BAB VI
PENEGAKAN KODE ETIK PROFESI HUKUM
A. Problematika Profesi Hukum
Sebagaimana yang sudah diutarakan di depan bahwa pemandangan negara hukum Indonesia memang akhir – akhir ini tidak sejalan dengan cita – cita dan tujuan negara hukum itu sendiri. Menurut Mahfud MD bahwa hukum Indonesia lebih sering menuai kritik ketimbang pujian. Beberapa kritik diarahkan baik berkaitan dengan kualitas hukum, ketidakjelasan berbagai produk hukum yang berkaitan dengan proses legislasi, dan juga lemahnya penerapan berbagai peraturan. Kritik ini sering dilontarkan berkaitan dengan penegakan hukum di Indonesia.
Kebanyakan orang akan bicara bahwa hukum di Indonesia itu dapat di “beli”, yang menang mereka yang mempunyai kekuasaan, yang punya uang banyak pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar. Ada pengakuan informal di masyarakat bahwa karena hukum dapat di beli maka aparat penegak hukum tidak dapat diharapkan untuk melakukan penegakan hukum secara menyeluruh dan adil. Praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum, seperti mafia hukum dan peradilan, peradilan yang diskriminatif atau rekayasa proses peradilan merupakan realitas yang gampang ditemui dalam penegakan hukum di negeri ini. Peradilan yang diskriminatif menjadikan hukum di negeri ini persis seperti yang dideskripsikan Plato bahwa hukum adalah jaring laba – laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat yang kaya dan kuat ( laws are spider webs, they hold the weak and delicated who are caught in their meshes but are torn in pieces by the rich and powerful).
Menurunnya kualitas sebagai negara hukum di Indonesia tidak lepas dari lemahnya etika para profesional hukum. Menggejalanya perbuatan profesional yang mengabaikan kode etik profesi karena beberapa alasan yang paling mendasar, baik sebagai individu anggota masyarakat maupun karena hubungan kerja dalam organisasi profesi, di samping sifat manusia yang konsumeristis dan nilai imbalan jasa yang tidak sebanding dengan jasa yang diberikan. Faktor yang mempengaruhi antara lain :
a. Pengaruh sifat kekeluargaan
b. Pengaruh jabatan
c. Pengaruh konsumerisme
d. Karena lemah iman.
Atas dasar faktor – faktor tersebut, maka dapat di inventarisasi alasan – alasan mendasar mengapa profesional cenderung mengabaikan dan bahkan melanggar kode etik profesi.
Menurut Sidharta, polemik tentang moral profesi hukum seringkali berkutat pada perdebatan tentang rumusan Pasal – pasal kode etik. Sebagai warga negara tertentu sangatlah prihatin akan terjadinya banyak pelanggaran hukum di negera ini. Terlebih lagi akhir – akhir ini hukum di negara kita menjadi sorotan yang tajam. Banyak terjadi kontroversi mengenai hukum, bermula dari kasus yang ringan hingga kasus – kasus besar.
Pelanggaran terhadap kode etik profesi tersebut dengan sendirinya akan berpengaruh pada penegakan hukum. Penegakan hukum tertentu tidak akan dapat berjalan karena dalam proses hukum penuh dengan tindakan – tindakan pencederaan terhadap nilai – nilai hukum.
B. Penegakan Hukum
Tugas dari profesi hukum ialah menjaga dan menegakan hukum. Penegakan hukum ( law enforcement ) dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum, baik melalui prosedur peradilan maupun melalui prosedur arbitrase dan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya ( alternative desputes or conflicts resolution ).
Dalam arti sempit, penegakan hukum itu menyangkut kegiatan penindakan terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan perundang – undangan, khususnya yang lebih sempit lagi melalui proses peradilan pidana yang melibatkan peran aparat kepolisian, kejaksaan, advokat, dan badan – badan peradilan.
Penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto dipengaruhi oleh faktor – faktor penegakan hukum, yaitu :
a. Faktor hukumnya sendiri, yaitu peraturan perundang – undangan yang berlaku di Indonesia
b. Faktor penegak hukum, yakni pihak – pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum
c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegaka hukum
d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan
e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Dengan pemahaman tersebut maka kita dapat mengetahui bahwa problem – problem hukum yang akan selalu menonjol adalah problema “ law in action” bukan pada “ law in the book”.
C. Prinsip dalam Penegakan Hukum
Dalam suatu penegakan hukum, sesuai kerangka dari L.M. Friedmann, hukum harus diartikan sebagai suatu isi hukum ( content of law ), tata laksana hukum (structure of law), dan budaya hukum ( culture of law ). Sehingga penegakan hukum tidak saja dilakukan melalui perundang – undangan, namun juga bagaimana memberdayakan aparat dan fasilitas hukum. Di sisi lain yang harus dilakukan ialah bagaimana menciptakan budaya hukum masyarakat yang kondusif untuk penegakan hukum. Penegakan hukum adalah juga ukuran untuk kemajuan dan kesejahteraan suatu negara.
Dalam penegakan hukum terdapat beberapa prinsip – prinsip hukum yang melindungi hak asasi manusia yang harus di penuhi aparat penegak hukum, prinsip hukum tersebut antara lain :
a. Tugas utama aparat penegak hukum dalam proses penegakan hukum. Tugas utamanya adalah mengajukan para pelaku pelanggaran hukum ke muka pengadilan. Diawali dengan penyelidikan untuk melengkapi bukti – bukti dan informasi atas tindak pidana, sampai dengan penangkapan, penahanan yang sah, serta penyelidikan yang bertanggung jawab. Pengadilan bertanggung jawab untuk memeriksa bukti – bukti dan informasi, sehingga dapat menetapkan bersalah atau tidaknya seseorang ( terdakwa ).
b. Kedua, aparat penegak hukum harus berpegangan pada asas praduga tidak bersalah ( presumption of innocent ), sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 14 ayat 2 konvensi internasional hak hak sipil dan politik bahwa “setiap orang yang di dakwa dengan pelanggaran pidana mempunyai hak untuk dianggap tidak bersalah sampai terbukti kesalahannya menurut hukum”. Hal ini merupakan esensi dari peradilan yang jujur ( fair trial ).
c. Ketiga, peradilan yang jujur. Dalam arti peradilan yang tidak memihak, yang memberikan jaminan atas hak yang sama dihadapan hukum kepada setiap orang. Seperti jaminan bahwa peradilan dilakukan secara terbuka, sehingga masyarakat mengetahui jalan nya persidangan. Hak setiap orang untuk memperoleh bantuan penasihat hukum untuk melakukan pembelaan atas dakwaan dan tuntutan yang diajukan kepadanya.
d. Keempat, hak atas pribadi ( privacy ). Setiap orang berhak atas perlindungan atas kehidupannya dan aparat penegak hukum wajib menghormati dan menjamin untuk mencegah terjadinya suatu tindakan yang menggangu kehidupan pribadi seseorang.
e. Kelima, etika dalam pola pemberantasan suatu kejahatan. Dalam upaya untuk memberantas suatu kejahatan hendaknya sesuai dengan kode etik aparat penegak hukum ( code of conduct for law enforcement officials ), sehingga sesuai dengan patokan – patokan moral dan etika yang tinggi dari aparat penegak hukum dan tidak melakukan praktik – praktik yang sewenang – wenang terhadap tersangka.
D. Penegakan Kode Etik Profesi Hukum
Penegakan kode etik adalah usaha melaksanakan kode etik sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaan nya supaya tidak terjadi pelanggaran dan jika terjadi pelanggaran memulihkan kode etik yang dilanggar itu supaya ditegakan kembali.
Apa fungsi kode etik profesi? Sumaryono mengemukakan tiga fungsi, yaitu sebagai sarana kontrol sosial, sebagai pencegah campur tangan pihak lain, dan sebagai pencegah kesalapahaman dan konflik. Berdasarkan pengertian dan fungsinya tersebut, jelas bahwa kode etik profesi merupakan suatu pedoman untuk menjalankan profesi dalam rangka menjaga mutu moral dari profesi itu sendiri, sekaligus untuk kualitas dan idependensi serta pandangan masyarakat terhadap profesi tesebut, termasuk juga terhadap profesi hukum.
Penegakan kode etik profesi hukum merupakan salah satu jalan menuju penegakan hukum. Penegakan hukum harus mematuhi kode etik nya masing – masing agar pelayanan tetap terjaga. Munculnya kasus – kasus mafia peradilan ataupun ketidakadilan seperti tebang pilih dalam penanganan kasus berawal dari diabaikannya etika dalam menjalankan praktik sehari – hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar