Selasa, 17 Desember 2013

PERLINDUNGAN TERHADAP PERMAINAN TRADISIONAL (FOLKLOR) SEBAGAI KARYA INTELEKTUAL WARISAN BANGSA DI ERA GLOBALISASI


Oleh
Ashibly

I.PENDAHULUAN
     Dalam literatur hukum Anglo Saxon dikenal istilah intelektual property right. Istilah hukum tersebut diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi dua macam istilah hukum: Hak Milik Intelektual dan Hak Kekayaan Intelektual. Perbedaan terjemahan terletak pada kata property. Kata tersebut memang dapat diartikan sebagai kekayaan, dapat juga sebagai milik. Bila berbicara tentang kekayaan, selalu tidak lepas dari milik dan sebaliknya berbicara tentang milik tidak lepas dari kekayaan. Dengan demikian, kedua terjemahan tersebut sebenarnya tidak berbeda dalam arti, hanya berbeda dalam kata. (Abdulkadir Muhammad,2007:1).
      Menurut Rachmadi Usman (2003:1), kata milik atau kepemilikan lebih tepat digunakan daripada kata kekayaan, karena pengertian hak milik memiliki ruang lingkup yang lebih khusus dibandingkan dengan istilah kekayaan. Menurut sistem hukum perdata kita, hukum harta kekayaan itu meliputi hukum kebendaan dan hukum perikatan. Intellectual Property Rights merupakan kebendaan immaterial yang juga menjadi objek hak milik sebagaimana diatur dalam hukum kebendaan. Karena itu, lebih tepat kalau kita menggunakan istilah Hak atas Kepemilikan Intelektual (HKI) daripada istilah Hak atas Kekayaan Intelektual.
       Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan RI No. M.03.PR.07.10 tahun 2000 dan Persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dalam Surat No.24/M/PAN/1/2000, istilah “Hak Kekayaan Intelektual” (tanpa “atas”) yang disingkat dengan “HKI” telah resmi dipakai sebagai istilah baku dalam bahasa Indonesia semenjak tahun 2000 yang lalu. (Bernard Nainggolan,2011:1). Di dalam tulisan ini, penulis menyebut “Hak Kekayaan Intelektual” yang disingkat dengan “HKI”. 
      Hak kekayaan intelektual itu adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar. (OK.Saidin,2013:9), atau juga dapat diartikan sebagai hak atas kepemilikan terhadap karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Karya-karya yang tersebut merupakan kebendaan tidak terwujud yang merupakan hasil kemampuan intelektualitas seseorang atau manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi melalui daya cipta, rasa, karsa dan karyanya, yang memiliki nilai-nilai moral, praktis dan ekonomis. Pada dasarnya yang termasuk dalam lingkup HKI adalah segala karya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan melalui akal atau daya pikir seseorang atau manusia tadi. Hal inilah yang membedakan HKI dengan hak-hak milik lainnya yang diperoleh dari alam. (Rachmadi Usman,2003:2). 
       Indonesia sebagai Negara kepulauan, memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang sangat kaya. Hal itu sejalan dengan keanekaragaman etnik, suku bangsa dan agama yang secara keseluruhan merupakan potensi nasional yang perlu dilindungi. Kekayaan seni dan budaya tersebut merupakan salah satu sumber dari karya intelektual yang dapat dan perlu dilindungi oleh undang–undang. Kekayaan itu tidak semata–mata untuk seni dan budaya itu sendiri, tetapi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan di bidang perdagangan dan industri yang melibatkan para penciptanya. Dengan demikian, kekayaan seni dan budaya yang dilindungi dapat meningkatkan kesejahteraan tidak hanya bagi para penciptanya saja, tetapi juga bagi bangsa dan negara.(Penjelasan UUHC)
       Indonesia adalah negara dengan kekayaan dan keragaman budaya serta tradisi yang luar biasa. Jika kekayaan keragaman budaya dan tradisi itu dapat dikelola dengan baik dan benar, maka bukan tidak mungkin kebangkitan ekonomi Indonesia justru dipicu bukan karena kecanggihan teknologi, melainkan karena keindahan tradisi dan keragaman warisan budaya itu sendiri. Bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, pengetahuan tradisional dan ekspresi kebudayaan adalah bagian integral dari kehidupan sosial masyarakat yang bersangkutan. (Agus Sardjono,2009:160). Di dalam RUU Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional selanjutnya disingkat PTEBT memberikan definisi pengetahuan tradisional adalah karya intelektual di bidang pengetahuan dan teknologi yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu. Pengertian lain dari pengetahuan tradisional ialah sebagai pengetahuan yang dimiliki atau dikuasai dan digunakan oleh suatu komunitas, masyarakat, atau suku bangsa tertentu yang bersifat turun temurun dan terus berkembang sesuai dengan perubahan lingkungan. Pengertian ini digunakan dalam study of the problem of Discrimination Against Indigenous Populations, yang dipersiapkan oleh United Nation Sub-Commision on Prevention of Discrimination and Protection of Minorities. Istilah pengetahuan tradisional digunakan untuk menerjemahkan istilah traditional knowledge, yang dalam perspektif WIPO digambarkan mengandung pengertian yang lebih luas mencakup Indigenous Knowledge and folklore.(Afrillyanna Purba,2012:90-91). Sedangkan pengertian ekspresi budaya tradisional dari terminologi WIPO memberikan definisi tentang Traditional Cultural Expresions sebagai berikut “...bentuk apapun, kasat mata maupun tak kasat mata, dimana pengetahuan dan budaya tradisional diekspresikan, tampil atau dimanifestasikan dan mencakup bentuk-bentuk ekspresi atau kombinasi berikut ini....” .(Afrillyanna Purba,2012:95). Hal ini meliputi ekspersi lisan, seperti misalnya kisah, efik, legenda, puisi, teka-teki dan bentuk narasi lainnya; kata, lambang, nama dan simbol; ekspresi dalam bentuk gerak, seperti drama, upacara, ritual. Sebagai tambahan, definisi ini juga mencakup ekspresi yang kasat mata, seperti produksi seni, khususnya gambar, desain, lukisan termasuk lukisan tubuh dan juga dengan berbagai benda-benda kerajinan, instrumen musik, dan berbagai bentuk arsitektural.(Afrillyanna Purba,2012:95). Di dalam RUU PTEBT salah satu yang dilindungi dari ekspresi budaya tradisional adalah permainan. Agar suatu ekspresi memenuhi syarat traditional cultural ekspresion, ekspresi tersebut harus menunjukan adanya kegiatan intelektual individu maupun kolektif yang merupakan ciri dari identitas dan warisan suatu komunitas, dan telah dipelihara, digunakan atau dikembangkan oleh komunitas tersebut, atau oleh orang perorangan yang memiliki hak atau tanggung jawab untuk melakukannya sesuai dengan hukum dan praktik adat/kebiasaan dalam komunitas tersebut.(Afrillyanna Purba,2012:95).
       Hukum memberikan sarana perlindungan terhadap sebuah karya cipta yang merupakan produk dari pikiran manusia. Dengan adanya Undang – undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, maka terhadap karya cipta yang dihasilkan dapat diberikan perlindungan. Bentuk nyata ciptaan - ciptaan yang dilindungi dapat berupa kesastraan, seni, maupun ilmu pengetahuan.
       Sedangkan pengaturan kekayaan intelektual pengetahuan tradisional dan kekayaan intelektual lain sejenis dinamakan ekspresi budaya tradisional merupakan masalah hukum baru yang berkembang baik di tingkat nasional maupun internasional. Pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional sebagai kekayaan intelektual baru dalam waktu satu dekade terakhir muncul menjadi masalah hukum disebabkan belum ada instrumen hukum nasional maupun internasional memberikan perlindungan hukum secara optimal terhadap pengetahuan tradisional yang saat ini banyak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Hal ini disebabkan kurangnya perlindungan yang diberikan oleh negara terhadap pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.(Afrillyanna Purba,2012:4-5).
         Dalam tataran normatif, perlindungan terhadap hasil kebudayaan rakyat ini diatur dalam ketentuan Pasal 10 ayat (2) Undang – undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta menyebutkan “Negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang jadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajian tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya”. Selain itu aturan hukum non HKI yang melindungi pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisonal (PTEBT) terdapat juga di Undang-undang Cagar Budaya, Hukum Adat dan RUU Kebudayaan.
       Secara umum yang diatur dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta selanjutnya disebut UUHC adalah dua hal yaitu peninggalan prasejarah, sejarah dan benda budaya nasional dan folklor (Afrillyanna Purba,2012:87). Folklor dimaksudkan sebagai sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat, yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun temurun, termasuk:
a. cerita rakyat, puisi rakyat;
b. lagu-lagu rakyat dan musik instrumen tradisional;
c. tari-tarian rakyat, permainan tradisional;
d. hasil seni antara lain berupa: lukisan, gambar, ukiran-ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional.

       Folklor dapat dikategorikan ke dalam 3 golongan besar yaitu folklor lisan, folklor sebagian lisan dan folklor bukan lisan, folklor bukan lisan terdiri atas folklor bukan lisan yang materiil dan folklor bukan lisan yang bukan materiil. Salah satu ciptaan tradisional yang termasuk dalam folklor adalah permainan tradisional. Permainan tradisional termasuk kedalam folklor bukan lisan yang materiil terdiri atas bentuk arsitektur rakyat, seni kriya rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh tradisional, alat musik tradisional, alat permainan rakyat, masakan dan minuman tradisional, obat-obat tradisional. (Afrillyanna Purba,2012:121). 
        Banyak permainan tradisional yang terdapat di Indonesia, antara lain: Congklak, Gatrik, Bekel, Gobak Sodor, Permainan Benteng, Perepet Jengkol, Permainan Lompat Tali (Lompat Karet), Panjat Pinang dan lain-lain. Semua permainan ini adalah suatu ciptaan tradisional yang merupakan warisan turun temurun dan dimainkan secara bersama-sama. 
       Permainan tradisional tersebut di atas merupakan contoh dari ribuan permainan tradisional yang ada di Indonesia. Namun permainan-permainan tradisional tersebut kini mulai terkikis keberadaannya sedikit demi sedikit khususnya di kota-kota besar di Indonesia dan mungkin untuk anak-anak sekarang ini banyak yang tidak mengenal permainan tradisional yang ada, padahal permainan tradisional tersebut adalah warisan dari nenek moyang rakyat Indonesia. Semakin tidak populernya permainan tradisional tersebut dikarenakan telah banyak munculnya permainan-permainan modern yang lebih atraktif dan menyenangkan hati anak-anak sekarang ini dan kesemua permainan tersebut adalah murni produk impor dari luar Indonesia. Permainan modern yang lebih inovatif dan canggih seperti playstation, X Box, Nintendo dan sebagainya lebih menarik dan populer dibandingkan dengan permainan tradisional yang dinilai sudah kuno dan ketinggalan zaman. 
       Dengan banyaknya permainan elektronik maupun non elektronik modern yang menyenangkan dan menghibur yang ada dipasaran Indonesia, maka sedikit demi sedikit keberadaan dari permainan tradisional semakin tersisihkan. Akibatnya, permainan tradisional asli Indonesia lambat laun akan ditinggalkan, hilang dan punah, pada saat ini jarang sekali terlihat anak-anak Indonesia memainkan permainan tradisional baik itu di lingkungan masyarakat tempat tinggal maupun di sekolah-sekolah, kecuali dimainkan atau dapat kita temui pada hari-hari besar seperti hari kemerdekaan Indonesia, setelah itu permainan tradisional ini tidak dimainkan lagi. Permasalahan ini akan menjadi ancaman besar bagi bangsa Indonesia karena permainan tradisional merupakan karya intelektual warisan budaya yang wajib dijaga dan dilestarikan.

II. PERMASALAHAN
Bagaimanakah langkah perlindungan terhadap permainan tradisional (Folklor) sebagai karya intelektual warisan bangsa di era globalisasi ?

III. PEMBAHASAN

       Sejalan dengan niat serta usaha untuk melestarikan dan mengembangkan pengetahuan tradisional (traditional knowledge) dan budayanya maka telah disepakati suatu piagam yang disebut Piagam Pelestarian Pustaka Indonesia 2003 yang di deklarasikan pada bulan Desember 2003 di Ciloto, Jawa Barat. Adapun pengertian pelestarian yang dianut dalam piagam tersebut adalah upaya pengelolaan pustaka melalui kegiatan penelitian, perencanaan, perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan dan pengawasan. Penggunaan istilah “perlindungan” memiliki makna yang luas, yang berarti juga upaya pelestarian serta perlindungan HKI yang ada dalam PTEBT Indonesia. Pelestarian bisa juga mencakup pengembangan secara selektif untuk menjaga kesinambungan, keserasian, dan daya dukungnya dalam menjawab dinamika zaman. (Afrillyanna Purba,2012:137).
          Di dalam RUU Tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional yang biasa disingkat PTEBT menjelaskan bahwa Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional yang dilindungi mencakup unsur budaya yang disusun, dikembangkan, dipelihara, dan ditransmisikan dalam lingkup tradisi dan memiliki karakteristik khusus yang terintegrasi dengan identitas budaya masyarakat tertentu yang melestarikannya. Ekspresi Budaya Tradisional yang dilindungi mencakup salah satu atau kombinasi bentuk salah satunya adalah permainan. 
       Seiring dengan peningkatan teknologi dan transformasi budaya ke arah kehidupan yang modern serta pengaruh globalisasi dunia, warisan budaya dan nilai-nilai tradisional masyarakat adat tersebut menghadapi tantangan dan rintangan terhadap eksistensinya. Hal ini perlu kita cermati karena warisan budaya dan nilai-nilai tradisional tersebut seharusnya dilestarikan, diadaptasi atau bahkan dikembangkan lebih jauh.
Sebenarnya banyak sisi positif dari permainan tradisional asli Indonesia, antara lain adalah :

1. Pemanfaatan bahan–bahan permainan, selalu tidak terlepas dari alam
Hal ini melahirkan interaksi antara anak dengan lingkungan sedemikian dekatnya. Kebersamaan dengan alam merupakan bagian terpenting dari proses pengenalan manusia muda terhadap lingkungan hidupnya. (www.dolanantradisional.net23.net/artikelPT%20di%20Era%20Globalisasi.html)
2. Hubungan yang sedemikian erat akan melahirkan penghayatan terhadap kenyataan hidup manusia.
Alam menjadi sesuatu yang dihayati keberadaanya, tak terpisahkan dari kenyataan hidup manusia. Penghayatan inilah yang membentuk cara pandang serta penghayatan akan totalitas cara pandang mengenai hidup ini (kosmologi). Cara pandang inilah yang kemudian dikenal sebagai bagian dari sisi kerohanian manusia tradisional.(http://www.dolanantradisional.net23.net/artikelPT%20di%20Era%20Globalisasi.html) 
3. Melalui permainan masyarakat mulai mengenal model pendidikan partisipatoris.
Artinya, anak memperoleh kesempatan berkembang sesuai dengan tahap-tahap pertumbuhan jiwanya. Dalam pengertian inilah, anak dengan orang tua atau guru memiliki kedudukan yang egaliter, sama-sama berposisi sebagai pemilik pengalaman, sekaligus merumuskan secara bersama-sama pula diantara mereka. (http://www.dolanantradisional.net23.net/artikelPT%20di%20Era%20Globalisasi.html)

