat.
5. Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.
6. Sebelum memangku jabatannya, hakim untuk masing – masing lingkungan peradilan wajib mengucapkan sumpah atau janjinya menurut agamanya.
Sedangkan Tanggung jawab hakim dalam tanggung jawab profesi dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Tanggung jawab moral
Adalah tanggung jawab sesuai dengan nilai – nilai dan norma – norma yang berlaku dalam lingkungan kehidupan profesi yang bersangkutan ( hakim ), baik bersifat pribadi maupun bersifat kelembagaan bagi suatu lembaga yang merupakan wadah para hakim bersangkutan.
2. Tanggung jawab hukum
Adalah tanggung jawab yang menjadi beban hakim untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan tidak melanggar rambu – rambu hukum.
3. Tanggung jawab teknis profesi
Adalah merupakan tuntutan bagi hakim untuk melaksanakan tugasnya secara profesional sesuai dengan kriteria teknis yang berlaku dalam bidang profesi yang bersangkutan, baik bersifat umum maupun ketentuan khusus dalam lembaganya.
Selain tanggung jawab diatas, hakim dalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai tanggung jawab lain yang besar, Menurut Prof. Abdulkadir Muhammad ada dua tanggung jawab hakim, yaitu tanggung jawab undang – undang ( publik ) dan tanggung jawab moral. Tanggung jawab undang – undang adalah tanggung jawab hakim kepada penguasa ( negara ) karena telah melaksanakan peradilan berdasarkan perintah undang – undang. Tanggung jawab moral adalah tanggung jawab hakim selaku manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberinya amanat supaya melaksanakan peradilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Profesi Jaksa
Kejaksaan RI merupakan lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara, khususnya di bidang penuntutan. Sebagai badan yang berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan, kejaksaan di pimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan negara khususnya di bidang penuntutan, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan.
Mengacu pada Undang – undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Kejaksaan RI sebagai lembaga negara yang melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya.
Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. Berdasarkan Pasal 30 Undang – undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, berikut adalah tugas dan wewenang kejaksaan ;
1. Dalam bidang pidana
a. Melakukan penuntutan;
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang – undang;
e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
2. Dalam bidang perdata dan tata usaha negara :
Kejaksaan dengan kuasa khusus, dapat bertindak baik di dalam maupun diluar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
3. Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan :
a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
c. Pengawasan peredaran barang cetakan;
d. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;
e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.
Dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya, Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran berdasarkan hukum dan kesusilaan, serta wajib menggali nilai – nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Pengertian jaksa itu sendiri adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang – undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan Undang – undang.
Untuk menjaga netralitas selama menjalankan tugas maka seorang jaksa dilarang merangkap menjadi pengusaha, pengurus atau karyawan badan usaha milik negara/daerah, atau badan usaha swasta, terlebih lagi merangkap menjadi advokat.
Sedangkan mengenai kode etik jaksa serupa dengan kode etik profesi lain yakni mengandung nilai – nilai luhur dan ideal sebagai pedoman berperilaku dalam satu profesi, yang apabila nantinya dapat dijalankan sesuai dengan tujuan akan melahirkan jaksa – jaksa yang memang mempunyai kualitas moral yang baik dalam melaksanakan tugasnya, sehingga kehidupan peradilan di negara kita akan mengarah menjadi lebih baik. Etika profesi kejaksaan berupa doktrin/ajaran yang ditentukan dalam Surat Keputusan Jaksa Agung RI Nomor 5 Kep-052/JA/S/1979 tentang Doktrin Adhyaksa Trikrama Adhyaksa.
c. Profesi Polisi
Lembaga Kepolisian di Indonesia diatur dalam Undang – undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Polisi Republik Indonesia sebagai alat penegak hukum terutama bertugas memelihara keamanan dalam negeri, dalam menjalankan tugasnya selalu menjunjung tinggi hak – hak asasi rakyat dan hukum negara. Polisi di tuntut melaksanakan profesi nya dengan adil dan bijaksana, serta mendatangkan keamanan dan ketentraman. Sebagai alat negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia juga mempunyai kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan menegakan hak asasi manusia dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Fungsi dan tujuan lembaga kepolisian itu adalah salah satunya fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Sedangkan tujuan Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegak nya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Adapun tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat ;
b. Menegakan hukum; dan
c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut di atas, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :
a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat, serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang – undangan;
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk – bentuk pengamanan swakarsa;
g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang – undangan lainnya;
h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan / atau pihak yang berwenang;
k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta
l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
Dalam menjalankan tugas – tugas tersebut maka kepolisian berwenang :
a. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya;
b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;
c. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;
d. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
e. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;
f. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;
g. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;
h. Melakukan kerjasama dengan kepolisan negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional;
i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;
j. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional;
k. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.
Selain itu, dalam proses penanganan perkara pidana, kepolisian juga mempunyai wewenang antara lain :
a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;
c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;
d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h. Menghentikan penyidikan;
i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang ditempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;
k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan
l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Peranan polisi sebagai penegak hukum dituntut melaksanakan profesinya secara baik dengan dilandasi etika profesi. Etika profesi tersebut berpokok pangkal pada ketentuan yang menentukan peranan polisi sebagai penegak hukum. Kode Etik Profesi Polisi yang berlaku sekarang berdasar pada Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol : 7 Tahun 2006. Kode etik profesi Polri merupakan Kristalisasi nilai – nilai Tri brata yag dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota Polri dalam wujud komitmen moral. Kode etik profesi tersebut mencakup 4 (empat) etika , yaitu ;
1. Etika Kepribadian
Adalah sikap moral anggota polri terhadap profesinya didasarkan pada panggilan ibadah sebagai umat beragama. Kewajiban sebagai seorang anggota polri dalam etika kepribadian meliputi :
a. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. Menjunjung tinggi sumpah sebagai anggota polri dari dalam hati nuraninya kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. Melaksanakan tugas kenegaraan dan kemasyarakatan dengan niat murni, karena kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai wujud nyata amal ibadahnya.
2. Etika Kenegaraan
Adalah sikap moral anggota polri yang menjunjung tinggi landasan ideologis dan konstitusional Negara Republik Indonesi, yaitu Pancasila dan Undang – undang Dasar 1945.
3. Etika Kelembagaan
Adalah sikap moral anggota polri terhadap institusi yang menjadi wadah pengabdian patut dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan Bhayangkara dengan segala martabat dan kehormatannya.
4. Etika dalam hubungan dengan masyarakat
Adalah sikap moral anggota polri yang senantiasa memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Dalam kaitannya dengan Hak Asasi Manusia (HAM), setiap anggota polri wajib memahami instrumen internasional tentang standar minimal perlindungan warga negara yang mengatur secara langsung dan tidak langsung tentang hubungan anggota polri dengan HAM, terlebih dalam melaksanakan tugas penegakan hukum. Salah satunya adalah Resolusi Perserikatan Bangsa – Bangsa Nomor 34/169 tentang Etika berprilaku bagi penegak hukum ( Code of conduct for law enforcement ).
d. Profesi Notaris
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik, sejauh pembuatan akta autentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya.
Notaris adalah sebuah profesi yang dapat dilacak balik pada abad ke – 2 atau 3 pada masa Roma kuno, dimana mereka dikenal sebagai scribae, tabellius atau notarius. Pada masa itu, mereka adalah golongan orang yang mencatat pidato. Istilah Notaris diambil dari nama pengabdinya Notarius, yang kemudian menjadi istilah/title bagi golongan orang penulis cepat atau stenographer. Notaris adalah salah satu cabang dari Profesi hukum yang tertua di dunia.
Jenis profesi notaris di dunia ini tergantung dari system hukum yang yang dipakai oleh suatu Negara dimana notaris tersebut tinggal. Didunia ini kita mengenal dua system hukum, yaitu cammon law dan civil law. Begitu pula dengan notaris, ciri – cirinya sebagai berikut :
a. Notaris civil law
- Diangkat oleh penguasa yang berwenang;
- Tujuannya adalah melayani kepentingan masyarakat umum;
- Mendapatkan honorarium dari masyarakat umum.
b. Notaris common law
- Akta tidak dalam bentuk tertentu;
- Tidak diangkat oleh pejabat penguasa.
Sebagai wadah perkumpulan notaris, di Indonesia telah ada organisasi notaris yang diakui, yaitu Ikatan Notaris Indonesia ( INI ). Ini juga di akui oleh Departemen Hukum dan Ham, sesuai dengan keputusan Menteri Hukum dan Ham No. M.01/2003 Pasal 1 butir 13. Perkumpulan INI berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.
Kode etik Notaris adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia berdasar keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang – undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai notaris. Termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti, dan Notaris Pengganti Khusus. Kode Etik ini berlaku bagi seluruh anggota perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan notaris, baik dalam pelaksanaan jabatan maupun dalam kehidupan sehari – hari.
Adapun sanksi kode etik yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran kode etik dapat berupa :
a. Teguran;
b. Peringatan;
c. Skorsing ( pemecatan sementara ) dari keanggotan perkumpulan;
d. Onzetting ( pemecatan ) dari keanggotaan perkumpulan ;
e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan.
Penjatuhan sanksi – sanksi sebagaimana terurai diatas terhadap anggota yang melanggar kode etik notaris disesuaikan dengan kuantitas dan kualitas pelanggaran yang dilakukan anggota tersebut.
e. Profesi Advokat
Advokat dalam Undang – undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat, diartikan sebagai orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang – undang. Jasa hukum tersebut meliputi konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien. Dengan demikian pelayanan yang diberikan seorang advokat lebih luas, yaitu meliputi bidang litigasi ( dalam pengadilan ) dan non litigasi ( di luar pengadilan ).
Dalam memperjuangkan kepentingan klien nya, seorang advokat melaksanakan tugasnya tidak lain untuk menegakan keadilan, pemanfaatan, dan kepastian hukum. Sebagai profesi etis, advokat perlu tunduk pada norma – norma dalam rangka penegakan hukum. Empat norma yang penting dalam penegakan hukum menurut O. Notohamidjojo, yaitu :
- Kemanusiaan sebagai norma
Norma kemanusiaan menuntut supaya dalam penegakan hukum, manusia senantiasa diperlukan sebagaimana manusia, sebab ia memiliki keluhuran pribadi.
- Keadilan sebagai norma
Keutamaan yang harus dipatuhi ialah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi hak nya ( tribuere suumcuique ).
- Kepatutan sebagai norma
- Kejujuran sebagai norma
Setiap penegak hukum hendaknya selalu bersikap jujur dalam melayani pencari keadilan dan menjauhkan diri dari perbuatan yang curang dalam mengurus perkara. Di sinilah pentingnya moralitas yang menguasai sepak terjang seorang advokat. Moralitas yang tinggi mengakibatkan orientasi perjuangannya terarah pada upaya menjunjung tinggi supremacy of moral dan tidak sekedar supremacy of law apalagi sekedar supremacy of legal positivism. Perjuangan yang menempatkan supremacy of moral akan selalu berujung pada pencapaian keadilan substantif dan tidak sekedar keadilan prosedural (procedural justice).
Salah satu amanat yang terkandung dalam Undang – undang Nomor 18 Tahun 2003 adalah terbentuknya organisasi advokat paling lambat dua tahun setelah Undang - undang disahkan yang bisa menjadi wadah seluruh advokat Indonesia. Memang saat Undang – undang ini disahkan telah ada delapan organisasi advokat, diharapkan semua organisasi tersebut menyatu ke dalam organisasi yang baru. Organisasi advokat yang telah ada berhasil membentuk suatu organisasi yang diberi nama Perhimpunan Advokat Indonesia, yang kemudian di singkat menjadi PERADI dengan tetap mengikuti organisasi awalnya. Pasal 32 ayat ( 3 ) UU Advokat menyatakan bahwa untuk sementara tugas dan wewenang Organisasi Advokat dijalankan bersama – sama oleh :
1. Ikatan Advokat Indonesia ( IKADIN )
2. Asosiasi Advokat Indonesia ( AAI )
3. Ikatan Penasehat Hukum Indonesia ( IPHI )
4. Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia ( HAPI )
5. Serikat Pengacara Indonesia ( SPI )
6. Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia ( AKHI )
7. Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal ( HKHPM )
8. Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia ( APSI ).
Advokat dalam penjelasan Undang – undang dinyatakan melalui jasa hukum yang diberikannya, advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan pencari keadilan termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak – hak fundamental mereka di depan hukum.
Dengan demikian, profesi advokat memiliki peran penting dalam upaya penegakan hukum. Setiap proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, bahkan tata negara, selalu melibatkan profesi advokat yang kedudukannya setara dengan penegak hukum lainnya.
Ada dua hal penting yang harus dimiliki oleh seorang advokat, yaitu logika dan etika. Logika akan menuntun seorang advokat untuk mampu memahami mana yang benar dan mana yang salah, sedangkan etika akan menuntun seorang advokat mampu memahami mana yang baik dan mana yang buruk, oleh karena itu kedua hal tersebut harus memiliki dan tidak dapat dipisahkan dari seorang advokat profesional.
Berkaitan dengan kode etik setiap organisasi, tidak terkecuali organisasi advokat, selalu memiliki kode etik yang di buat sedemikian baiknya dan dijadikan sebagai landasan bertindak dan berprilaku bagi mereka dalam menjalankan profesi tersebut. Pada dasarnya kode etik itu akan dijadikan sebagai hukum dasar dalam setiap organisasi dan oleh karena nya akan berfungsi sebagai pembebanan kewajiban kepada setiap anggotanya dan sekaligus pembebanan kewajiban kepada setiap anggotanya dan sekaligus pemberian perlindungan hukum.
Kode etik yang diberlakukan oleh organisasi advokat sekarang ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang – undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang advokat. Kode etik advokat dimaksudkan untuk mengatur dan memberi kualitas kepada pelaksana profesi, untuk menjaga kehormatan dan nama baik organisasi profesi, serta untuk melindungi publik yang memerlukan jasa – jasa baik profesional. Kode etik merupakan mekanisme pendisiplinan, pembinaan, dan pengontrolan etos kerja anggota – anggota organisasi profesi.
Dengan demikian kode etik advokat Indonesia adalah hukum tertinggi dalam menjalankan profesi, yang selain menjamin dan melindungi namun juga membebankan kewajiban kepada setiap advokat untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada klien, pengadilan, negara, atau masyarakat, dan terutama kepada dirinya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar