Selasa, 19 Juli 2011

Bahan Ajar Etika BAB 4

BAB IV
KEADILAN
A.     Pengertian
Berbicara tentang keadilan, tentu ingatan kita segera tertuju kepada dasar negara kita, yaitu Pancasila, yang mana sila kelimanya berbunyi “ Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
Yang menjadi persoalan sekarang, apakah arti adil atau keadilan itu ? Untuk menjawab pertanyaan ini  tentunya sangat sukar sekali, sebab belum ada suatu rumusan tentang keadilan yang dapat di terima oleh semua pihak.
Untuk memberikan arahan dalam rangka memahami keadilan ini, di dalam buku ini akan dikemukakan beberapa pengertian, baik dari segi arti harifiah maupun peristilahannya.
Perkataan adil berasal dari bahasa Arab yang berarti Insaf = keinsyafan = yang menurut jiwa baik dan lurus. Dalam bahasa Perancis perkataan adil ini di istilahkan dengan Justice, sedangkan dalam bahasa Latin di istilahkan dengan Justica.
W.J.S. Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia memberikan pengertian adil itu dengan :
1. tidak berat sebelah ( tidak memihak ) pertimbangan yang adil; putusan itu di anggap  adil.
2. sepatutnya ; tidak sewenang – wenang, misalnya mengemukakan tuntunan yang adil; masyarakat adil, masyarakat yang sekalian anggotanya mendapatkan perlakuan ( jaminan dan sebagainya ) yang sama.


Sedangkan menurut Drs. Kahar Masyhur dalam bukunya mengemukakan pendapat – pendapat tentang apakah yang dinamakan adil tersebut :
1.      Adil ialah meletakan sesuatu pada tempatnya
2.      Adil ialah menerima hak tanpa lebih dan memberikan hak orang lain tanpa kurang.
3.      Adil ialah memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap ,tanpa lebih tanpa kurang antara sesama yang berhak, dalam keadaan yang sama, dan penghukuman orang jahat atau yang melanggar hukum, sesuai dengan kesalahan dan pelanggarannya.
b.   Adil dan Keadilan Sosial
                  Dari uraian yang di kemukakan pada point A di atas, maka dapatlah di kemukakan bahwa adil atau keadilan adalah pengakuan dan perlakuan seimbang antara hak dan kewajiban.
Apabila ada pengakuan  dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban, dengan sendirinya apabila kita mengakui hak hidup, maka sebaliknya kita harus mempertahankan hak hidup tersebut dengan jalan bekerja keras, dan kerja keras yang kita lakukan tidak pula menimbulkan kerugian terhadap orang lain, sebab orang lain itu juga memiliki hak yang sama ( hak untuk hidup ) sebagaimana hal nya hak yang ada pada kita.
Kalau di kaitkan dengan sila kedua dari Pancasila, pada hakikatnya menginstruksikan agar kita melakukan perhubungan yang serasi antar manusia secara individu dengan kelompok individu yang lain nya, sehingga terciptalah hubungan yang adil dan beradab.
Peradaban merupakan fitrah manusia, dengan perkataan lain peradaban itu sudah merupakan milik manusia yang asli, dan oleh karena itu pulalah manusia semenjak ia lahir telah di bekali dengan naluri untuk mengembangkan budaya yang berupa cipta, rasa dan karsa.
Manusia yang beradab itu harus selalu mawas diri ( mulut sarira ) dan harus menanggung rasa ( tepa selira ) terhadap individu – individu yang lainnya. Mawas diri dan menenggang rasa hanya mungkin di capai apabila : 
a.      Jika anda tidak ingin alami, janganlah menyebabkan oarang lain mengalaminya, sebab orang lain pun sudah tentu tidak mengingini pula ( dalam bahasa Latin di sebut dengan neminem laedere ; jangan merugikan orang lain).
b.      Apa yang boleh anda pendapat, biarkan pulalah orang lain berupaya untuk mendapatkannya, sebab orang lain tersebut juga berkeinginan pula untuk mendapatkannya ( dalam bahasa Latin nya di sebut Suum cuique tribuere  ; bertindak sebanding ).
            Selanjutnya apabila di hubungkan dengan Keadilan Sosial, maka keadilan itu harus di kaitkan dengan hubungan kemasyarakatan. Keadilan sosial ini dapat di artikan sebagai berikut :
1.      Mengembalikan hak – hak yang hilang kepada yang berhak
2.      Menumpas keaniyaan, ketakutan dan perkosaan dan pengusaha – pengusaha
3.      Merealisasikan persamaan terhadap hukum antara setiap individu pengusaha – pengusaha, dan orang – orang mewah yang di dapatnya dengan tidak wajar.

            Sebagaimana di ketahui bahwa keadilan dan ketidakadilan  tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari – hari sering dijumpai orang yang “ main hakim sendiri”, sebenarnya perbuatan itu sama hal nya dengan perbuatan mencapai keadilan yang akibatnya terjadi ketidakadilan, khususnya bagi orang yang di hakimi itu.
            Dengan terjadinya perbuatan main hakim sendiri ( perbuatan ketidakadilan ) kalau di biarkan terus menerus akan menimbulkan akibat – akibat antara lain :
1.      Penganiayaan akan semakin berkembang
2.      Pelanggaran akan semakin meningkat
3.      Orang jahat akan semakin berani berbuat jahat
4.      Dan akan menimbulkan rasa balas dendam dari yang teraniaya dan mungkin suatu waktu akan melaksanakan balas dendam tersebut.

Keadilan sosial ini menyangkut kepentingan masyarakat luas, dengan sendirinya individu yang berkeadilan sosial itu haruslah menyisihkan kebebasan individunya untuk kepentingan individu lainnya, hal ini dapat di jadikan dengan cara antara lain membayar pajak.
Keadilan sosial ini juga termaktub dalam ketentuan Undang – Undang Dasar 1945, yang di beri titel “ kesejahteraan sosial “. Tujuan pokok kesejahteraan di sini di tujukan untuk mewujudkan kemakmuran rakyat, untuk mencapai ini dalam Pasal 33 Undang – Undang Dasar 1945 menyebutkan :
1)      Perekonomian di susun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan
2)      Cabang – cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak di kuasai oleh Negara
3)      Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh Negara dan di pergunakan untuk sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.
           
            Menyangkut keadilan sosial ini juga tergambar dalam ketentuan Pasal 34 Undang – Undang 1945 yang berbunyi “ Fakir miskin dan anak – anak yang terlantar di pelihara oleh  negara”.
            Dalam Declaration of Human Rights banyak Pasal – pasal tentang keadilan sosial ini, di antara nya ada dalam Pasal 23, 24, 25, 26, 27 dan Pasal 28.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar