BAB III
BAIK DAN BURUK
A. Pengertian
Di dalam Ensiklopedia Indonesia, pengertian baik dan buruk itu adalah sesuatu hal dikatakan baik, bila ia mendatangkan rahmat, dan memberikan perasaan senang atau bahagia, jadi sesuatu yang dikatakan baik bila ia dihargai secara positif.
Sedangkan pengertian buruk adalah segala yang tercela,lawan baik, pantas, bagus dan sebagainya. Perbuatan buruk berarti perbuatan yang bertentangan dengan norma – norma masyarakat yang berlaku .
Berbicara tentang perbedaan antara baik dan buruk itu, pada hakikatnya samar sekali, sebab kalau sesuatu tindakan tidak baik, maka buruklah ia. Derajat keburukan itu tidak sama, mungkin ada yang buruk sekali dan mungkin ada juga yang agak buruk, tetapi sebenarnya itu semua adalah buruk karena tidak baik.
Dari uraian diatas dapatlah dikemukakan, bahwa yang dikatakan dengan baik adalah apabila memberikan kenikmatan, kesenangan, kepuasan sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan yang dikatakan buruk apabila dinilai sebaliknya. Dari sini terlihat betapa relatifnya perbedaan baik dengan buruk tersebut.
B. Ukuran Baik dan Buruk
Dapat di pastikan bahwa sampai kapanpun tidak dicapai kebulatan pendapat tentang apa sebenarnya pengertian baik dan buruk itu, sebab seperti dikemukakan diatas perbedaan kedua pengertian tersebut sangat relatif dan elastis, bahkan yang baik menurut pandangan seseorang, boleh jadi buruk menurut pandangan orang lain. Dan sebaliknya buruk menurut pandangan seseorang bisa jadi baik menurut pandangan orang lain.
Jelasnya, baik dan buruk itu sifatnya individual akan terpulang kepada orang yang menilainya, kesimpulan ini dikemukakan disebabkan baik dan buruk itu terikat pada ruang dan waktu, sehingga dia tidak berlaku secara universal.
Ada beberapa ajaran yang mengemukakan pandangan tentang baik dan buruk ini, yaitu :
1. Menurut Ajaran Islam
Standar baik dan buruk menurut ajaran dienul Islam berbeda dengan ukuran – ukuran lainnya, untuk melihat apakah sesuatu perbuatan itu apakah baik atau buruk dapat dipegang dari sebuah hadis yang di riwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, “ Sesungguhnya sesuatu perilaku/perbuatan itu tergantung kepada niatnya, dan perilaku/perbuatan itu dinilai berdasarkan niat nya”
Berdasarkan hadis di atas dapat dikemukakan bahwa untuk menilai apakah sesuatu perbuatan itu baik atau buruk bukanlah tergantung kepada akibat/hasil perbuatan, akan tetapi dipulangkan/berdasarkan niat dari orang yang melakukan perbuatan tersebut.
Selain disandarkan pada niat, untuk menilai apakah sesuatu perbuatan itu baik atau buruk, juga harus diperhatikan kriteria “ bagaimana cara melakukan perbuatan itu’.
Sebab, andai kata pun niat seseorang melakukan perbuatan itu baik, akan tetapi cara melaksanakan perbuatan itu salah, maka perbuatan itu tetap juga digolongkan kepada buruk, karena salah dalam mengaplikasikan niat baik tersebut.
Penggunaan kriteria “ cara melakukan perbuatan” itu dapat dirujuk kepada ketentuan Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 263 yang artinya : “perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang di iringi dengan sesuatu ( baik berupa perkataan maupun perilaku ) yang menyakitkan perasaan hati si penerima “.
Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan, bahwa untuk mengukur apakah sesuatu itu dikategorikan kepada perbuatan baik atau perbuatan buruk adalah didasarkan kepada :
a. Niat, yaitu sesuatu yang melatar belakangi ( mendorong ) lahirnya sesuatu perbuatan yang sering juga di istilahkan dengan kehendak.
b. Dalam hal merealisasi kehendak tersebut harus dilaksanakan dengan cara yang baik.
Sebagai alat ukur untuk menilai apakah niat dan cara melaksanakan niat tersebut baik atau tidak, di gunakanlah ketentuan – ketentuan yang ada dalam Al-Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW, hal ini sesuai dengan Hadis Nabi Muhammad SAW yang artinya berbunyi : “ Aku ( Muhammad SAW ) tinggalkan untuk kamu sebagai pusaka ada dua perkara, tidaklah kamu akan tersesat selamanya, andainya kamu tetap berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitabullah ( Al-Quran ) dan Sunnah Rasulullah SAW ).
2. Adat Kebiasaan
Setiap suku atau bangsa di dunia mempunyai adat istiadat yang diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Barang siapa patuh dan taat kepada adat istiadat tersebut maka orang yang bersangkutan dapat dipandang baik, dan sebaliknya bagi siapa yang melanggar adat istiadat tersebut, maka yang bersangkutan di pandang telah berbuat buruk.
Jadi dapatlah dikatakan bahwa ukuran baik dan buruk itu tergantung kepada kesetiaan dan ketaatan seseorang ( loyal ) terhadap ketentuan adat istiadat.
3. Kebahagiaan ( Hedonisme )
Yang menjadi ukuran baik dan buruk menurut paham ini adalah apakah tingkah laku dan perbuatan tersebut melahirkan kebahagiaan dan kenikmatan/kelezatan. Timbul persoalan apakah yang dimaksudkan dengan kebahagiaan itu sifatnya individual atau universal ?
Untuk menjawab persoalan ini dapat dilihat dari tiga sudut pandang :
a. Aliran hedonisme individualistis
Aliran ini melihat kebahagiaan yang dimaksudkan di sini adalah kebahagiaan yang bersifat individualis ( egoistik hedonism ) bahwa manusia itu hendaknya harus selalu mencari kebahagiaan diri sepuas – puasnya, dan mengorientasikan seluruh sikap dan perilakunya untuk mencapai kebahagiaan itu.
Andai seseorang bimbang untuk memastikan suatu pilihan dalam melakukan sesuatu perbuatan, maka hendaklah ia dalam mengambil keputusan mendasarkannya kepada perbuatan manakah yang lebih menimbulkan kenikmatan baginya.
Aliran ini berpendapat, jika suatu keputusan baik bagi pribadi nya, maka disebutlah baik, dan sebaliknya apabila keputusan itu tidak baik bagi pribadinya, maka itulah yang buruk.
b. Kebahagiaan rasional ( Rasionalistik Hedonism )
Aliran ini berpendapat, bahwa kebahagiaan atau kelezatan individu itu haruslah berdasarkan pertimbangan akal yang sehat.
c. Kebahagiaan universal ( Universalistic Hedonism )
Menurut orang yang menganut paham ini bahwa yang menjadi tolak ukur apakah sesuatu perbuatan itu baik dan buruk, adalah mengacu kepada akibat perbuatan itu melahirkan kesenangan atau kebahagiaan kepada seluruh makhluk. Yang menjadi patokan disini bukanlah kebahagiaan diri sendiri (individual) akan tetapi kebahagiaan setiap orang ( universal ).
4. Bisikan Hati ( Instuisi )
Yang disebut dengan bisikan hati ( instuisi ) adalah kekuatan batin yang dapat mengidentisifikasi apakah sesuatu perbuatan itu baik atau buruk tanpa terlebih dahulu melihat akibat yang ditimbulkan perbuatan itu.
Pada dasarnya aliran ini merupakan bantahan terhadap aliran hedonisme (menilai dasar akibat yang ditimbulkan perbuatan=kebahagiaan), dan yang menjadi tujuan hidup manusia, menurut aliran ini bukanlah kelezatan atau kenikmatan akan tetapi keutamaan, keunggulan, keistimewaan yang dapat juga di artikan sebagai “kebaikan budi pekerti “.
5. Evolusi
Paham ini berpendapat bahwa segala sesuatunya yang ada di alam ini selalu ( secara berangsur – angsur ) mengalami perubahan, yaitu berkembang menuju kearah kesempurnaan. Filsuf Herbert Spencer ( 1820-1903 ) salah seorang ahli filsuf Inggris mengemukakan bahwa perbuatan akhlak itu tumbuh secara sederhana, kemudian dengan berlakunya ( evolusi ) akan menuju kearah cita – cita, dan cita – cita inilah yang dianggap sebagai tujuan.
Alexander mengadopsi teori Darwin ini kedalam lapangan moral, yang mana beliau mengungkapkan bahwa nilai moral harus selalu berkompetisi dengan nilai yang lainnya, bahkan dengan segala yang ada di alam ini, dan nilai moral yang bertahanlah ( tetap ) yang dikatakan dengan baik, dan nilai – nilai yang tidak bertahan ( kalah dengan perjuangan antar nilai ) di pandang sebagai buruk.
6. Utilitarisme
Utilistis dapat diartikan sebagai hal yang berguna/bermanfaat. Dalam aliran atau paham ini ukuran baik dan buruk di dasarkan kepada apakah perbuatan tersebut berguna atau bermanfaat. Penganut paham ini yang terbesar adalah Stuarmill ( 1806-1973 ) berkebangsaan inggris, dia menegaskan bahwa yang terbaik adalah “ the desire to be in unity with our fellowmen “ atau keinginan untuk bersatu dengan sesama manusia.
7. Paham Eudaemonisme
Eudaemonisme di ambil dari istilah Gerika, yaitu “eudaemonia” dalam bahasa Indonesia di terjemahkan dengan “ kebahagiaan, untuk bahagia “.
Yang menjadi prinsip pokok paham ini adalah kebahagiaan bagi diri sendiri dan kebahagiaan bagi orang lain. Keberuntungan yang telah diperoleh, maupun yang masih akan diperoleh adalah menjadi objek dari bidang dan kehidupan manusia.
Menurut Aristoteles untuk mencapai eudaemonia ini diperlukan 4 hal, yaitu:
1. Kesehatan, kebebasan, kemerdekaan, kekayaan dan kekuasaan.
2. Kemauan;
3. Perbuatan baik;
4. Pengetahuan batiniah.
8. Aliran Pragmatisme
Aliran pragmatisme ini menitikberatkan kepada hal-hal yang berguna dari diri sendiri, baik yang bersifat moril maupun materiel. Umumnya penganut paham ini tidak peduli kepada diri orang lain, dia berpedoman kepada hal – hal yang bersifat empiris. Yang menjadi titik berat ajaran ini adalah pengalaman, oleh karena itu pula penganut aliran ini tidak mengenal istilah kebenaran, sebab kebenaran itu sifatnya abstrak dan tidak akan di peroleh dalam dunia empiris.
9. Aliran Positivisme
Aliran ini menitikberatkan hal – hal yang positif terhadap etika mereka. Yang menjadi tolak ukur adalah keadaan positif ( tentu; pasti; tegas), yaitu sesuatu yang dapat diraba/dirasakan oleh panca indera.
Aliran ini memandang agama adalah relatif, sebab apa yang menjadi tujuan beragama tersebut tidak dapat dirasakan langsung oleh panca indera manusia.
August Comte ( 1798 – 1875 ) adalah tokoh penting aliran ini, beliau berupaya keras untuk menemukan persesuaian antara kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat, yang di istilahkannya dengan “ antara egoisme dan altruistis “.
Dapat dikemukakan bahwa yang menjadi ukuran baik dan buruknya sesuatu itu adalah “ ada tidaknya persesuaian kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat”. Andainya ada persesuaian maka dipandanglah ia baik, dan apabila tidak ada persesuaian maka dipandang lah ia buruk.
10. Aliran Naturalisme
Menurut aliran ini, yang menjadi ukuran baik dan buruk itu adalah ; “ apakah sesuai dengan keadaan alam”, apabila alami maka itu dikatakan baik, sedangkan apabila tidak alami di pandang buruk.
Oleh karena itu pulalah Jean Jack Rousseau ( salah seorang penganut aliran ini ) mengemukakan, bahwa kemajuan, pengetahuan, dan kebudayaan adalah menjadi perusak alam yang utama. Kemajuan kebudayaan itulah yang melahirkan kemewahan, dan kemajuan pengetahuanlah yang merupakan sumber kesusahan orang banyak.
11. Aliran Vitalisme
Aliran ini merupakan bantahan terhadap aliran Naturalisme, sebab menurut penganut paham vitalisme ini yang menjadi ukuran bbaik dan buruk itu bukanlah alam, akan tetapi “ vitae “ atau hidup (yang sangat diperlukan untuk hidup). Aliran vitalisme ini dapat dikelompokan kepada :
a. Vitalisme Pessimistis ( negatif vitalistis )
Menurut aliran ini bahwa manusia yang dilahirkan adalah “celaka”, disebut celaka adalah karena ia dilahirkan dan hidup. Lahir dan hidup manusia tidak ada gunanya, dan paham vitalisme pessimistis yang mengungkapkan “ homo homini lupus”, artinya manusia yang satu adalah merupakan serigala bagi manusia yang lain nya.
b. Vitalisme Optimisme
Menurut aliran ini “ hidup atau kehidupan adalah berarti pengorbanan diri, oleh karena itu mereka berpandangan bahwa hidup yang sejati adalah “ kesediaan dan kerelaan untuk melibatkan diri dalam setiap kesusahan”.
Menurut paham ini yang paling baik ialah segala sesuatu yang menempa kemauan manusia untuk menjadi berkuasa. Menurut mereka gagasan yang paling baik adalah gagasan yang revolusioner, dan gerakan yang mempergunakan kekuatan, yang di istilahkan dengan “ spontan dinamic “ terutama sekali dalam merebut kekuasaan.
Oleh karena itu menurut penganut aliran ini “ perang adalah halal”, sebab orang yang berperang itulah ( yang menang ) yang akan memegang kekuasaan.
Tokoh terpenting aliran ini adalah F. Niettsche, dia banyak sekali memberikan pengaruh terhadap tokoh revolusioner seperti Hitler. Pada akhir hayatnya Niettsche menjadi seorang yang ateis, dan mati dalam keadaan gila, dan ia pulalah yang memproklamirkan gagasan “ God is dead “. Tuhan itu telah mati, Tuhan itu tidak ada lagi, dan oleh karena itu hendaklah jauhkan diri ( putuskan hubungan dengan Tuhan.
12. Aliran Gessingnungsethik
Aliran ini diprekarsai oleh Albert Schweitzer, beliau adalah ahli Teolog, musik, medik, filsuf, dan etika. Yang terpenting menurut ajaran ini adalah “ penghormatan akan kehidupan”, yaitu sedapat mungkin setiap makhluk harus saling menolong dan berlaku baik. Ukuran kebaikan menurut pandangan aliran ini adalah pemeliharaan akan kehidupan, dan yang buruk adalah setiap usaha yang berakibat kebinasaan dan menghalang-halangi hidup.
Lebih lanjut aliran ini menekankan :
a. Jangan hanya mengemukakan teori tentang kehidupan dan terhadap hidup, karena kalau hanya dengan teori tidak akan dapat menyelesaikan persoalan, terima kenyataan dengan senang hati, dan juga harus berani berhadapan dengan kenyataan hidup dan sangat menentang sekali keputusasaan.
b. Bukan teori hidup yang memperbaiki kehidupan, akan tetapi usaha untuk hidup.
c. Tanggung jawab manusia bukan hanya kepada manusia belaka, akan tetapi juga ikut bertanggung jawab terhadap kehidupan makhluk – makhluk lainnya. Oleh karena itu manusia tidak dibenarkan untuk memakan daging sebab dengan memakan daging samalah halnya dengan membunuh binatang.
d. Aliran ini juga sangat menghormati hidup ( hidup universum ), sebab dengan memelihara hidup sama artinya dengan memelihara dan memperbaiki orang lain, dengan demikian otomatis akan lahirlah persatuan dengan hidup yang universum.
13. Aliran Idealisme
Istilah idealisme berasal dari bahasa Gerika ( Yunani ), yaitu dari kata “idea“, yang secara etimologis berarti; akal, pikiran, atau sesuatu yang hadir dalam pikiran, atau dapat juga disebut sesuatu bentuk yang masih ada dalam alam pikiran manusia. Pada pokoknya aliran ini sangat mementingkan eksistensi akal pikiran manusia, sebab akal pikiran manusia inilah yang menjadi sumber ide.
Hal – hal yang terpenting dari aliran ini adalah :
a. Yang paling fundamental dan lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan hal – hal yang lainnya ( bahkan dari materi sekalipun ) adalah akal pikiran.
b. Menolak pendapat yang mengemukakan bahwa akal pikiran yang bersumber dari materi, dan mereka berpendapat bahwa materi itulah yang berasal dari alam pikiran.
Lebih lanjut aliran ini berpendapat, bahwa segala yang ada hanyalah yang tiada, sebab yang ada itu hanya gambaran/perwujudan dari alam pikiran (bersifat tiruan), sebaik apapun suatu tiruan tentunya tidak akan seindah aslinya ( ide ). Dengan demikian yang baik itu hanya apa yang ada di dalam ide itu sendiri.
14. Aliran Eksistensialisme
Aliran ini berpandangan bahwa eksistensi ( keberadaan ) di atas dunia selalu terkait pada keputusan – keputusan individu, maksudnya individu itulah yang menetapkan keberadaannya yang berwujud keputusan, andaikan individu itu tidak mengambil suatu keputusan maka pastilah tidak ada yang terjadi.
Dari uraian diatas dapatlah dikemukakan bahwa individu – individu yang ada sangat menentukan terhadap sesuatu yang baik, terutama sekali bagi kepentingan dirinya. Adapun yang menjadi ukuran baik dan buruk menurut paham ini adalah “ Truth is subjectivity “ atau kebenaran terletak pada pribadi, dengan sendirinya apabila keputusan itu baik bagi pribadinya, maka disebutlah baik, dan sebaliknya apabila keputusan itu tidak baik bagi pribadinya, maka itulah yang buruk.
15. Aliran Marxisme
Ajaran ini didasarkan atas Dialectical Materialisme, yaitu segala sesuatu yang ada dikuasai oleh keadaan material, dan keadaan material pun juga harus mengikuti jalan dialektika itu.
Orang – orang yang bersifat materialis memandang bahwa jalan revolusi selalu disejajarkan dengan jalan reaksi dengan tujuan untuk mengejar masyarakat yang setaraf dan bebas, aliran ini memegang motto “ segala sesuatu jalan dapatlah dibenarkan, asalkan saja jalan dapat ditempuh untuk mencapai sesuatu tujuan”.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa apa pun dapat dipandang baik asalkan ia dapat menyampaikan/menghantar kepada tujuan.
16. Aliran Komunisme
Etika komunisme pada hakikatnya adalah merupakan teori pengetahuan dan ekonomi, yaitu teori tentang ilmu filsafat ( ilmu pengetahuan ) yang didalamnya juga memuat permasalahan – permasalahan ekonomi.
Pencetus aliran ini adalah Karl Marx, yang mana di dalam pikiran – pikiran nya selalu mendasarkannya kepada materi yang bersifat riil. Karl Marx berpendapat bahwa, selain memperjuangkan ide – ide, maka manusia itu juga harus aktif untuk membentuk suatu kekuatan, untuk membentuk suatu kekuatan massa harus ikut aktif dalam sistem politik, dan ia sangat benci terhadap orang – orang yang ingin mempertahankan sistem teori politik.
Hasil ajaran Karl Marx ini terlihat nyata, yang mana orang – orang adalah termasuk orang – orang yang penuh dengan aktivis, setiap orang ikut terlibat langsung dalam perjuangan politik.
Penganut aliran ini adalah termasuk orang – orang yang devitionist, yaitu orang – orang yang dapat mengubah tujuan dari tujuan semula, dan mengalihkan haluan kepada tujuan yang lain.
Akibat paham yang demikian ini, maka tidaklah mengherankan kalau pada masa belakangan ini, aliran komunis itu mempunyai corak yang beragam, sebab mereka ( penganutnya ) dapat saja mengubah suatu tujuan kepada tujuan yang lain. Akibatnya timbullah bermacam – macam aliran komunisme di dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar