Senin, 14 Januari 2013

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN



A. Subyek Pajak

Yang menjadi Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/ atau bangunan. Subyek Pajak sebagaimana tersebut di atas yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-Undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

B. Obyek Pajak

Yang menjadi Obyek Pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan bangunan meliputi:

1. Pemindahan hak karena:

a. jual beli;

b. tukar-menukar;

c. hibah;

d. hibah wasiat;

e. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;

f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;

g. penunjukan pembeli dalam lelang;

h. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;

i. hadiah.

2. Pemberian hak baru karena:

a. kelanjutan dari pelepasan hak;

b. di luar pelepasan hak;

c. hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan.

C. Obyek Pajak yang Tidak Dikenakan Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah :

1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan perlakuan timbal balik;

2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;

3. Badan atau perwakilan organisasai internasional yang ditetapkan oleh Menteri;

4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;

5. Karena wakaf;

6. Karena warisan;

7. Digunakan untuk kepentingan ibadah.

D. Subyek Pajak

Adalah orang pribadi atau badan hukum yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subyek pajak yang dikenakan kewajiban menjadi Wajib Pajak menurut UU.

E. Dasar Pengenaan Pajak

Dasar pengenaan pajak adalah NPOP (Nilai Perolehan Obyek Pajak)

NPOP untuk berbagai jenis perolehan objek pajak ditentukan sebagai berikut:

a. Jual Beli adalah Harga Transaksi

b. Tukar Menukar adalah Nilai pasar

c. Hibah adalah Nilai Pasar

d. Hibah wasiat adalah Nilai Pasar.

e. Waris adalah Nilai Pasar.

f. Pemasukan dalam perseroan/badan hukum lainnya adalah Nilai Pasar.

g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah Nilai Pasar.

Apabila NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, maka dasar pengenaan BPHTB adalah NJOP PBB

F. Tarif Pajak

Tarif pajak yang dikenakan atas obyek pajak adalah tarif tunggal sebesar 5 %.

G. NPOP Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)

Ditetapkan secara regional paling banyak Rp. 60.000.000,00 kecuali dalam hak perolehan karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajad ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, NPOPTKP ditetapkan paling banyak Rp. 300.000.000,-

H. Cara Perhitungan Pajak

Besarnya Pajak terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak 5% dengan Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak (NPOPKP). Besarnya NPOPTKP adalah NPOP – NPOPTKP apabila NPOP lebih rendah dari NJOP PBB tahun terjadinnya transaksi, atau bila NPOP tidak diketahui, maka dasar pajaknya adalah NJOP PBB.


BPHTB = (NPOP – NPOPTKP) x Tarif

BPHTB = NPOPKP x Tarif

Atau

Bila NJOP digunakan sebagai dasar pengenaan :


BPHTB = (NJOP – NPOPTKP) x Tarif

BPHTB = NPOPKP x Tarif


Peraturan Pelaksanaan tentang tata cara Pengenaan BPHTB :

1. PP RI No. 111 tahun 2000 tentang pengenaan BPHTB karena waris dan Hibah wasiat, bahwa ;
BPHTB yang terhutang atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terhutang.
Saat terhutangnya pajak sejak yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor pertanian Kabupaten/Kota.

2. Peraturan pemerintah No. 112 tahun 2000 tentang pengenaan BPHTB karena pemberian Hak pengelolaan, bahwa :
Penerima Hak pengelolaan oleh departemen, lembaga departemen, lembaga Pemerinta, Non departemen, Pemda Propinsi, Pemda Kab/Kota, lembaga pemerintah lainnya, Perum perumnas ditetapkan sebesar 0%.
Penerima Hak pengelolaan selain yang disebutkan diatas ditetapkan sebesar 50%.

3. PP RI No. 113 tahun 2000 tentang penentuan besarnya NPOP TKP BPHTB, bahwa :
NPOP TKP ditetapkan secara regonal paling banyak Rp. 60.000.000,- kecuali dalam hal perolehan hak karena waris atau hibab wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam keturunan garis lurus satu derajat ke atas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibab wasiat, termasuk suami, istri, ditetapkan secara regional paling banyak Rp.300.000.000,-
Besarnya NPOP TKP ditetapkan oleh mentri keuangan untuk setiap kabupaten/kota dengan mempehatikan usulan pemerintah Daerah. NPOP TKP tersebut dapat diubah dengan mempertimbangkan perkembangan perekonomian regional.


Contoh
Wajib Pajak A membeli sebidang tanah di Kota Malang seharga Rp. 100 juta, NJOP PBB pada tahun terjadinya transaksi adalah Rp.95 juta. Jika NJOPTKP kota Malang atas transaksi tersebut sebesar Rp. 60 juta, maka tentukan BPHTB yang terutang atas perolehan hak Tersebut !

Jawab :

NPOP           = Rp. 100.000.000,-

NPOPTKP    = Rp. 60.000.000,-

NPOPKP      = Rp. 40.000.000,-

BPHTB = (NPOP – NPOPTKP) x Tarif

BPHTB = NPOPKP x Tarif



BPHTB Terhutang = (100.000.000 – 60.000.000) x 5%

= Rp. 40.000.000 x 5%

= Rp. 2.000.000,-

Contoh 2
Seorang anak memperoleh warisan dari ayahnya dengan nilai pasar Rp. 500.000.000,- NJOP yang tercantum dalam SPPT Rp. 800.000.000,-. NPOP TKP Rp. 300.000.000,- Berapa Besarnya BPHTB nya?

Jawab :

NPOP                  = Rp. 800.000.000,-

NPOP TKP         = Rp. 300.000.000,-

NPOP KP           = Rp. 500.000.000,-

BPHTB yang seharusnya terhutang = 5% x Rp. 500.000.000 = Rp. 25.000.000,-

BPHTB Terhutang = 50% x Rp. 25.000.000,- = Rp. 12.500.000,-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar