Jumat, 09 September 2011

P-18, P-19, P-21, dan lain-lain


Pertanyaan :
Apakah yang dimaksud dengan P18, P19, P21, dan lainnya dalam istilah pemberkasan hasil penyidikan polisi ke kejaksaan? Terima kasih.
Jawaban :
Kode-kode tersebut didasarkan pada Keputusan Jaksa Agung RI No. 518/A/J.A/11/2001 tanggal 1 Nopember 2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung RI No. 132/JA/11/1994 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana. Kode-kode tersebut adalah kode formulir yang digunakan dalam proses penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana.
Selengkapnya rincian dari kode-kode Formulir Perkara adalah:
P-1
Penerimaan Laporan (Tetap)
P-2
Surat Perintah Penyelidikan
P-3
Rencana Penyelidikan
P-4
Permintaan Keterangan
P-5
Laporan Hasil Penyelidikan
P-6
Laporan Terjadinya Tindak Pidana
P-7
Matrik Perkara Tindak Pidana
P-8
Surat Perintah Penyidikan
P-8A
Rencana Jadwal Kegiatan Penyidikan
P-9
Surat Panggilan Saksi / Tersangka
P-10
Bantuan Keterangan Ahli
P-11
Bantuan Pemanggilan Saksi / Ahli
P-12
Laporan Pengembangan Penyidikan
P-13
Usul Penghentian Penyidikan / Penuntutan
P-14
Surat Perintah Penghentian Penyidikan
P-15
Surat Perintah Penyerahan Berkas Perkara
P-16
Surat Perintah Penunjukkan Jaksa Penuntut Umum untuk Mengikuti Perkembangan Penyidikan Perkara Tindak Pidana
P-16A
Surat Perintah Penunjukkan Jaksa Penuntut Umum untuk Penyelesaian Perkara Tindak Pidana
P-17
Permintaan Perkembangan Hasil Penyelidikan
P-18
Hasil Penyelidikan Belum Lengkap
P-19
Pengembalian Berkas Perkara untuk Dilengkapi
P-20
Pemberitahuan bahwa Waktu Penyidikan Telah Habis
P-21
Pemberitahuan bahwa Hasil Penyidikan sudah Lengkap
P-21A
Pemberitahuan Susulan Hasil Penyidikan Sudah Lengkap
P-22
Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti
P-23
Surat Susulan Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti
P-24
Berita Acara Pendapat
P-25
Surat Perintah Melengkapi Berkas Perkara
P-26
Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan
P-27
Surat Ketetapan Pencabutan Penghentian Penuntutan
P-28
Riwayat Perkara
P-29
Surat Dakwaan
P-30
Catatan Penuntut Umum
P-31
Surat Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Biasa (APB)
P-32
Surat Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Singkat (APS) untuk Mengadili
P-33
Tanda Terima Surat Pelimpahan Perkara APB / APS
P-34
Tanda Terima Barang Bukti
P-35
Laporan Pelimpahan Perkara Pengamanan Persidangan
P-36
Permintaan Bantuan Pengawalan / Pengamanan Persidangan
P-37
Surat Panggilan Saksi Ahli / Terdakwa / Terpidana
P-38
Bantuan Panggilan Saksi / Tersngka / terdakwa
P-39
Laporan Hasil Persidangan
P-40
Perlawanan Jaksa Penuntut Umum terhadap Penetapan Ketua PN / Penetapan Hakim
P-41
Rencana Tuntutan Pidana
P-42
Surat Tuntutan
P-43
Laporan Tuntuan Pidana
P-44
Laporan Jaksa Penuntut Umum Segera setelah Putusan
P-45
Laporan Putusan Pengadilan
P-46
Memori Banding
P-47
Memori Kasasi
P-48
Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan
P-49
Surat Ketetapan Gugurnya / Hapusnya Wewenang Mengeksekusi
P-50
Usul Permohanan Kasasi Demi Kepentingan Hukum
P-51
Pemberitahuan Pemidanaan Bersyarat
P-52
Pemberitahuan Pelaksanaan Pelepasan Bersyarat
P-53
Kartu Perkara Tindak Pidana

Sumber : www.Hukumonline.com

Minggu, 28 Agustus 2011

PARA PENGUASA TAK PERNAH MERASAKAN MISKIN

Kebanyakan para penguasa di Indonesia tidak pernah merasakan miskin, karena itulah mereka seenaknya menindas rakyat kecil. Sila ke 5 PANCASILA yang berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia hanya untuk segelintir orang, Rakyat Indonesia yang mana?Terusir dan terjajah bangsa sendiri itulah Indonesia saat ini.Kalau Penguasa ingin merasakan penderitaan rakyat miskin, cobalah menjadi miskin, baru bertindak bukan menindas...

Sabtu, 06 Agustus 2011

Sumpah Pocong dalam sistem peradilan di Indonesia



Pertanyaan :
Apakah sumpah pocong yang kerap kali dilakukan di dalam masyarakat kita diakui juga dalam sistem peradilan di Indonesia?
Jawaban :
Sumpah pocong, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III adalah:
“sumpah yang disertai tidur membujur ke utara menghadap kiblat (barat) di dalam masjid dan berpakaian kain kafan (dipocong spt mayat)”

Di Indonesia, sumpah memang diakui sebagai alat bukti dalam peradilan perdata. Alat bukti sumpah ini diatur dalam pasal 177 jo pasal 155 dan 156 Het Herzienne Indonesische Reglement (“HIR”). Sumpah merupakan alat bukti paling akhir selain alat-alat bukti lainnya yaitu alat bukti surat/tulisan, saksi, persangkaan-persangkaan, dan pengakuan (pasal 164 HIR).
Perlu diketahui, yang dimaksud sumpah dalam HIR berbeda dengan sumpah yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Arti sumpah dalam konteks peradilan perdata yaitu di mana sebelumnya ada suatu keterangan yang diucapkan oleh salah satu pihak, dan keterangan tersebut kemudian diperkuat dengan sumpah. Sumpah ini diucapkan di depan hakim yang mengadili perkara.
Sumpah pocong sendiri, tidak dikenal dalam peradilan perdata. Jenis-jenis sumpah yang diterima sebagai alat bukti dalam peradilan perdata sendiri adalah:
1.       Sumpah suppletoir (pasal 155 HIR) atau sumpah tambahan yaitu sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada salah satu pihak yang berperkara. Tujuannya untuk melengkapi bukti yang telah ada di tangan salah satu pihak.
2.       Sumpah decisioir (pasal 156 HIR) atau sumpah pemutus atau sumpah mimbar atau sumpah penentu yaitu sumpah yang dimohonkan oleh pihak lawan. Sumpah ini dilakukan pada saat salah satu pihak yang berperkara mohon kepada hakim agar pihak lawan diperintahkan untuk melakukan sumpah meskipun tidak ada pembuktian sama sekali.

Jika menyangkut perjanjian timbal-balik, sumpah pemutus dapat dikembalikan (pasal 156 ayat [2] HIR). Artinya, pihak yang diminta untuk bersumpah dapat meminta agar pihak lawannya juga bersumpah. Sumpah ini harus bersifat Litis Decissoir, yaitu benar-benar mengenai suatu hal yang menjadi pokok perselisihan. Sumpah pemutus ini dapat digunakan sebagai alat bukti dalam hukum acara perdata dengan syarat diucapkan di depan hakim dalam proses pemeriksaan perkara, dan tidak ada bukti lain yang dapat diajukan para pihak alias pembuktian dalam keadaan buntu.
Sumpah sebagai alat bukti terakhir dalam hukum acara perdata diperkuat dengan sejumlah yurisprudensi salah satunya yaitu Putusan Mahkamah Agung RI No. 575.K/Sip/1978, tanggal 4 Mei 1976:
“Permohonan sumpah decisior (sumpah penentu, sumpah mimbar, sumpah pemutus) hanya dapat dikabulkan kalau dalam suatu perkara sama sekali tidak terdapat bukti-bukti;”
Jadi, sumpah pocong tidak dikenal dalam sistem hukum kita. Hal ini dibenarkan oleh Fauzie Yusuf Hasibuan, dosen Hukum Acara Perdata di Fakultas Hukum Universitas Trisakti. Menurut Fauzie, sumpah pocong tidak dikenal di peradilan perdata. Akan tetapi, apabila ternyata hakim yakin dan menerima sumpah pocong sebagai sumpah pemutus, maka hal ini dapat dilakukan. Hal ini karena dalam sistem pembuktian hukum acara perdata kita mengakui keyakinan hakim sebagai unsur yang menentukan dalam pembuktian.

Meski demikian, sumpah pocong sebagai sumpah pemutus pernah dilakukan dalam perkara perdata sengketa tanah yang disidangkan di pengadilan di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, pada 1996. Dalam artikel berjudul “Sumpah Pocong, Menghindari Sumpah Bohong” yang ditulis Shinta Teviningrum pada Majalah Intisari No. 401, Edisi 1996, disebutkan antara lain sumpah pocong dilakukan oleh Kunan Sutan Sinaro di Masjid Agung Al-Ikhlas, Ketapang, pada Juni 1996. Sumpah tersebut dipimpin oleh hakim M. Yusuf Naif, S.H. Pengambilan sumpah tersebut terkait dengan sengketa tanah antara Kunan (penggugat) dan H. Labek Hadi (selaku tergugat). Jadi, dalam perkara ini sumpah pocong dilakukan sebagai sumpah pemutus.

Dasar hukum:
HIR (Het Herziene Indonesisch Reglemen, Staatblad Tahun 1941 No. 44)
Sumber : www.Hukumonline.com

Senin, 01 Agustus 2011

Kredit Dengan Penggadaian BPKB, Legal kah ???

Pertanyaan :
Apakah penggadaian BPKB legal?
Jawaban :
Untuk menjawab permasalahan ini, ada baiknya terlebih dulu kita melihat ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Gadai. Gadai diatur dalam Buku Kedua Bab XX tentang Gadai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/Burgerlijk Wetboek (“BW”). Pengertian gadai dirumuskan dalam Pasal 1150 BW yakni,

“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang-barang itu digadaikan , biaya-biaya mana harus didahulukan.”

Dengan demikian dapat dilihat unsur-unsur yang terdapat dalam pengertian ini adalah:
1.      Gadai adalah hak dari kreditor terhadap benda bergerak yang dijaminkan debitor;
2.      Benda bergerak tersebut harus diserahkan dari debitor kepada kreditor, artinya benda tersebut berada dalam kekuasaan kreditor;
3.      Dengan memberikan gadai, kreditor memiliki hak untuk didahulukan atas pelunasan piutangnya atas debitor.

Selain itu ketentuan Pasal 1152 BW mengatur bahwa,

“hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bawa diletakkan dengan membawa barang gadainya di bawah kekuasaan kreditor atau seorang pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak.
Tak sah adalah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan debitor atau pemberi gadai, ataupun yang kembali atas kemauan kreditor.

Hak gadai hapus, apabila barangya gadai keluar dari kekuasaan penerima gadai, apabila, namun barang tersebut hilang dari tangan penerima gadai ini atau dicuri daripadanya, maka berhaklah ia menuntutnya kembalim sebagaimana disebutkan dalam pasal 1977 ayat kedua, sedangkan apabila barang gadai didapatnya kembali, hak gadai dianggap tidak pernah hilang...”
         
Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa dalam hal melakukan gadai, benda bergerak yang dimiliki oleh debitor (contohnya sepeda motor ), harus diserahkan dalam penguasaan pihak kreditor. Dalam praktik sehari-hari banyak terdapat kesalahpahaman mengenai penggunaan istilah “Gadai BPKB” ini, karena menurut hukum istilah yang seharusnya dipakai adalah Fidusia.  Fidusia diatur dalam UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (“UU Jaminan Fidusia”).
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Jaminan Fidusia dijelaskan bahwa “fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.”
Pembebanan benda dengan jaminan fidusia ini harus dilakukan dengan akta Notaris dalam Bahasa Indonesia, serta wajib didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia. Kemudian, Kantor Pendaftaran Fidusia akan menerbitkan sertifikat Jaminan Fidusia yang memiliki kekuatan eksekutorial sebagaimana putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap. Artinya, apabila debitor ingkar janji dan tidak melunasi hutangnya maka pemegang sertifikat jaminan fidusia (kreditor) dapat langsung melaksanakan eksekusi atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia (lihat Pasal 5 ayat [1], Pasal 11 ayat [1], Pasal 12 ayat [1], Pasal 14 ayat [1], Pasal 15 ayat [2] dan ayat [3] UU Jaminan Fidusia).
Dalam konteks ini, objek yang akan dijaminkan sebagai jaminan fidusia adalah Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) sebagai tanda hak kepemilikan yang dialihkan, sedangkan sepeda motor tersebut tetap berada pada kekuasaan pihak debitor dan masih tetap dapat dipakai.


Dasar hukum:
1.      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)
2.      Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

Sumber : Hukum Online.com

Minggu, 31 Juli 2011

Pengertian Hukum Secara Umum


Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela.
Bidang hukum
Hukum dapat dibagi dalam berbagai bidang, antara lain hukum pidana/hukum publik, hukum perdata/hukum pribadi]], hukum acara, hukum tata negara, hukum administrasi negara/hukum tata usaha negara, hukum internasional, hukum adat, hukum islam, hukum agraria, hukum bisnis, dan hukum lingkungan.
Hukum pidana
Hukum pidana termasuk pada ranah hukum publik. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antar subjek hukum dalam hal perbuatan - perbuatan yang diharuskan dan dilarang oleh peraturan perundang - undangan dan berakibat diterapkannya sanksi berupa pemidanaan dan/atau denda bagi para pelanggarnya. Dalam hukum pidana dikenal 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan peraturan perundang - undangan tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat. Pelaku pelanggaran berupa kejahatan mendapatkan sanksi berupa pemidanaan, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya.
Sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh peraturan perundangan namun tidak memberikan efek yang tidak berpengaruh secara langsung kepada orang lain, seperti tidak menggunakan helm, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya. Di Indonesia, hukum pidana diatur secara umum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang merupakan peninggalan dari zaman penjajahan Belanda, sebelumnya bernama Wetboek van Straafrecht (WvS). KUHP merupakan lex generalis bagi pengaturan hukum pidana di Indonesia dimana asas-asas umum termuat dan menjadi dasar bagi semua ketentuan pidana yang diatur di luar KUHP (lex specialis)
Hukum pidana dalam Islam dinamakan qisas, yaitu nyawa dibalas dengan nyawa, tangan dengan tangan, tetapi di dalam Islam ketika ada orang yang membunuh tidak langsung dibunuh, karena harus melalui proses pemeriksaan apakah yang membunuh itu sengaja atau tidak disengaja, jika sengaja jelas hukumannya adalah dibunuh jika tidak disengaja wajib membayar di dalam Islam wajib memerdekakan budak yang selamat, jika tidak ada membayar dengan 100 onta, jika mendapat pengampunan dari si keluarga korban maka tidak akan terkena hukuman."
Hukum perdata
Salah satu bidang hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara individu-individu dalam masyarakat dengan saluran tertentu. Hukum perdata disebut juga hukum privat atau hukum sipil. Salah satu contoh hukum perdata dalam masyarakat adalah jual beli rumah atau kendaraan .
Hukum perdata dapat digolongkan antara lain menjadi:
  1. Hukum keluarga
  2. Hukum harta kekayaan
  3. Hukum benda
  4. Hukum Perikatan
  5. Hukum Waris
Hukum acara
Untuk tegaknya hukum materiil diperlukan hukum acara atau sering juga disebut hukum formil. Hukum acara merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana cara dan siapa yang berwenang menegakkan hukum materiil dalam hal terjadi pelanggaran terhadap hukum materiil. Tanpa hukum acara yang jelas dan memadai, maka pihak yang berwenang menegakkan hukum materiil akan mengalami kesulitan menegakkan hukum materiil. Untuk menegakkan ketentuan hukum materiil pidana diperlukan hukum acara pidana, untuk hukum materiil perdata, maka ada hukum acara perdata. Sedangkan, untuk hukum materiil tata usaha negara, diperlukan hukum acara tata usaha negara. Hukum acara pidana harus dikuasai terutama oleh para polisi, jaksa, advokat, hakim, dan petugas Lembaga Pemasyarakatan.
Hukum acara pidana yang harus dikuasai oleh polisi terutama hukum acara pidana yang mengatur soal penyelidikan dan penyidikan, oleh karena tugas pokok polisi menrut hukum acara pidana (KUHAP) adalah terutama melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan. Yang menjadi tugas jaksa adalah penuntutan dan pelaksanaan putusan hakim pidana. Oleh karena itu, jaksa wajib menguasai terutama hukum acara yang terkait dengan tugasnya tersebut. Sedangkan yang harus menguasai hukum acara perdata. termasuk hukum acara tata usaha negara terutama adalah advokat dan hakim. Hal ini disebabkan di dalam hukum acara perdata dan juga hukum acara tata usaha negara, baik polisi maupun jaksa (penuntut umum) tidak diberi peran seperti halnya dalam hukum acara pidana. Advokatlah yang mewakili seseorang untuk memajukan gugatan, baik gugatan perdata maupun gugatan tata usaha negara, terhadap suatu pihak yang dipandang merugikan kliennya. Gugatan itu akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Pihak yang digugat dapat pula menunjuk seorang advokat mewakilinya untuk menangkis gugatan tersebut.
Tegaknya supremasi hukum itu sangat tergantung pada kejujuran para penegak hukum itu sendiri yang dalam menegakkan hukum diharapkan benar-benar dapat menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, dan kejujuran. Para penegak hukum itu adalah hakim, jaksa, polisi, advokat, dan petugas Lembaga Pemasyarakatan. Jika kelima pilar penegak hukum ini benar-benar menegakkan hukum itu dengan menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah disebutkan di atas, maka masyarakat akan menaruh respek yang tinggi terhadap para penegak hukum. Dengan semakin tingginya respek itu, maka masyarakat akan terpacu untuk menaati hukum.
Sistem hukum
Ada berbagai jenis sistem hukum yang berbeda yang dianut oleh negara-negara di dunia pada saat ini, antara lain sistem hukum Eropa Kontinental, common law system, sistem hukum Anglo-Saxon, sistem hukum adat, sistem hukum agama.
Sistem hukum Eropa Kontinental
Sistem hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Hampir 60% dari populasi dunia tinggal di negara yang menganut sistem hukum ini.
Common law system adalah SUATU sistem hukum yang di gunakan di Inggris yang mana di dalamnya menganut aliran frele recht lehre yaitu dimana hukum tidak dibatasi oleh undang-undang tetapi hakim diberikan kebebasan untuk melaksanakan undang-undang atau mengabaikannya.
Sistem hukum Anglo-Saxon
Sistem Anglo-Saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada (kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika Serikat (walaupun negara bagian Louisiana mempergunakan sistem hukum ini bersamaan dengan sistim hukum Eropa Kontinental Napoleon). Selain negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga menerapkan sistem hukum Anglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan, India dan Nigeria yang menerapkan sebagian besar sistem hukum Anglo-Saxon, namun juga memberlakukan hukum adat dan hukum agama.
Sistem hukum anglo saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah terutama pada masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman.Pendapat para ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim, dalam memutus perkara.


Sistem hukum adat/kebiasaan
Hukum Adat adalah seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan yang berlaku di suatu wilayah. misalnya di perkampungan pedesaan terpencil yang masih mengikuti hukum adat. dan memiliki sanksi sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di wilayah tertentu.
Sistem hukum agama
Sistem hukum agama adalah sistem hukum yang berdasarkan ketentuan agama tertentu. Sistem hukum agama biasanya terdapat dalam Kitab Suci.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum