A. PAJAK PENGHASILAN UMUM
Undang – undang No 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan ( PPh ) mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Dalam Undang – undang PPh disebut Wajib Pajak.
Undang – undang PPh menganut asas materiil, artinya penentuan mengenai pajak yang terutang tidak tergantung kepada surat ketetapan pajak.
B. SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK
Yang menjadi Subjek pajak adalah :
1. a. orang pribadi ;
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak ;
2. Badan, terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun,firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif.
3. Bentuk Usaha Tetap ( BUT )
Subjek pajak dapat dibedakan menjadi :
1. Subjek Pajak Dalam Negeri yang terdiri dari :
a. Subjek Pajak Orang Pribadi, yaitu :
1.orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari ( tidak harus berturut – turut ) dalam jangka waktu 12 bulan, atau
2.orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.
b. Subjek Pajak Badan, yaitu :
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan Pemerintah yang memenuhi kriteria :
1) pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan;
2) pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ;
3) penerimaannya dimasukan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah ;
4) pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara ;.
c. Subjek pajak warisan, yaitu :
Warisan yang belum dibagi sebagai suatu kesatuan, menggantikan yang berhak.
2. Subjek Pajak Luar Negeri yang terdiri dari :
a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia ; dan
b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Perbedaan wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri, antara lain adalah :
Wajib Pajak dalam negeri
|
Wajib Pajak luar negeri
|
Dikenakan pajak
atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari
luar Indonesia
|
Dikenakan pajak
hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia
|
Dikenakan pajak berdasarkan
penghasilan netto
|
Dikenakan pajak berdasarkan
penghasilan bruto
|
Tarif pajak yang digunakan adalah
tarif umum ( Tarif UU PPh Pasal 17 )
|
Tarif pajak yang digunakan adalah
tarif sepadan ( Tarif UU PPh Pasal 26 )
|
Wajib menyampaikan SPT
|
Tidak wajib menyampaikan SPT
|
Yang tidak termasuk subjek pajak adalah :
1. kantor perwakilan negara asing ;
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang – orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama – sama mereka, dengan syarat :
a. bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatnnya di Indonesia.
b. negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3. Organisasi internasional, dengan syarat :
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut ;
b.Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada Pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
4. Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat :
· Bukan warga negara Indonesia
· Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
C. OBJEK PAJAK
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk :
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang – undang ini;
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3. Laba usaha ;
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pangalihan harta termasuk :
a. keuntungan karena penghasilan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekeran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun;
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak – pihak yang bersangkutan; dan
e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14. Premi asuransi;
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang – undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
19. Surplus Bank Indonesia.
Yang dikecualikan dari objek pajak adalah :
1) a. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga – lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
b. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak – pihak yang bersangkutan;
2) Warisan;
3) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
4) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari wajib pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak secara final atau wajib pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit);
5) pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;
6) dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
b. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yangmenerima dividen, kepemilikan saham badan badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor;
7) iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
8) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada nagka 7, dalam bidang – bidang tertentu yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan;
9) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham – saham, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
10) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
a. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor – sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
11) Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
12) Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
13) Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggaraan Jaminan sosial kepada wajib pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
D. CARA MENGHITUNG PENGHASILAN KENA PAJAK
Besarnya penghasilan kena pajak untuk wajib pajak badan dihitng sebesar penghasilan netto. Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi dengan penghasilan tidak kena pajak
( PTKP ). Penghitungan besarnya penghasilan Netto bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
a. Menggunakan pembukuan;
b. Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.
1. Menggunakan pembukuan
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir. Wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas diwajibkan menyelenggarakan pembukuan.
Untuk wajib pajak badan besarnya penghasilan kena pajak sama dengan penghasilan netto, yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya – biaya yang diperkenankan oleh Undang – undang PPh. Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi besarnya Penghasilan Kena Pajak sama dengan penghasilan netto dikurangi dengan PTKP.
Rumus :
Penghasilan Kena Pajak ( WP Orang Pribadi )
= Penghasilan netto – PTKP
= ( Penghasilan bruto – Biaya yang diperkenankan UU PPh ) – PTKP.
Penghasilan Kena Pajak ( WP Badan )
= Penghasilan Netto
= Penghasilan Bruto – Biaya yang diperkenankan UU PPh
2. Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto
Wajib pajak yang boleh Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto adalah wajib pajak orang pribadi yang memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Peredaran bruto kurang dari Rp. 4.800.000.000.00 per tahun;
b. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku;
c. Menyelenggarakan pencatatan.
Berikut contoh Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.
Wajib pajak Anton kawin ( istri tidak bekerja ) dan mempunyai 3 orang anak. Ia seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta yang juga memiliki industri rotan di Cirebon. Misalnya besarnya persentase norma untuk industri rotan di Cirebon 12,5% dan dokter di Jakarta 45%.
Peredaran usaha dari industri rotan di Cirebon setahun Rp. 400.000.000
Penerimaan bruto seorang dokter di Jakarta setahun Rp. 100.000.000
Penghasilan netto dihitung sbb :
Dari industri rotan : 12,5% x Rp.400.000.000. Rp. 50.000.000
Sebagai seorang dokter : 45% x Rp.100.000.000 Rp. 45.000.000
Jumlah penghasilan netto Rp. 95.000.000
Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp. 21.120.000
Penghasilan Kena Pajak Rp. 73.880.000