Minggu, 13 Januari 2013

PAJAK PENGHASILAN



A. PAJAK PENGHASILAN UMUM

Undang – undang No 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan ( PPh ) mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Dalam Undang – undang PPh disebut Wajib Pajak.

Undang – undang PPh menganut asas materiil, artinya penentuan mengenai pajak yang terutang tidak tergantung kepada surat ketetapan pajak.

B. SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK

Yang menjadi Subjek pajak adalah :

1. a. orang pribadi ;

b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak ;

2. Badan, terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun,firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif.

3. Bentuk Usaha Tetap ( BUT )


Subjek pajak dapat dibedakan menjadi :

1. Subjek Pajak Dalam Negeri yang terdiri dari :

a. Subjek Pajak Orang Pribadi, yaitu :

1.orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari ( tidak harus berturut – turut ) dalam jangka waktu 12 bulan, atau

2.orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.

b. Subjek Pajak Badan, yaitu :

Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan Pemerintah yang memenuhi kriteria :

1) pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan;

2) pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ;

3) penerimaannya dimasukan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah ;

4) pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara ;.

c. Subjek pajak warisan, yaitu :

Warisan yang belum dibagi sebagai suatu kesatuan, menggantikan yang berhak.
2. Subjek Pajak Luar Negeri yang terdiri dari :

a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia ; dan

b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Perbedaan wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri, antara lain adalah :
Wajib Pajak dalam negeri
Wajib Pajak luar negeri
Dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia
Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia
Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan netto
Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto
Tarif pajak yang digunakan adalah tarif umum ( Tarif UU PPh Pasal 17 )
Tarif pajak yang digunakan adalah tarif sepadan ( Tarif UU PPh Pasal 26 )
Wajib menyampaikan SPT
Tidak wajib menyampaikan SPT



Yang tidak termasuk subjek pajak adalah :

1. kantor perwakilan negara asing ;

2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang – orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama – sama mereka, dengan syarat :

a. bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatnnya di Indonesia.

b. negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

3. Organisasi internasional, dengan syarat :

a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut ;

b.Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada Pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.

4. Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat :

· Bukan warga negara Indonesia

· Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.


C. OBJEK PAJAK

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk :

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang – undang ini;

2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

3. Laba usaha ;

4. Keuntungan karena penjualan atau karena pangalihan harta termasuk :

a. keuntungan karena penghasilan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekeran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun;

d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak – pihak yang bersangkutan; dan

e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;

6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;

7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;

13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

14. Premi asuransi;

15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;

17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;

18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang – undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan

19. Surplus Bank Indonesia.

Yang dikecualikan dari objek pajak adalah :

1) a. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga – lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan

b. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak – pihak yang bersangkutan;

2) Warisan;

3) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;

4) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari wajib pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak secara final atau wajib pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit);

5) pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;

6) dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :

a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;

b. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yangmenerima dividen, kepemilikan saham badan badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor;

7) iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

8) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada nagka 7, dalam bidang – bidang tertentu yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan;

9) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham – saham, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

10) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :

a. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor – sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

11) Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

12) Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

13) Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggaraan Jaminan sosial kepada wajib pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

D. CARA MENGHITUNG PENGHASILAN KENA PAJAK

Besarnya penghasilan kena pajak untuk wajib pajak badan dihitng sebesar penghasilan netto. Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi dengan penghasilan tidak kena pajak

( PTKP ). Penghitungan besarnya penghasilan Netto bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

a. Menggunakan pembukuan;

b. Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.

1. Menggunakan pembukuan

Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir. Wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas diwajibkan menyelenggarakan pembukuan.

Untuk wajib pajak badan besarnya penghasilan kena pajak sama dengan penghasilan netto, yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya – biaya yang diperkenankan oleh Undang – undang PPh. Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi besarnya Penghasilan Kena Pajak sama dengan penghasilan netto dikurangi dengan PTKP.

Rumus :

Penghasilan Kena Pajak ( WP Orang Pribadi )

= Penghasilan netto – PTKP

= ( Penghasilan bruto – Biaya yang diperkenankan UU PPh ) – PTKP.





Penghasilan Kena Pajak ( WP Badan )

= Penghasilan Netto

= Penghasilan Bruto – Biaya yang diperkenankan UU PPh


2. Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto

Wajib pajak yang boleh Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto adalah wajib pajak orang pribadi yang memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Peredaran bruto kurang dari Rp. 4.800.000.000.00 per tahun;

b. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku;

c. Menyelenggarakan pencatatan.

Berikut contoh Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.

Wajib pajak Anton kawin ( istri tidak bekerja ) dan mempunyai 3 orang anak. Ia seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta yang juga memiliki industri rotan di Cirebon. Misalnya besarnya persentase norma untuk industri rotan di Cirebon 12,5% dan dokter di Jakarta 45%.

Peredaran usaha dari industri rotan di Cirebon setahun Rp. 400.000.000

Penerimaan bruto seorang dokter di Jakarta setahun Rp. 100.000.000

Penghasilan netto dihitung sbb :

Dari industri rotan : 12,5% x Rp.400.000.000. Rp. 50.000.000

Sebagai seorang dokter : 45% x Rp.100.000.000 Rp. 45.000.000

Jumlah penghasilan netto Rp. 95.000.000

Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp. 21.120.000

Penghasilan Kena Pajak Rp. 73.880.000

Selasa, 06 November 2012

PAJAK NEGARA DAN PAJAK DAERAH




                        Pengenaan  pajak di Indonesia dapat dikelompokan menjadi 2 bagian, yaitu : pajak negara dan pajak daerah.
A.     Pajak Negara
Pajak negara yang sampai saat ini masih berlaku adalah :
1.      Pajak Penghasilan ( PPh )
Dasar hukum pengenaan pajak penghasilan adalah Undang – undang No. 36 tahun 2008.
2.      Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ( PPN  & PPn BM )
Dasar hukumnya UU No.42 Tahun 2009
3.      Bea Materai
Dasar hukumnya adalah Undang – undang No.13 tahun 1985
4.      Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB )
Dasar hukum nya adalah Undang – undang No 12 tahun 1994.
5.      Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan bengunan ( BPHTB )
Dasar hukum nya adalah Undang – undang No. 20 tahun 2000.
B.      Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah adalah Undang – undangNo.28 tahun 2009 tentang pajak daerah  dan retribusi daerah.
1.      Pajak Daerah
Beberapa pengertian atau istilah yang terkait dengan pajak daerah antara lain :
1)     Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas – batas wilayah yang berwenang megatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2)     Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang tertuang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.
3)     Badan, adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN, BUMD, dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, yayasan dsb.
4)     Subjek Pajak, adalah orang prbadi atau badan yang dapat dikenakan pajak.
5)     Wajib Pajak, adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan daerah.
2.      Jenis Pajak dan Objek Pajak
Pajak daerah dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
a.      Pajak Provinsi, terdiri dari :
Ø Pajak Kendaraan Bermotor
Ø Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Ø Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Ø Pajak Air Permukaan dan
Ø Pajak Rokok.
b.      Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari :
Ø Pajak Hotel
Ø Pajak Restoran
Ø Pajak Hiburan
Ø Pajak Reklame
Ø Pajak Penerangan Jalan
Ø Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan
Ø Pajak Parkir
Ø Pajak Air Tanah
Ø Pajak Sarang Burung Walet
Ø Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan
Ø Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan
Khusus untuk daerah yang setingkat dengan daerah Provinsi, tetapi tidak terbagi dalam daerah Kabupaten/Kota otonom, seperti Daerah Khusus Ibukota Jakarta, jenis pajak yang dapat dipungut6 merupakan gabungan dari pajak untuk daerah Provinsi dan pajak untuk daerah Kabupaten/Kota.
3.      Tarif Pajak
Tarif untuk setiap jenis pajak adalah :
1)      Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi ditetapkan sebagai berikut :
a.      Untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar 1 % dan paling besar 2 %.
b.      Untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2 % dan paling tinggi sebesar 10 %.
2)      Tarif Pajak Kendaraan Bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, dan kendaraan lain yang ditetapkan dengan Peraturan daerah, ditetapkan paling rendah sebesar 0,5 % dan paling tinggi sebesar 1 %.
3)      Tarif Pajak Kendaraan Bermotor  alat – alat berat dan alat – alat besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% dan paling tinggi sebesar 0,2%.
4)      Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi masing – masing sebagai berikut :
a.      Penyerahan pertama sebesar 20 % dan
b.      Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1 %.
5)      Khusus untuk Kendaraan Bermotor alat – alat berat dan alat – alat besar yang tidak menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing – masing sebagai berikut :
a.      Penyerahan pertama sebesar 0,75 %
b.      Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075 %.


HUKUM PAJAK




A.     Pengertian Hukum  pajak

Hukum pajak sering disebut dengan hukum fiskal dan pengertian pajak sering disamakan dengan pengertian fiskal, yang berasal dari kata fiscus yang berarti keranjang tempat uang. Pengertian fiskal inipun berkembang menjadi segala sesuatu yang mengenai keuangan negara. Oleh karena itu pajak tidak sama dengan fiskal, sebab pajak hanya merupakan salah satu unsur fiskal, disamping denda – denda atau perampasan untuk kepentingan negara, uang konsesi, royalty, retribusi, bea materai dan sebagainya.
Di dalam buku Pengantar Hukum Pajak, Bohari mendefinisikan hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak.
Selanjutnya dinyatakan bahwa tugas hukum pajak adalah menelaah keadaan dalam masyarakat yang dapat dihubungkan atau dikaitkan dengan pengenaan pajak, merumuskannya dalam peraturan hukum, dan menafsirkan peraturan hukum itu, yakni dengan memperhatikan latar belakang ekonomis dari keadaan – keadaan yang ada didalam masyarakat.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum pajak merupakan kumpulan – kumpulan ketentuan – ketentuan hukum yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dengan rakyat sebagai wajib pajak.



B.      Landasan Hukum Pajak
Hukum pajak harus dapat memberikan kepastian hukum, atau jaminan hukum yang dapat menyatakan keadilan secara tegas, baik terhadap negara sebagai pemungut pajak maupun bagi warga negara sebagai wajib pajak. Oleh karena itu, di dalam sebuah negara hukum segala sesuatu yang berkenaan dengan pajak harus dinyatakan dan ditetapkan dalam bentuk Undang – undang.
Mengapa pengenaan pajak harus ditetapkan berdasarkan Undang – undang ?, alasannya karena pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor rakyat ke sektor pemerintah untuk membiayai pengeluaran negara, tanpa ada kontraprestasi secara langsung terhadap wajib pajak. Padahal peralihan kekayaan dari satu sektor kesektor lain tanpa adanya kontraprestasi, hanya dapat terjadi dalam peristiwa hukum hibah – wasiat. Kemungkinan yang lain adalah hanya bila peralihan kekayaan itu terjadi secara paksa, yaitu dalam peristiwa perampasan atau perampokan.
Di Indonesia pengaplikasian semangat tidak ada pajak tanpa Undang – undang dapat ditemukan dalam Undang – undang Dasar 1945 Pasal 23 ayat ( 2 ) yang berbunyi “segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang – undang”.