       Yang menjadi pertanyaan, bagaimana bangsa ini bisa melestarikan dan mengembangkan permainan tradisional sebagai warisan budaya bangsa? Mengutip pendapat dari Koentjaraningrat bahwa pembangunan kebudayaan nasional Indonesia perlu berorientasi ke zaman kejayaan nenek moyang bangsa Indonesia yang telah lampau, tetapi juga ke zaman sekarang karena kebudayaan perlu memberi kemampuan kepada bangsa Indonesia untuk menghadapi peradaban dunia masa kini. (M.Munandar Sulaeman,1998:43). 
       Pemerintah tentu tidak dapat bekerja sendiri dalam upaya pelestarian dan pengembangan permainan tradisional sebagai warisan budaya bangsa, agar permainan tradisional dapat dilestarikan dan dikembangkan di era globalisasi pada saat ini, maka langkah awal Pemerintah dan masyarakat yang bisa dilakukan sebagai berikut:
a. Pendidikan
Melalui pendidikan formal maupun non formal, diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat baik itu melalui kurikulum pendidikan, penelitian, pelatihan aparat penegak hukum tentang HKI terutama masalah PTEBT, maupun seminar-seminar mengenai permainan tradisional asli Indonesia yang telah turun temurun diwariskan sebagai karya intelektual nenek moyang bangsa yang harus dilestarikan dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman. 
b. Pemberdayaan Masyarakat Adat
Melalui pemberdayaan masyarakat adat diharapkan masyarakat adat dapat mengontrol PTEBT mereka yang dimanfaatkan pihak ketiga. Masyarakat adat-lah yang memainkan peranan penting dalam pengembangan PTEBT di Indonesia. Mereka yang mengembangkan kearifan lokal, upacara, kesenian, kuiliner, obat-obatan, serta folklor, yang khas milik mereka yang disesuaikan dengan lingkungan ekosistem di mana masyarakat itu hidup. Sehingga dari pemberdayaan masyarakat adat ini diharapkan dapat mengembangkan PTEBT khususnya permainan tradisional sebagai kustodian PTEBT. Adapun pengertian kustodian PTEBT di dalam RUU PTEBT adalah komunitas atau masyarakat tradisional yang memelihara dan mengembangkan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional tersebut secara tradisional dan komunal.
c. Dokumentasi dan data-base atas Permainan Tradisional
Pemerintah harus melakukan inventarisasi seluruh permainan tradisional asli yang ada di Indonesia, setelah inventarisasi selesai, dilanjutkan dengan proses verifikasi, dokumentasi dan penyusunan data-base. Dokumentasi dan data base sangat penting di dalam melestarikan PTEBT dan mencegahnya dari kepunahan khususnya permainan tradisional karena dari pendokumentasian dan penyusunan data base kita dapat mengetahui jumlah permainan tradisional di Indonesia yang merupakan warisan asli dari nenek moyang bangsa Indonesia.
d. Partisipasi Masyarakat Lokal dan Insan Seni/Budaya 
Dari partisipasi masyarakat lokal tempat asal permainan tradisional tersebut diciptakan, diharapkan masyarakat lokal untuk bisa berpartisipasi di dalam pelestarian dan pengembangan permainan tradisional dengan menumbuhkan rasa kebanggaan dan kecintaan terhadap permainan tradisional. Pelestarian dan pengembangan budaya bangsa tidak bisa dilepaskan juga dari peran seniman dan budayawan. Seniman dapat memberikan contoh kepada masyarakat melalui karya budaya yang ditampilkan, menyampaikan pesan-pesan moral dan nilai-nilai positif untuk masyarakat. Pemerintah diharapkan dapat memberikan ruang, memfasilitasi kegiatan-kegiatan para seniman untuk terus berkreatifitas serta memberikan pengakuan dan apresiasi terhadap insan seni dan budaya.
e. Pengumuman
Pengumuman disini berupa pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat orang lain. Diharapkan dari pengumuman ini masyarakat Indonesia maupun masyarakat internasional akan tahu bahwa permainan tradisional yang diumumkan adalah karya budaya bangsa Indonesia dan bisa mendapatkan pengakuan dari dunia. 
f. Kerjasama antar Stakeholder
Kerjasama antar instansi terkait di dalam pelestarian dan pengembangan ekspresi budaya tradisional khususnya permainan tradisional seperti Kementerian Hukum dan Perundang-undangan, Kementerian Budaya dan Pariwisata, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Universitas, lembaga penelitian dan pengembangan, sektor-sektor swasta, serta instansi lainnya yang terkait merupakan stakeholder yang mempunyai peran sangat penting di dalam pelestarian dan pengembangan PTEBT khususnya permainan tradisional, yang diharapkan dari kerjasama antar instansi ini dapat menghasilkan regulasi berupa instrumen hukum yang khusus mengenai PTEBT dan inovasi serta solusi mengenai perlindungan dan pengembangan PTEBT menghadapi era globalisasi.

      Tentu saja ke enam langkah itu bukanlah langkah-langkah terbaik yang dapat dilakukan untuk melestarikan dan mengembangkan ekspresi budaya tradisional khususnya permainan tradisional. Berbagai pihak terbuka untuk menawarkan strateginya, namun apapun tujuan nya di dalam tulisan ini, Penulis ingin membangun kesadaran (awareness) bersama, bahwa kita memiliki warisan budaya tradisional yang bernilai tinggi dan wajib dijaga dan dilestarikan. Bersama-sama dengan komunitas mengembangkan warisan budaya melalui berbagai cara serta memberikan pengakuan dan penghargaan hak-hak komunitas terkait dan juga bersama-sama dengan Pemerintah melakukan berbagai upaya di dalam pelestarian dan pengembangan warisan budaya tradisional sebagai warisan budaya bangsa. Kalau bukan kita yang menjaga dan melestarikan, siapa lagi ?

IV.KESIMPULAN
Pemerintah tentu tidak dapat bekerja sendiri dalam upaya pelestarian dan pengembangan permainan tradisional sebagai warisan budaya bangsa, agar permainan tradisional dapat dilestarikan dan dikembangkan di era globalisasi pada saat ini, maka langkah awal Pemerintah dan masyarakat yang bisa dilakukan antara lain melalui Pendidikan, Pemberdayaan Masyarakat Adat, Dokumentasi dan data-base atas Permainan Tradisional, Partisipasi Masyarakat Lokal dan Insan Seni/Budaya, Pengumuman, serta Kerjasama antar Stakeholder.

DAFTAR PUSTAKA


a. Buku
Abdulkadir Muhammad,2007,Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual,Citra Aditya Bakti,   Bandung
Afrillyanna Purba,2012,Pemberdayaan Perlindungan Hukum Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional Sebagai Sarana Pertumbuhan Ekonomi Indonesia,Alumni,Bandung
Agus Sardjono,2009,Membumikan HKI di Indonesia,Nuansa Aulia,Bandung
Bernard Nainggolan,2011,Pemberdayaan Hukum Hak Cipta dan Lembaga Manajemen Kolektif,Alumni,Bandung
M.Munandar Sulaeman,1998,Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar,Refika Aditama,Bandung
Ok.Saidin,2013,Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelectual Property Rights), RajaGrafindo Persada, Jakarta
Rachmadi Usman, 2003, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual (Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia), Alumni,Bandung
b.Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Kepmen Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia No.M.03.PR.07.10 tahun 2000 dan Persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dalam Surat No.24/M/PAN/1/2000
RUU Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (PTEBT)
Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia, Indonesia Heritage Year 2003, Ciloto, 13 December 2003
c.Internet






Tidak ada komentar:

Posting Komentar