No
|
Nama Mahasiswa
|
|
NPM
|
||
1
|
Devi Costarika
|
09010776 P
|
2
|
Jeri B
Prasetyo
|
11010056
|
3
|
Veni Haryati
|
11010120
|
4
|
Harison P.
Situmorang
|
11010358
|
5
|
Ali Singaro
|
14010002
|
1
|
Mardianto
|
14010004
|
2
|
Ade Muchtar
|
14010006
|
3
|
Afriandi Alzah
|
14010008
|
4
|
Raymond Vibri
Dwi Cahyo
|
14010010
|
5
|
Miko Kassa
|
14010012
|
1
|
Panji Satryo
|
14010014
|
2
|
Efriya
|
14010018
|
3
|
Rahmat Putra
|
14010022
|
4
|
Revo Saputra
|
14010028
|
5
|
Ade Marco S
|
14010038
|
1
|
Wendy Pratama
|
14010042
|
2
|
Bara Guna
|
14010054
|
3
|
Ade Prawira Wijaya
|
14010056
|
4
|
M. Ridho Angga
|
14010058
|
5
|
Fuad Fauzi
|
14010060
|
1
|
Rahmat
|
14010066
|
2
|
Risa Pahlevi
|
14010070
|
3
|
Teguh P Zayu
|
14010076
|
4
|
Nopi
|
14010080
|
5
|
Anugraha Dwi Putra
|
14010082
|
1
|
Fachrianda
|
14010084
|
2
|
David
|
14010088
|
3
|
M. Alief
Afshohi
|
14010092
|
4
|
Yeddy Firza
Iskandar
|
14010104
|
5
|
Miftah Fuady
|
14010108
|
1
|
M. Randi Siregar
|
14010110
|
2
|
Yudhi Dwi Cahya
|
14010112
|
3
|
Kazdiyan Feres
|
14010114
|
4
|
Yogi Pramana
|
14010116
|
5
|
M. Alianto
|
14010120
|
1
|
Mardiana Agustiani
|
14010120
|
2
|
Oktariansyah
|
14010122
|
3
|
Wuardiansyah
|
14010124
|
4
|
Gusvinna Ghea Putri
|
14010132
|
5
|
M. Arie S
|
14010142
|
6
|
Eko Mandala
|
14010146
|
Sabtu, 08 November 2014
JADUAL UTS SEJARAH HUKUM EKSTENSI KELAS B (GENAP) JADUAL UJIAN 10 NOVEMBER 2014
Rabu, 29 Oktober 2014
Rabu, 08 Oktober 2014
Konsep Teori Keadilan
Keadilan
mirip cerita gajah yang diteliti oleh para peneliti buta. Setiap peneliti
merasakan bagian yang berbeda-kaki, telinga-gading-sehingga masing-masing
melukiskan makhluk ini dengan cara yang berbeda-beda pula, gemuk dan kuat,
tipis dan lentur, halus dan keras. Sementara si gajah itu sendiri-sang
keadilan-tidak pernah bisa dikenal seluruhnya oleh deskripsi individual
manapun. Seringkali bahkan pelukisannya nampak bertentangan. Mengapa? karena
setiap individu hanya menawarkan sesuatu bagi pendefinisiannya.[1]
Keadilan atau justice berasal
dari bahasa latin justitia yang
memiliki kata dasar jus. Jus artinya
hukum atau hak. Dengan demikian, salah satu makna yang terkandung dalam istilah
justice adalah hukum (law). Thomas Aquinas memberikan
pengertian kepada keadilan sebagai kemauan untuk memberikan kepada setiap orang
apa yang menjadi haknya. Harus dipenuhi segala sesuatu yang merupakan suatu hak
di dalam hubungan hidup kemanusiaan adalah sebagai sesuatu yang wajib.[2]
The American heritage memberikan dua definisi tentang keadilan, yaitu “the principle of moral rightness, equity”
and “the upholding of what is just, especially fair treatment and due reward in
accordance to honor, standards, or law: fairness”.[3]
Selain itu ada beberapa definisi tentang keadilan
yang dikemukakan oleh beberapa pakar, tetapi definisi mereka tentang keadilan
berbeda satu dengan yang lainnya seperti definisi keadilan dibawah ini :
a.
Aristoteles
Justice is a political
virtue, by the rules of it, the state is regulated and these rules the
criterion of what is right.
b.
Justinianus
The virtue which results in each person receiving his due.
c.
Mill
The idea of justice
supposes two things: a rule of conduct and sentiment which sanctions the rule.
The first must be supposed common to all mankind and intended for their good:
the sentiment is a desire that punishment may be suffered by those who infringe
the rule.
d.
Ehrhich
Justice has always weighted
the scales solely in favour of the weak and the perseculed. A justice decision
is a decision based on grounds which appeal to a disinterested person.
e.
Brunner
Who or whatever
renders to every man his due, that person or thing is just an attitude, an
institution, a law, a relationship, in which every man is given his due is just.
f.
Bodenheimer
Justice
requires that freedom, equality, and security be accordded to human beings to
the greaterst extent consistent with the common good.
g.
Ross
Justice is the correct application of a law as opposed to
arbitrariness.
h.
Wortley
Justice among men involves an impartial and fearless
act of choosing solution for a dispute within a legal order, having regard to
the human right which that order protects.[4]
Kerinduan
akan keadilan merupakan kerinduan abadi manusia akan kebahagiaan. Kebahagiaan
inilah yang tidak dapat ditemukan oleh manusia sebagai seorang individu terisolasi
dan oleh sebab itu ia berusaha mencarinya di dalam masyarakat. Keadilan adalah
kebahagiaan sosial.[5]
Keadilan
adalah kebajikan utama dalam institusi sosial, sebagaimana kebenaran dalam
sistem pemikiran. Suatu teori, betapapun elegan dan ekonomisnya, harus ditolak
atau direvisi jika ia tidak benar; demikian juga hukum dan institusi, tidak
peduli betapapun efisien dan rapinya, harus direformasi atau dihapuskan jika tidak
adil.[6] Keadilan
dipandang sebagai pemeliharaan atau pemulihan keseimbangan (balance) atau jatah bagian (proportion), dan kaidah pokoknya
seringkali dirumuskan sebagai perlakuan hal-hal yang yang serupa dengan cara
yang serupa kendatipun kita perlu menambahkan padanya dan perlakuan hal-hal
yang berbeda dengan cara yang berbeda[7].
Keadilan (sifat adil) memiliki beberapa ciri atau karakteristik, antara
lain sebagai berikut :
1.
Adil (jus)
2.
Bersifat
hukum (legal)
3.
Sah menurut
hukum (lawful)
4.
Tidak memihak
(unpartial)
5.
Sama hak (equal)
6.
Layak (fair)
7.
Wajar secara
moral (equitable)
Kata
keadilan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata adil yang mendapat imbuhan
awalan dan akhiran berasal dari bahasa Arab, yakni yang bermakna istiqamah, seimbang, harmonis,
lurus, tegak, kembali, berpaling, dan lain-lain. Adil dapat pula diartikan dengan memberikan
sesuatu kepada seseorang yang menjadi haknya, oleh Ibrahim Mustafa menyebutkan
dalam kitab mu.jamnya “mengambil dari mereka sesuatu yang menjadi kewajibannya”[9]. Dalam kamus umum bahasa Indonesia disebutkan bahwa
kata adil diartikan dengan:
1) Tidak berat sebelah (tidak memihak),
Dengan demikian, keadilan mengandung pengertian berbagai hal
yang tidak berat sebelah atau tidak memihak atau tidak sewenang-wenang[11].
Menurut yang lebih umum mungkin dapat dikatakan keadilan itu
adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan
terletak pada keseimbangan atau keharmonisan antara menuntut hak dan
menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila
setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperoleh
bagian yang sama dari kekayaan kita bersama.[12]
Konsep
keadilan dalam perspektif Alquran dapat dilihat pada penggunaan lafaz adil
dalam berbagai bentuk dan perubahannya. Muhammad Fu‟ad Abdul Baqiy dalam kitab
al-Mu‟jam al-Mufahras Li Alfaz, beliau mengemukakan bahwa Lafaz adil dalam
Alquran disebutkan sebanyak 28 kali yang terdapat pada 28 ayat dalam 11 surah.[13]
M.
Quraish Shihab mengemukakan bahwa kata adil pada awalnya diartikan dengan sama
atau persamaan, itulah yang menjadikan pelakunya tidak memihak atau berpihak
pada yang benar. Makna ini menunjukkan bahwa keadilan itu melibatkan beberapa
pihak, yang terkadang saling berhadapan, yakni: dua atau lebih, masing-masing
pihak mempunyai hak yang patut perolehnya, demikian sebaliknya masing-masing
pihak mempunyai kewajiban yang harus ditunaikan.[14]
Adil dalam arti perhatian terhadap hak-hak individu, Allah SWT. menetapkan
hukum yang harus ditegakkan dalam kehidupan tidak lain adalah untuk memberi
perlindungan kepada setiap orang atau individu yang harus dinikmati dalam
kehidupannya setiap hari.[15]
TUGAS 1 HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
- Keputusan konsumen untuk pembelian dan mengonsumsi suatu produk sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor apa saja yang dimaksud?
- Apasajakah manfaat dari pemahaman perilaku konsumen terhadap peran pemerintah dalam melindungi konsumen?
- Menurut McGuire ada enambelas pengaruh utama motivasi, salah satunya motivasi digunakan untuk mengarahkan pada persaingan, kekuatan, dan kesuksesan. Berilah contoh dari pernyataan di atas?
- Apa yang dimaksud dengan Approach-avoidance conflict dan berikan contohnya?
- Apa yang dimaksud dengan atensi dan sensasi berikan contohnya?
TUGAS 2 HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
- Apa yang dimaksud dengan sistem kognitif dan afektif? Berikan juga contohnya.
- Buatlah bagan dari tingkatan konsep sikap (kelas produk, bentuk produk, merek, model,merek/model situasi umum dan merek/model situasi spesifik (contoh bagan dapat dilihat pada halaman 3.7)
- Perhatikan gambar diatas. Jelaskan fungsi ekspresi nilai dari sikap yang ingin ditampilkan oleh iklan diatas ?
- Bagaimana tato mempengaruhi konsep diri seseorang dan menjadi bagian dari extended self seseorang?
Kamis, 17 Juli 2014
Minggu, 04 Mei 2014
sosiologi hukum
PENGERTIAN
Sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang hidup bersama atau cara berinteraksi dengan sesama shg tercipta hubungan timbal balik sesuai dengan fungsi masing-masing.
Menurut Soerjono Soekanto Sosiologi hukum ialah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris menganalisis atau mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan gejala-gejala sosial lainnya.
Kajian dalam Sosiologi.
Mengkaji berbagai gejala sosial satu dengan yang lainnya sebagai dasar untuk dicari signifikasinya sehingga dampak atau pengaruh sosial dapat dicarinya.
Hal yang mendasar dalam Sosiologi:
Eksistensi masyarakat sbg obyek Sosiologi
Gejala sosial dengan dinamikanya.
Stratifikasi dengan kelas kelas sosialnya.
Demografi dan perkembangan masyarakat.
Norma sosial yang dianut sebagai pandangan hidup masyarakat.
Ruang Lingkup Kajian Sosiologi Hukum:
1. Gejala sosial yang berakibat tindakan melawan hukum.
2.Tindakan mentaati/ tdk mentaati hukum.
3.Tindakan melakukan upaya hukum, baik di tingkat kepolisian, kejaksaan , pengadilan.
4. Penafsiran masyarakat terhadap hukum.
5.Sosiologi hukum tidak memberikan penilaian melainkan mendekati hukum dari segi obyektifitas semata dan bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap fenomena hukum yang nyata.
6. Hukum sebagai produk penafsiran masyarakat.
Dari beberapa keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa kajian utama sosiologi hukum adalah berbagai norma dan peraturan yang terdapat dalam masyarakat yang telah disepakati sebagai hukum.
1. Soerjono Soekanto
Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris menganalisis atau mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan gejala-gejala sosial lainnya.
2. Satjipto Rahardjo
Sosiologi hukum (sociology of law) adalah pengetahuan hukum terhadap pola perilaku masyarakat dalam konteks sosialnya.
3. R.Otje Salman
Sosiologi hukum ialah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.
4.H.L.A Hart
Mengungkapkan bahwa suatu konsep tentang hukum mengandung unsur-unsur kekuasaan yang terpusatkan kepada kewajiban tertentu di dalam gejala hukum yang tampak dari kehidupan bermasyarakat. Inti dari suatu sistem hukum terletak pada kesatuan antara aturan utama (primary rules) dan aturan tambahan (secondary rules) Kewajiban hubungan bermasyarakat sanksi.
Aliran-aliran yang menjadi penyebab lahirnya sosiologi hukum adalah aliran Positivisme yang dikemukakan oleh Hans Kelsen melalui teori Stufenbau des Recht.
Menurut Hans Kelsen hukum itu bersifat hierarkis artinya hukum itu tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih atas derajatnya. Yang pertama dari teori hans kelsen itu adalah Grundnorm, Grundnorm adalah dasar atau basis sosial dari hukum itu yang merupakan salah satu objek pembahasan di dalam sosiologi hukum.
Mahzab Sejarah
Mahzab Utility
Diungkapkan oleh Jeremy Bentham, bahwa hukum itu harus bermanfaat bagi masyarakat, guna mencapai hidup bahagia.
Aliran Sociological Jurisprudence
Dari Eugen Ehrlich, yang mengungkapkan hukum yang dibuat harus sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat (living law).
Aliran Pragmatic Legal Realism
Dari Rescoe Pound, konsepsinya “law as a tool of social engineering”.
2. Ilmu Hukum
Kajian ilmu hukum yang menganggap bahwa “hukum sebagai gejala sosial” banyak mendorong pertumbuhan sosiologi hukum. Beda dengan teori Hans Kelsen yang menganggap hukum sebagai gejala normatif.
METODE PENDEKATAN DAN FUNGSI SOSIOLOGI HUKUM
METODE PENDEKATAN SOSIOLOGI HUKUM
Ada dua pendekatan di dalam Hukum,yaitu Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris.
Yuridis Normatif ialah menguasai hukumnya bagi sesuatu persoalan tertentu yang terjadi serta bagaimana melaksanakan atau menerapkan peraturan-peraturan hukum.
Yuridis Empiris atau sosiologi hukum merupakan suatu ilmu yang muncul dari perkembangan ilmu pengetahuan hukum dan dapat diketahui dengan mempelajari fenomena sosial dalam masyarakat yang tampak aspek hukumnya.
Sosiologi hukum bersama ilmu empiris lainnya akan menempatkan kembali konstruksi hukum yang abstrak ke dalam struktur sosial yang ada, sehingga hukum menjadi lembaga yang utuh dan realistis. Misalnya di Amrik, hukum diartikan hak (law is right). Oleh karena itu, di Amrik sudah ada kesadaran untuk menempatkan sosiologi hukum bekerja sedemikian rupa untuk strategi advokat di pengadilan.
Donald Black mengemukakan bahwa hukum sedang memasuki “era sosiologi” (........legal sociology has applications in the practice of law, in the reform of the legal process, and in jurisprudence and social policy, law is entering an age of sociology”.
Sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang hidup bersama atau cara berinteraksi dengan sesama shg tercipta hubungan timbal balik sesuai dengan fungsi masing-masing.
Menurut Soerjono Soekanto Sosiologi hukum ialah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris menganalisis atau mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan gejala-gejala sosial lainnya.
Kajian dalam Sosiologi.
Mengkaji berbagai gejala sosial satu dengan yang lainnya sebagai dasar untuk dicari signifikasinya sehingga dampak atau pengaruh sosial dapat dicarinya.
Hal yang mendasar dalam Sosiologi:
Eksistensi masyarakat sbg obyek Sosiologi
Gejala sosial dengan dinamikanya.
Stratifikasi dengan kelas kelas sosialnya.
Demografi dan perkembangan masyarakat.
Norma sosial yang dianut sebagai pandangan hidup masyarakat.
Ruang Lingkup Kajian Sosiologi Hukum:
1. Gejala sosial yang berakibat tindakan melawan hukum.
2.Tindakan mentaati/ tdk mentaati hukum.
3.Tindakan melakukan upaya hukum, baik di tingkat kepolisian, kejaksaan , pengadilan.
4. Penafsiran masyarakat terhadap hukum.
5.Sosiologi hukum tidak memberikan penilaian melainkan mendekati hukum dari segi obyektifitas semata dan bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap fenomena hukum yang nyata.
6. Hukum sebagai produk penafsiran masyarakat.
Dari beberapa keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa kajian utama sosiologi hukum adalah berbagai norma dan peraturan yang terdapat dalam masyarakat yang telah disepakati sebagai hukum.
1. Soerjono Soekanto
Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris menganalisis atau mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan gejala-gejala sosial lainnya.
2. Satjipto Rahardjo
Sosiologi hukum (sociology of law) adalah pengetahuan hukum terhadap pola perilaku masyarakat dalam konteks sosialnya.
3. R.Otje Salman
Sosiologi hukum ialah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.
4.H.L.A Hart
Mengungkapkan bahwa suatu konsep tentang hukum mengandung unsur-unsur kekuasaan yang terpusatkan kepada kewajiban tertentu di dalam gejala hukum yang tampak dari kehidupan bermasyarakat. Inti dari suatu sistem hukum terletak pada kesatuan antara aturan utama (primary rules) dan aturan tambahan (secondary rules) Kewajiban hubungan bermasyarakat sanksi.
Aliran-aliran yang menjadi penyebab lahirnya sosiologi hukum adalah aliran Positivisme yang dikemukakan oleh Hans Kelsen melalui teori Stufenbau des Recht.
Menurut Hans Kelsen hukum itu bersifat hierarkis artinya hukum itu tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih atas derajatnya. Yang pertama dari teori hans kelsen itu adalah Grundnorm, Grundnorm adalah dasar atau basis sosial dari hukum itu yang merupakan salah satu objek pembahasan di dalam sosiologi hukum.
Mahzab Sejarah
Yang dipelopori oleh Carl Von Savigny, menurutnya bahwa hukum itu tidak dibuat, akan tetapi tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat (volksgeist)
Diungkapkan oleh Jeremy Bentham, bahwa hukum itu harus bermanfaat bagi masyarakat, guna mencapai hidup bahagia.
Aliran Sociological Jurisprudence
Dari Eugen Ehrlich, yang mengungkapkan hukum yang dibuat harus sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat (living law).
Aliran Pragmatic Legal Realism
Dari Rescoe Pound, konsepsinya “law as a tool of social engineering”.
2. Ilmu Hukum
Kajian ilmu hukum yang menganggap bahwa “hukum sebagai gejala sosial” banyak mendorong pertumbuhan sosiologi hukum. Beda dengan teori Hans Kelsen yang menganggap hukum sebagai gejala normatif.
METODE PENDEKATAN DAN FUNGSI SOSIOLOGI HUKUM
METODE PENDEKATAN SOSIOLOGI HUKUM
Ada dua pendekatan di dalam Hukum,yaitu Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris.
Yuridis Normatif ialah menguasai hukumnya bagi sesuatu persoalan tertentu yang terjadi serta bagaimana melaksanakan atau menerapkan peraturan-peraturan hukum.
Yuridis Empiris atau sosiologi hukum merupakan suatu ilmu yang muncul dari perkembangan ilmu pengetahuan hukum dan dapat diketahui dengan mempelajari fenomena sosial dalam masyarakat yang tampak aspek hukumnya.
Sosiologi hukum bersama ilmu empiris lainnya akan menempatkan kembali konstruksi hukum yang abstrak ke dalam struktur sosial yang ada, sehingga hukum menjadi lembaga yang utuh dan realistis. Misalnya di Amrik, hukum diartikan hak (law is right). Oleh karena itu, di Amrik sudah ada kesadaran untuk menempatkan sosiologi hukum bekerja sedemikian rupa untuk strategi advokat di pengadilan.
Donald Black mengemukakan bahwa hukum sedang memasuki “era sosiologi” (........legal sociology has applications in the practice of law, in the reform of the legal process, and in jurisprudence and social policy, law is entering an age of sociology”.
Minggu, 20 April 2014
Tugas 3 Ilmu Perundang-undangan UT
1.Apa alasan dibentuknya Dewan Perwakilan Daerah?
2. Bagaimana anggota DPD dipilih?jelaskan
3.Selain mengalami hambatan dalam fungsi legislasi, DPD memiliki keterbatasan dalam hal apa saja?
4.Apasajakh perbedaan DPRD masa Orba dengan DPRD setelah reformasi?
2. Bagaimana anggota DPD dipilih?jelaskan
3.Selain mengalami hambatan dalam fungsi legislasi, DPD memiliki keterbatasan dalam hal apa saja?
4.Apasajakh perbedaan DPRD masa Orba dengan DPRD setelah reformasi?
5.Jelaskan mekanisme pengusulan Raperda yang diusulkan dari pihak eksekutif dan jelaskan mekanisme pembahasan dalam APBD?
Tugas 3 PIH UT
1.Setiap subjek hukum mempunyai kewenangan hukum, namun ada pengecualian secara insidentil pada manusia yang membatasi kewenangan hukumnya, apa saja faktor-faktor yang membatasi kewenangan hukum tersebut?
2.Salah satu subjek hukum adalah badan hukum, namun peraturan perundang-undangan menetapkan adanya syarat-syarat tertentu seperti hal nya pada manusia untuk badan hukum . adanya persyaratan tertentu untuk hubungan hukum inilah yang menimbulkan kesulitan untuk memberlakukannya pada badan hukum, apa sajakah persyaratan tertentu tersebut?
3.Sebutkan ciri-ciri yang melekat pada hak?
4.Dalam menegakan hukum, ada 3 (tiga) unsur yang wajib diperhatikan, apa saja 3 (tiga)unsur dalam penegakan hukum tersebut?
5.Kalau dihubungkan dengan tugas hakim, maka aliran-aliran apa saja yang merupakan sumber hukum?
2.Salah satu subjek hukum adalah badan hukum, namun peraturan perundang-undangan menetapkan adanya syarat-syarat tertentu seperti hal nya pada manusia untuk badan hukum . adanya persyaratan tertentu untuk hubungan hukum inilah yang menimbulkan kesulitan untuk memberlakukannya pada badan hukum, apa sajakah persyaratan tertentu tersebut?
3.Sebutkan ciri-ciri yang melekat pada hak?
4.Dalam menegakan hukum, ada 3 (tiga) unsur yang wajib diperhatikan, apa saja 3 (tiga)unsur dalam penegakan hukum tersebut?
5.Kalau dihubungkan dengan tugas hakim, maka aliran-aliran apa saja yang merupakan sumber hukum?
Senin, 24 Maret 2014
Tugas 2 UT PIH
1. Dalam pembentukan hukum positif, banyak dipengaruhi oleh banyak faktor. Antara lain faktor kemasyarakatan dan faktor idiil. Jelaskan apa yang dimaksud dengan faktor kemasyarakatan dan faktor idiil beserta contoh-contoh nya?
2. Jelaskan Mengapa hukum mempunyai mempunyai kekuatan mengikat dan mengapa kita harus mematuhi hukum ?
3. Apa yang dimaksud dengan asas undang-undang tidak berlaku surut? Berikan contohnya
4. Jelaskan perbedaan pokok antara hukum kebiasaan dengan hukum adat?
5. Berikanlah pengertian dan contoh apa yang dimaksud dengan ?
a. Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Legi Poenali?
b. Lex Superior Derogat Legi Inferiori?
c. Lex Specialis Derogat Legi Generale?
d. Lex Posteriori Derogat Legi Priori?
Tugas 2 UT Ilmu Per UUan
1. Peristiwa G 30 S PKI memberi dampak perubahan
bagi DPR-GR, perubahan-perubahan apa yang terjadi di DPR-GR tersebut?
2. Pada masa demokrasi Pancasila DPR/MPR 1971-1977, apa tugas utama DPR tersebut?
3. Apa yang menyebabkan interpelasi anggota DPR terkait dengan pembekuan Dewan Mahasiswa gagal dilakukan?
4. Dinamika politik apa yang terjadi pada masa awal reformasi?
5. Pada masa presiden abdurrahman wahid dan presiden megawati , berapa kali penggunaan hak interpelasi?jelaskan
2. Pada masa demokrasi Pancasila DPR/MPR 1971-1977, apa tugas utama DPR tersebut?
3. Apa yang menyebabkan interpelasi anggota DPR terkait dengan pembekuan Dewan Mahasiswa gagal dilakukan?
4. Dinamika politik apa yang terjadi pada masa awal reformasi?
5. Pada masa presiden abdurrahman wahid dan presiden megawati , berapa kali penggunaan hak interpelasi?jelaskan
Senin, 17 Maret 2014
TUGAS 1 Ilmu Per UU-an
1. apa yang menjadi pertimbangan
perwakilan politik menjadi hal yang penting dalam sistem politik kekinian?
2.apasajakah fungsi parlemen di
dalam parlemen modern ?
3. bagaimana sikap tokoh-tokoh
pergerakan terhadap volksraad dalam upaya mencapai kemerdekaan?
4. apa latar belakang munculnya ide
konsepsi presiden untuk mengatasi krisis politik dalam negeri pada saat
itu?
5. sebutkan kelompok-kelompok yang
menjadi kekuatan politik pada masa demokrasi terpimpin?
Tugas 1 PIH UT
Jawablah pertanyaan-pertanyaan soal dibawah ini :
1.
Jelaskan dan beri contoh apa
yang mendorong manusia hidup bermasyarakat?
2.
Dalam hubungan sosial, sanksi
merupakan mekanisme pengendalian sosial, sebutkan dan beri contoh macam-macam
sanksi baik yang terjadi akibat pelanggaran hukum maupun akibat adanya orang
yang sangat berjasa ?
3.
Ada dua aspek hidup manusia,
yaitu hidup pribadi dan hidup antar pribadi, setiap aspek hidup tersebut
mempunyai kaidah-kaidahnya, dan dalam masing-masing golongan dapat diadakan
pembedaan antara dua macam tata kaidah, sebutkan dua macam tata kaidah
tersebut menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto?
4.
Sebutkan ciri-ciri hukum ?
5.
Berilah contoh tentang
hubungan antara hukum dengan kekuasaan?
|
Kamis, 23 Januari 2014
UPAYA HUKUM OLEH PIHAK YANG DIRUGIKAN DALAM PRAKTEK DUMPING DI INDONESIA
A. Latar Belakang
Perkembangan perekonomian dunia khususnya industri dan perdagangan semakin liberal dan terbuka, jarak dan batas – batas negara hampir tidak tampak lagi. Hal ini mengakibatkan setiap negara berlomba memasuki pasar. Dalam era globalisasi dan liberalisasi perdagangan telah terjadi borderless trade ( perdagangan tanpa batas ), di mana negara – negara anggota WTO akan menghapus semua hambatan perdagangan baik yang berbentuk tarif maupun non tarif. Baik negara maju maupun negara berkembang sama – sama membutuhkan perdagangan internasional. Dengan perdagangan internasional memungkinkan mengalirnya barang dan jasa melalui prosedur ekspor-impor.[1]
Kehadiran World Trade Organization ( WTO ) dan kerjasama perdagangan lainya seperti Asia Pacifik Trade Area ( APTA ) dan Asia Pasific Ekonomic Corporation ( APEC ) semakin mendorong perdagangan lebih bebas dan terbuka. Organisasi dan kerjasama timbul dalam rangka liberalisasi dan perdagangan yang sehat serta bertujuan untuk meniadakan hambatan – hambatan. Perdagangan membawa konsekuensi bagi negara – negara di dunia untuk menyesuaikan aturan tersebut, ini dilakukan agar tidak terjadi adanya perbedaan atau bahkan pertentangan aturan yang mendasar antara ketetapan WTO dengan masing – masing negara. Hal tersebut juga di alami oleh Indonesia, sebagai salah satu anggota dalam organisasi Perdagangan dunia tersebut.[2]
Kesepakatan aturan dan ketentuan dalam forum WTO umumnya merupakan kebijakan tentang perdagangan yang terjadi sekarang ini mengenai hambatan dan praktek perdagangan dunia. Salah satu hasil kesepakatan forum WTO yang sangat vital adalah mengenai bentuk perdagangan dengan sistem dumping sebab sangat berpengaruh terhadap perdangan dunia. Kesepakatan forum ini dikatakan sangat vital karena praktek perdagangan ini membawa dampak yang tidak hanya positif tetapi berdampak negatif juga. Dikatakan positif karena negara yang melakukan praktek dumping ( pengekspor ) dapat menguasai pasaran luar negeri dan dapat menguasai harga sehingga dapat memperoleh keuntungan yang besar ketika dapat menguasai pasar. Dampak negatif nya adalah timbul nya diskriminasi harga di dalam pasar yang berakibat terjadinya hambatan dalam perdagangan yang mengarah pada bentuk persaingan tidak sehat.
Sebagai konsekuensinya liberalisasi perdagangan internasional telah menciptakan persaingan yang ketat. Meskipun organisasi perdagangan dunia mendorong perdagangan bebas melalui perundingan penurunan tarif dan non tarif namun didalamnya masih terdapat persetujuan yang memungkinkan suatu negara mengambil penyelamatan industri dalam negerinya yang mengalami kerugian sebagai akibat perdagangan tidak fair yang berasal dari dumping atau subsidi. Karena itu pula ada kecenderungan di beberapa negara maju menggunakan instrumen tindakan anti dumping dan subsidi sebagai alat proteksi melindungi industrinya. Bagi eksportir Indonesia hal ini tidak menguntungkan sebab sekalipun kecurigaan dan investigasi anti dumping tidak terbukti, namun selama penyelidikan, pasar eksportir menjadi terganggu.
Dumping merupakan suatu praktek perdagangan yang dilakukan oleh suatu negara dengan cara menjual barang dalam jumlah banyak keluar negeri dengan harga lebih rendah ketimbang harga di dalam negeri atau dalam arti kata menjual lebih murah dari harga pasar ( nasional ) di tempat pasar yang berbeda. Menurut Kamus Ekonomi dan Perdagangan, Dumping merupakan penjualan produk yang sama dalam pasar yang berbeda – beda dengan harga – harga yang berbeda pula. [3] Dumping dalam dunia bisnis sering dianggap sebagai “ praktek wajar “ dalam rangka price policy untuk penjualan suatu barang oleh suatu perusahaan atau industri, namun pada kenyataan nya dapat menimbulkan kerugian bagi usaha atau industri barang yang sejenis di negara lain ( pengimpor ).[4] Oleh karena itu, persoalan dumping merupakan bentuk hambatan perdagangan internasional yang sifatnya non tariff.[5] Pada awalnya dumping memang merupakan persoalan yang sederhana, namun dengan berkembangnya teknologi dan meningkatnya jumlah populasi penduduk dunia yang otomatis juga di ikuti dengan meningkatnya kebutuhan manusia itu sendiri, maka dumping tidak dapat mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai pihak dan kalangan usahawan.[6]
Implikasi dari adanya dumping ini dapat menimbulkan kerugian bagi pihak yang memproduksi barang sejenis atas persaingan harga yang tidak wajar. Efek lain juga dapat terjadi pada perekonomian suatu negara. John A Jakson mengemukakan bahwa dampak dumping pada perekonomian nasional hanya bagi negara pengimpor dan negara pengekspor, namun juga pada negara atau pihak ketiga yang mempunyai barang sejenis,[7] sehingga perlu proteksi dari negara untuk melindungi industri dan pasar domestiknya. Padahal kondisi dunia usaha saat ini sedang mengalami permasalahan yang sangat kompleks tidak hanya sebatas dumping tetapi kondisi makro perekonomian yang masih belum menentu akibat policy dari pemerintah yang tidak jelas.
Bentuk proteksi negara atas praktek dumping dikenal dengan istilah anti dumping. Anti dumping merupakan tindakan balasan yang diberikan oleh negara pengimpor terhadap barang dari negara pengekspor yang mengandung dumping. Namun begitu, pada umumnya praktek dumping tidak dilarang dalam sistem perdagangan internasional. Article IV GATT menyebutkan bahwa suatu negara anggota diperkenankan untuk menggunakan tindak anti dumping dan atau subsidi yang menimbulkan kerugian ( injury ) bagi industri domestik yang memproduksi barang sejenis.[8] Pengertian dan pengaturan dasar mengenai anti dumping dapat dilihat dalam Article VI GATT 1994 ( Anti-Dumping and Countervailing Duties).[9]
Dalam mengatasi praktek dumping ini Persetujuan GATT/WTO telah mengatur mengenai anti dumping dan subsidi, yaitu Agreement on Implementation of article VI of the General Agreement on Tariffs and Trade (GATT ) 1994 dan Agreement on Subsidies and Countervailing Measures.
Penerapan tindakan anti dumping yang menimbulkan kerugian (injury) bagi industri domestik atas barang sejenis di Indonesia, dapat dilakukan oleh komite khusus yang menangani masalah dumping yang berupa komite anti dumping sebagaimana di amanatkan Article IV GATT. Akhirnya pada tanggal 4 juni 1996 berdasarkan Keputusan Memperindag Nomor 136/MPP/Kep/6/1996 dan Nomor 427/MPP/Kep/10/200 dibentuklah Komite Anti Dumping Indonesia ( KADI ). Komite ini merupakan lembaga yang khusus menangani masalah dumping, pengenaan tarif dan kerugian, jadi merupakan lembaga yang diharapkan dapat mensosialisasikan ketentuan – ketentuan tentang perdagangan internasional yang telah di ratifikasi, dengan tujuan agar masyarakat khususnya dunia usaha Indonesia tidak menjadi korban dari praktek perdagangan yang tidak sehat ( unfair trade practise ) seperti dumping dan subsidi. Pembuktian dumping yang dilakukan oleh komite ini meliputi dumping itu sendiri, kerugian ( injury ) dan kepentingan masyarakat (community interest), produsen barang yang terancam atau dirugikan.[10]
Dalam menangani kasus dumping ini, sering menjadi persoalan adalah kedudukan dan kepentingan pihak yang dirugikan dari adanya praktek dumping yang dilakukan oleh negara lain yang memproduksi barang sejenis dan beredar dipasaran domestik dan perlu adanya sarana hukum yang dapat memberikan fasilitas bagi pihak yang dirugikan. Sehingga yang menjadi permasalahan dari makalah ini adalah bagaimana upaya yang dapat dilakukan oleh pihak yang merasa di rugikan dalam praktek dumping di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh pihak yang dirugikan dalam praktek dumping di Indonesia?
PEMBAHASAN
Sebagai negara yang turut ambil dalam perdagangan multilateral, Indonesia telah meratifikasi Agreement Estabilishing The WTO melalui Undang – undang Nomor 7 Tahun 1994 ( Lembaga Negara Tahun 1 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564 ). Dengan meratifikasi Agreement Estabilishing The WTO ini, Indonesia sekaligu meratifikasi Antidumping code ( 1994 ), yang merupakan salah satu dari Multilateral Trade Agreement. Persetujuan WTO tersebut tidak bersifat menghakimi tetapi lebih memfokuskan pada tindakan – tindakan yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh negara – negara untuk mengatasi dumping. Hal ini disebut dengan peretujuan anti dumping (Antidumping Agreement atau Agreement on The Implementation of Article VI of GATT 1994 ).[11]
Sebagai konsekuensinya diratifikasinya Agreemeent Estabilishing The WTO ini, dibuatlah aturan anti dumping Indonesia dengan cara memasukan Ketentuan ini dalam Undang – undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan. Ketentuan inilah yang kemudian menjadi dasar pembuatan peraturan pelaksanaan tentang anti dumping, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996 Tentang Bea Masuk Anti Dumping dan Beamasuk Imbalan. Sebagaian besar negara – negara maju melakukan proteksi terhadap praktik dumping ini dengan memberlakukan perangkat hukum anti dumping guna melindungi industri domestiknya dari destruksi pasar karena penjualan barang impor di bawah harga semestinya.
Dalam rangka mengimplementasikan ketentuan anti dumping dalam Article VI GATT 1994 yang telah diratifikasi, maka sejak tanggal 4 juni 1996 telah memiliki otoritas anti dumping dengan dibentuknya Komite Anti Dumping Indonesia ( KADI ). Lahirnya lembaga ini, selain merupakan tuntutan global namun juga sebagai upaya perlindungan terhadap industri dalam negeri dari praktek dagang tidak sehat seperti dumping dan subsidi. Oleh karena itu , dalam penanganan anti dumping di Indonesia, lembaga ini dapat mengambil tindakan sebagai reaksi terhadap dumping jika benar terbukti ada kerugian ( material injury ) terhadap industri domestik. Untuk melakukan hal ini, harus dilakukan upaya pembuktian dumping dengan memperhitungkan tingkat dumping ( dengan membandingkan harga ekspor suatu produk dengan harga jual produk tersebut dinegara asalnya ).
Ketentuan Article VI GATT 1994 menentukan bahwa dumping tidak dilarang dengan syarat impor barang dumping tersebut tidak menyebabkan kerugian ( injury ) terhadap industri dalam negeri pengimpor. Namun bagaimana dengan kepentingan pihak produsen barang di Indonesia yang mengalami kerugian dari adanya praktek dumping dari para produsen asing di Indonesia. Karena barang yang dilakukan dumping tersebut diproduksi juga di dalam negeri, namun terkena dampak harga dari barang dumping luar negeri. Banyak berbagai produk yang dilakukan dumping namun belum tersentuh dengan ketetntuan anti dumping di Indonesia, yang pada akhirnya merugikan para pengusaha atau pelaku usaha yang di Indonesia.
Oleh karena selain upaya pencegahan dan perlindungan barang – barang produksi dalam negeri melalui penerapan anti dumping bagi produk dumping dari luar negeri yang dilakukan KADI, juga berperan serta pelaku usaha untuk melakukan upaya - upaya hukum atas praktek dumping ini. Sementara ini upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para pelaku usaha adalah melaporkan ke KADI untuk dilakukan penyelidikan. Berdasarkan tugas pokoknya, KADI akan melakukan penyelidikan terhadap dugaan adanya barang dumping dan atau barang yang mengandung subsidi yang menimbulkan kerugian bagi industri dalam negeri atas barang sejenis. Penyelidikan yang dilakukan oleh KADI ini bersifat administratif, sehingga sanksi yang dikenakan pun bersifat administratif.
Sanksi administratif yang di rekomendasikan KADI kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan untuk ditindaklanjuti kepada Menteri Keuangan adalah besarnya Bea Masuk Anti Dumping kepada pelaku dumping, namun tidak pernah mempertimbangkan bahwa menghitung kerugian yang diderita para pelaku usaha ( pengusaha ) Indonesia dari adanya praktek ini. Padahal kerugian yang diderita oleh para pelaku usaha ini sangat besar seperti penurunan penjualan dalam negeri, keuntungan, market share, produktifitas dan kerugian lain yang terkait dengan nilai dan keuntungan yang harus di perolehnya. Oleh karena itu, upaya – upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para pelaku usaha sebagai pihak yang dirugikan dari adanya praktek dumping di Indonesia adalah mengajukan permohonan penyelidikan dugaan dumping kepada KADI.
Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996 menyebutkan bahwa permohonan penyelidikan atas dugaan dumping dapat dilakukan oleh Industri Dalam Negeri ( IDN ) atau atas prakarsa KADI. Pemohon dalam hal ini dapat terdiri dari satu perusahaan saja, beberapa perusahaan, atau permohonan disampaikan oleh asosiasi atas nama beberapa perusahaan atau atas nama seluruh anggota. Apabila masih ada produsen dalam negeri lainnya yang tidak termasuk pemohon, buat daftar nama berikut alamat lengkap dan kontak person semua produsen dalam negeri dari barang yang diduga dumping.[12]
Bersamaan uraian dan latar belakang pengajuan permohonan penyelidikan tersebut, sebaiknya harus disertai pula dengan permintaan untuk memberikan ganti kerugian yang diderita pemohon atas praktek dumping yang terjadi. Hal ini untuk melindungi kepntingan pemohon dan memberikan efek jera kepada pelaku dumping, karena selama ini sanksi yang diterapkan hanya pengenaan bea masuk anti dumping yang harus dibayarkan kepada pemerintah Indonesia, namun tidak ada biaya ganti rugi atas kerugian yang diderita pelaku pasar atau para pengusaha yang terkena dampak dari praktek dumping tersebut. Adanya ganti kerugian ini harus dihitung berdasarkan margin dumping yang terjadi, produksi barang yang beradar dipasaran atas barang yang sama serta hal – hal lain yang terkait dengan produksi. Namun hal ini diakui sangat sulit dalam penetapan jumlahnya dikarenakan pengaruh subjektifitas penghitungan biaya produksi dan kerugian yang ditimbulkan karena tidak adanya mekanisme dan aturan mengenai penetapan ganti kerugian yang timbul terhadap pelaku pasar tersebut.
Meskipun pengenaan sanksi praktek dumping di Indonesia bersifat administratif, namun dalam prakteknya tidak semua hasil temuan, analisis dan rekomendasi KADI ditindaklanjuti baik oleh Memperindag maupun Menkeu. Hal ini disebabkan karena Undang – undang tidak mengatur, sehingga menimbulkan ketidakpastian juga tidak ada keharusan Memperindag untuk menindaklanjuti temuan dan usul KADI tersebut. Kondisi ini juga tidak terlepas dari kedudukan KADI yang dibawah Memperindag sehingga tidak dapat untuk mendesak dan menentang.
Kesimpulan
Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang dirugikan dalam praktek dumping di Indonesia dalam bentuk permohonan penyelidikan dugaan praktek dumping yang diajukan kepada Komite Anti Dumping Indonesia ( KADI ), sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996 Tentang Bea Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk Imbalan, namun upaya hukum ini bersifat adminsitratif berupa pengenaan bea masuk anti dumping yang dibayarkan kepada Pemerintah, sehingga tidak memberikan ganti kerugian kepada pihak yang dirugikan dari adanya praktek dumping tersebut. Oleh karena itu, pihak yang dirugikan dari adanya praktek dumping tidak dapat menerima penggantian atas kerugian dialaminya, disamping itu penetapan besarnya kerugian mengalami kesulitan karena tidak adanya mekanisme dan ketentuan yang mengaturnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amir MS, Ekspor, Impor ( Teori dan Penerapannya ), Pustaka Bintama Pressindo, Jakarta, 1996
As’ad Sungguh, Kamus Ekonomi dan Perdagangan, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1992
Huala Adolf & Candrawulan, Masalah – Masalah Hukum Dalam Perdagangan Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994
H. S Kartadjoemen, GATT, WTO, dan Hasil Putaran Uruguay, UI Press, Jakarta, 1997
Johanis Damiri, Perdagangan Internasional dan UU Kepabeanan, Makalah disampaikan pada seminar UU Kepabeanan No.10 Tahun1995, Bea Cukai Masa Depan, Bandar Lampung 28 Maret 1996
KADI, Prosedur Permohonan Penyelidikan Anti Dumping, Jakarta, 2000
_____, Panduan Permohonan Penyelidikan Anti Dumping, Jakarta, 2004
Nandang Sutrisno, Hukum Perdagangan Internasional. Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Angkatan VII
Sudarti, Implementasi Pasal VI GATT 1994 khusunya tentang Proses Penanganan Barang Dumping dalam ketentuan Hukum Nasional Indonesia, Skripsi Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 2003
Sukarmi, Regulasi Anti Dumping, Bayang – bayang Pasar Bebas, Sinar Grafika, Jakarta
FOOTNOTE
[1] Johanis Damiri, Perdagangan Internasional dan UU Kepabeanan, Makalah disampaikan pada seminar UU Kepabeanan No.10 Tahun1995, Bea Cukai Masa Depan, Bandar Lampung 28 Maret 1996, hlm 1
[2] KADI, Prosedur Permohonan Penyelidikan Anti Dumping, Jakarta, 2000. hlm 2
[3] As’ad Sungguh, Kamus Ekonomi dan Perdagangan, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1992, hlm 26
[4] H. S Kartadjoemen, GATT, WTO, dan Hasil Putaran Uruguay, UI Press, Jakarta, 1997, hlm 168
[5] Amir MS, Ekspor, Impor ( Teori dan Penerapannya ), Pustaka Bintama Pressindo, Jakarta, 1996, hlm 38
[6] Sudarti, Implementasi Pasal VI GATT 1994 khusunya tentang Proses Penanganan Barang Dumping dalam ketentuan Hukum Nasional Indonesia, Skripsi Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 2003, hlm 25
[7] Huala Adolf & Candrawulan, Masalah – Masalah Hukum Dalam Perdagangan Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994, hlm 13
[8] H.S. Kartadjoemena, Loc.Cit
[9] Nandang Sutrisno, Hukum Perdagangan Internasional. Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Angkatan VII, hlm 8
[10] Sukarmi, Regulasi Anti Dumping, Bayang – bayang Pasar Bebas, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm 39
[11] KADI
[12] KADI, Panduan Permohonan Penyelidikan Anti Dumping, Jakarta, 2004, hlm 1
Langganan:
Postingan (Atom)