Sabtu, 16 Juli 2011

Bahan Ajar Etika BAB 1


BAB I

A.     Pengetian Etika
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional di perlukan suatu  system yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain.
Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.
Menurut WJS. Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia mengemukakan bahwa pengertian etika adalah : Ilmu pengetahuan tentang asas – asas akhlak ( moral ). (WJS. Poerwadarminta, 1992 : 42 ). Sedangkan Menurut :
-Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
- Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
- Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Jadi menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
Menurut Verkuyl, perkataan etika berasal dari perkataan “ ethos “ sehingga muncul kata – kata ethika. ( Rudolf Pasaribu,1988 :  2 ).
                        Perkataan ethos dapat diartikan sebagai kesusilaan, perasaan batin, atau kecenderungan hati seseorang untuk berbuat kebaikan.
                                    Dr. James J. Spillane SJ Mengungkapkan bahwa etika atau ethics memperhatikan atau mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan keputusan moral. Etika mengarahkan atau menghubungkan penggunaan akal budi individual dengan objektivitas untuk menentukan “ kebenaran” atau “ kesalahan “ dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain. ( Budi susanto ( ed ) dkk, 1992 : 42 )
                                    Dalam istilah Latin Ethos atau Ethikos selalu disebut dengan “mos” sehingga dari perkataan tersebut lahirlah moralitas atau yang sering diistilahkan dengan perkataan moral.
                                   



 


      Etika-moral
Etika = moral adalah  pegangan tingkah  laku  di dalam bermasyarakat
Perbedaan moral dan etika:
- Moral menekankan pada cara menekankan  sesuatu.
- Etika menekankan pada mengapa melakukan   sesuatu  harus dengan cara tersebut.

Namun demikian, apabila dibandingkan dalam pemakaian yang lebih luas perkataan etika dipandang sebagai lebih luas dari perkataan moral, sebab terkadang istilah moral sering dipergunakan hanya untuk menerangkan sikap lahiriah seseorang yang biasa dinilai dari wujud tingkah laku atau perbuatan saja.
Sedangkan etika dipandang selain menunjukan sikap lahiriah seseorang juga meliputi kaidah – kaidah dan motif – motif perbuatan seseorang itu, di dalam kamus istilah pendidikan umum diungkapkan bahwa etika adalah bagian dari filsafat yang mengajarkan keseluruhan budi ( baik dan buruk ). ( M. Sastra Pradja, 1981: 82).
Apabila dipandang dari sudut terminologi, ada beberapa definisi yang dapat dijadikan sebagai rujukan, antara lain :
Di dalam New Masters Pictorial Encyclopedia dikemukakan : Ethic is the science of moral phyloshopy concerned not with fact, but with values ; not with the caracter of, but the ideal human conduct, artinya Etika ialah ilmu tentang filsafat moral, tidak mengenai fakta, tetapi tentang nilai – nilai, tidak mengenai tindakan manusia, tetapi tentang idenya.
Di dalam Dictionery of Educational dikatakan : Ethics the study of  human behavior not only to find the truth of things as they are but also to angire into the wort or goodness of human action ( Etika ialah studi tentang tingkah laku manusia,  tidak hanya menentukan kebenaran nya sebagaimana adanya, tetapi juga menyelidiki manfaat atau kebaikan dari seluruh tingkah laku manusia).
Dalam bahasa “agama islam” istilah etika ini adalah merupakan bagian dari akhlak. Dikatakan merupakan bagian dari akhlak, karena akhlak bukanlah sekedar menyangkut perilaku manusia yang bersifat perbuatan lahiriah saja, akan tetapi mencakup hal – hal yang lebih luas, yaitu meliputi bidang akidah, ibadah, dan syariah. Dengan demikian maka dapat dirumuskan bahwa Akhlak adalah ilmu yang membahas perbuatan manusia dan mengajarkan perbuatan baik yang harus dikerjakan dan perbuatan jahat yang harus dihindari dalam hubungan dengan Allah SWT, manusia dan alam sekitar dalam kehidupan sehari – hari sesuai dengan nilai – nilai moral.
B.      Macam – macam Etika
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya prilaku manusia :
1.      ETIKA DESKRIPTIF, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil
2.      ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.

Perbedaan Etika deskriptif dan normatif adalah:
-          Etika deskriptif :
Memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang perilaku yang dilakukan.
-           Etika normatif :
Memberikan penilaian sekaligus memberikan norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Macam-macam norma:
1.      Norma sopan satun
            Norma yang menyangkut tata cara hidup dalam pergaulan sehari-hari.
2.      Norma Hukum
norma yang memiliki keberlakuan lebih tegas karena diatur oleh suatu hukum dengan jaminan hukuman bagi pelanggar.
3.      Norma Moral
norma yang sering digunakan sebagai tolak ukur masyarakat untuk menentukan baik buruknya seorang sebagai manusia.
             misalnya : menampilkan diri sebagai manusia dalam profesi yang dijalani.
C.      Fungsi dan Tujuan Etika
-          Fungsi etika:
    1. Sebagai subjek : Untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakan itu salah atau benar, buruk atau baik.
    2. Sebagai Objek : cara melakukan sesuatu (moral).


-          Tujuan etika
Untuk mendapatkan konsep mengenai penilaian baik buruk manusia sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
1.Pengertian baik:
Segala perbuatan yang baik.
2.Pengertian buruk:
segala perbuatan yang tercela.
           
D.     Hubungan Etika dengan Profesi Hukum
Sebutan etika telah di mulai oleh Aristoteles. Hal ini dapat dibuktikan dengan bukunya yang berjudul ETHIKA NICOMACHEIA. Buku ini merupakan sebuah buku yang ditulis oleh Aristoteles yang diperuntukan untuk putranya Nikomachus.
Dalam buku ETHIKA NICOMACHEIA Aristoteles menguraikan bagaimana tata pergaulan dan penghargaan seseorang manusia kepada manusia lainnya, yang tidak didasarkan kepada egoisme atau kepentingan individu, akan tetapi didasarkan atas hal -  hal yang bersifat altruistis, yaitu memperhatikan orang lain. Demikian juga hal nya kehidupan bermasyarakat, untuk hal ini Aristoteles mengistilahkannya dengan manusia itu Zoon politicon.
Etika dimasukan kedalam disiplin pendidikan hukum disebabkan belakangan ini terlihat adanya gejala penurunan etika dikalangan aparat penegak hukum, yang mana hal ini tentunya akan merugikan bagi pembangunan masyarakat Indonesia.
Pengembangan profesi hukum haruslah memiliki keahlian yang berkeilmuan, oleh sebab itu setiap profesional harus secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga masyarakat yang memerlukan pelayanan dalam bidang hukum, untuk itu tentunya memerlukan keahlian yang berkeilmuan.
Seorang pengembang profesi hukum haruslah orang yang dapat dipercaya secara penuh, bahwa ia ( profesional hukum ) tidak akan menyalahgunakan situasi yang ada. Pengembanan profesi itu haruslah dilakukan secara bermartabat, dan ia harus mengerahkan segala kemampuan pengetahuan dan keahlian yang ada pada nya, sebab tugas profesi hukum adalah merupakan tugas kemasyarakatan yang langsung berhubungan dengan nilai – nilai dasar yang merupakan perwujudan martabat manusia, dan oleh karena itu pula lah pelayanan profesi hukum memerlukan pengawasan dari masyarakat.
Hubungan etika dengan profesi hukum, bahwa etika profesi adalah sebagai  sikap hidup, yang mana berupa kesediaan untuk memberikan pelayanan profesional di bidang hukum terhadap masyarakat dengan keterlibatan penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas yang berupa kewajiban terhadap masyarakat yang membutuhkan pelayanan hukum dengan disertai refleksi yang seksama, dan oleh karena itulah di dalam melaksanakan profesi terdapat kaidah – kaidah pokok berupa etika profesi yaitu sebagai berikut ( Kieser, 1986: 170-171 ):
1.      Profesi harus dipandang dan dihayati sebagai suatu pelayanan karena itu, maka sifat tanpa pamrih ( disintrestednes ) menjadi ciri khas dalam mengembangkan profesi. Yang dimaksud dengan tanpa pamrih di sini adalah bahwa pertimbangan yang menentukan dalam pengambilan keputusan adalah kepentingan pasien atau klien dan kepentingan umum, dan bukan kepentingan sendiri ( pengembangan profesi ). Jika sifat tanpa pamrih itu diabaikan, maka pengembangan profesi akan mengarah pada pemanfaatan ( yang dapat menjurus kepada penyalahgunaan ) sesama manusia yang sedang mengalami kesulitan atau kesusahan.
2.      Pelayanan profesional dalam mendahulukan kepentingan pasien atau klien mengacu kepada kepentingan atau nilai – nilai luhur sebagai norma kritik yang memotivasi sikap dan tindakan.
3.      Pengemban profesi harus selalu berorientasi pada masyarakat sebagai keseluruhan.
4.      Agar persaingan dalam pelayanan berlangsung secara sehat sehingga dapat menjain mutu dan peningkatan mutu pengemban profesi, maka pengembangan profesi harus bersemangat solidaritas antar sesama rekan seprofesi.

Selain itu dalam pelaksanaan tugas profesi hukum itu selain bersifat kepercayaan yang berupa habl min – annas ( hubungan horizontal ) juga harus disandarkan kepada habl min Allah ( hubungan vertikal ), yang mana habl min Allah itu terwujud dengan cinta kasih, otomatis akan melahirkan motivasi untuk mewujudkan etika profesi hukum sebagai realisasi sikap hidup dalam mengemban tugas yang pada hakekatnya merupakan amanah profesi hukum. Dan dengan itu pengemban profesi hukum akan melihat profesinya sebagai tugas kemasyarakatan dan sekaligus sebagai sarana mewujudkan kencintaan kepada Allah SWT dengan tindakan nyata.
Menyangkut etika profesi hukum ini diungkapkan bahwa etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam menjalani kehidupan sebagai pengemban profesi. Hanya pengemban profesi yang bersangkutan sendiri yang dapat atau yang paling mengetahui tentang apakah perilakunya dalam mengemban profesi memenuhi tuntutan etika profesinya atau tidak.( Arif Sidharta, 1992 : 107 ).
Perilaku dalam mengemban profesi dapat membawa akibat ( negatif ) yang jauh terhadap pasien atau klien.  Sehingga pengemban profesi hukum itu sendiri membutuhkan adanya pedoman objektif yang kongkret bagi perilaku profesinya. Karena itu dari dalam lingkungan para pengemban profesi itu sendiri dimunculkanlah seperangkat kaidah perilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban profesi.
Perangkat kaidah itulah yang disebut dengan kode etik profesi yang dapat tertulis maupun tidak tertulis yang diterapkan secara formal oleh organisasi profesi yang bersangkutan, dan di lain pihak untuk melindungi klien atau pasien ( warga masyarakat ) dari penyalahgunaan keahlian dan atau otoritas profesional.
Dari uraian diatas terlihat betapa eratnya hubungan antara etika dengan profesi hukum, sebab dengan etika inilah para profesional hukum dapat melaksanakan tugas  (pengabdian) profesinya dengan baik untuk menciptakan penghormatan terhadap martabat manusia yang pada akhirnya akan melahirkan keadilan ditengah – tengah masyarakat.
H.F.M. Crombag sebagaimana di ikuti oleh B. Arif Sidharta mengklasifikasikan peran kemasyarakatan profesi hukum itu sebagai berikut : penyelesaian konflik secara formal ( peradilan ), pencegahan konflik ( legal drafting, legal advice ), penyelesaian konflik secara informal, dan penerapan hukum yang secara khas mewujudkan bidang karya hukum adalah jabatan – jabatan hakim, jaksa, advokat, dan notaris.
Jabatan manapun yang diembannya, seorang pengemban profesi hukum dalam menjalankan fungsinya harus selalu mengacu pada tujuan hukum untuk memberikan pengayoman kepada setiap manusia dengan mewujudkan ketertiban yang berkeadilan, yang bertumpu pada penghormatan martabat manusia.

CLASS ACTION UNTUK JALAN RUSAK DIKOTA BENGKULU

Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata,sehingga dapat dirasakan oleh masyarakat banyak. Pembangunan tersebut ditujukan semata-mata untuk kepentingan masyarakat dan salah satunya dengan Pemerintah sebagai penyelenggara nya. Jalan merupakan salah satu prasarana transportasi merupakan unsur penting dalam pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut.
Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional, serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional. Untuk terpenuhinya peranan jalan sebagaimana mestinya, Pemerintah mempunyai hak dan kewajiban menyelenggarakan jalan, agar penyelenggaraan jalan dapat dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna diperlukan keterlibatan masyarakat secara aktif.
Sangat ironis memang, ketika penulis pulang ke kota Bengkulu, hampir seluruh jalan dikota Bengkulu mengalami kerusakan, baik itu rusak berat maupun rusak ringan yang merugikan kepentingan masyarakat banyak, terutama perusahaan transportasi dan pengguna jalan lainnya. Banyak jalan di Kota Bengkulu yang mengalami kerusakan, sehingga kendaraan sulit melewati jalan tersebut dan sangat berbahaya bagi pengguna jalan yang melewatinya. Bukan hanya dapat menimbulkan korban jiwa, tetapi juga kerugian materil bagi pemilik kendaraan, kendaraan menjadi cepat rusak akibat melewati jalan berlubang seperti kerusakan pada velg dan sebagainya. Walaupun sekarang sebagian jalan yang rusak sudah di kasih batu koral namun tetap saja berbahaya bagi pengguna jalan kalau tidak segera di aspal, apalagi dalam kondisi hujan air tergenang seperti “kolam ikan”.
Sejak kecil, bila menghadapi musibah atau masalah, kita tidak dididik untuk mencari sebab terutama (causa prima) musibah tersebut. Kita umumnya tak mempersoalkan kematian sang korban akibat kecelakaan lalu lintas karena kita memang sangat percaya bahwa kematian seseorang mutlak kehendak Allah. Padahal sangat banyak orang tewas atau cacat permanen karena kecelakaan lalu lintas sering sekali disebabkan kelalaian atau kecerobohan pemerintah, yakni pihak yang bertanggung jawab penuh dalam hal pembangunan dan pemeliharaan jalan raya. Selama ini Pemerintah Daerah, terutama Pemerintah Kota, dianggap tidak memberikan informasi dan menumbuhkan kesadaran dikalangan masyarakat tentang kewajiban pemerintah dan hak-hak pemakai jalan raya. Sehingga masyarakat banyak yang tidak tahu apa yang harus dilakukan atas masalah “klasik” yaitu jalan rusak yang terjadi di Kota Bengkulu selama ini.
Yang menjadi pertanyaan esensial dari tulisan ini adalah Apakah masyarakat kota Bengkulu bisa melakukan gugatan terhadap pemerintah Kota Bengkulu mengenai jalan rusak ini ? jawabannya tentu saja bisa, salah satunya adalah dengan Gugatan class action mengenai jalan rusak ini kepengadilan. Karena  selain merugikan kepentingan jasa transportasi dan pengguna jalan lainnya, jalan yang rusak juga dapat menimbulkan banyaknya angka kecelakaan lalu lintas, sementara itu pemerintah kota dianggap kurang “Responsif” dalam memberi tanggapan atas kejadian seperti itu. Dan juga tidak ada tindakan konkrit yang bersifat darurat menghadapi fakta tersebut, jangan sampai membuat masyarakat main hakim sendiri dengan cara memblokir jalan, itulah sebabnya salah satu alternatif untuk mengingatkan Pemerintah Kota Bengkulu agar segera berbenah dalam menghadapi situasi ini dan mempercepat proses perbaikan jalan didalam Kota Bengkulu adalah dengan cara melakukan gugatan perwakilan atau class action dengan dasar yuridis merujuk pada UU No 38 Tahun 2004 tentang jalan.
Sebelumnya dapat kita ketahui dulu apa itu pegertian class action? class action ini diatur didalam Perma No 1 Tahun 2002, Secara umum class action merupakan sinonim class suit atau representative action  (RA). Pengertian class action itu sendiri diatur dalam pasal 1 huruf a yang menyatakan bahwa Suatu tata cara pengajuan gugatan yang dilakukan satu orang atau lebih, orang itu bertindak mewakili kelompok (class representative) untuk diri sendiri dan sekaligus mewakili anggota kelompok (class members) yang jumlahnya banyak (numerous) serta antara yang mewakili kelompok dengan anggota kelompok yang diwakili memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum. Sedangkan  Acmad  Santosa  menyebutkan Class  Action  pada  intinya  adalah  gugatan perdata  (biasanya  terkait  dengan permintaan  injuntction  atau  ganti  kerugian) yang  diajukan  oleh  sejumlah  orang  (dalam jumlah  yang  tidak  banyak, misalnya  satu atau  dua  orang)  sebagai  perwakilan  kelas (class  repesentatif)  mewakili  kepentingan mereka,  sekaligus  mewakili  kepentingan ratusan atau ribuan orang lainnya yang juga sebagai  korban.  Ratusan  atau  ribuan  orang yang  diwakili  tersebut  diistilahkan  sebagai class members .
                                    Sedangkan tujuan dari class action itu sendiri dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2002, diatur dalam konsiderans, antara lain sebagai berikut :
1.Mengembangkan Penyederhanaan Akses Masyarakat memperoleh keadilan.Yang dimaksud disini adalah dengan satu gugatan, diberi hak prosedural terhadap satu atau beberapa orang bertindak sebagai penggugat untuk memperjuangkan kepentingan penggugat dan sekaligus kepentingan anggota kelompok. Hal ini dikemukakan dalam huruf a konsiderans bahwa salah satu tujuan utama proses gugatan perwakilan kelompok (GPK) untuk menegakan asas penyelenggaraan peradilan sederhana, cepat, biaya ringan dan transparan agar akses masyarakat terhadap keadilan semakin dekat.
2.Mengefektifkan Efisiensi Penyelesaian Pelanggaran Hukum yang merugikan orang banyak. Kenapa efektif dan efisien ? Karena melalui proses beperkara dengan sistem GPK (Gugatan Perwakilan Kelompok) :
a. Secara serentak atau sekaligus dan massal kepentingan kelompok, dibolehkan cukup hanya diajukan dalam satu gugatan saja.
b. Hal itu dapat ditempuh apabila ternyata mereka memiliki fakta atau dasar hukum yang sama, berhadapan dengan tergugat yang sama.
c. Sehingga kalau gugatan diselesaikan sendiri–sendiri, penyelesaiannya tidak  efektif dan efisien, bahkan dimungkinkan terjadi putusan yang saling bertentangan.
                                    Sangat jelas sekali diatas, dengan memiliki fakta dan dasar hukum yang sama, masyarakat Kota Bengkulu ini dapat melakukan gugatan class action melalui proses peradilan terhadap tanggung jawab Pemerintah kota Bengkulu dalam mengatasi masalah jalan rusak dengan memenuhi Formulasi Gugatan yang merujuk pada ketentuan pasal 3 dan pasal 10 PERMA. Ataupun nantinya hal ini menjadi bahan pelajaran bagi Pemerintah Kota Bengkulu untuk terus berbenah dalam hal pelayanan publik dan tanggung jawabnya agar tidak merugikan hak dan kepentingan masyarakat Kota Bengkulu pada umumnya. Sedangkan Untuk masyarakat kota Bengkulu, gugatan class action ini merupakan upaya pembelajaran untuk mendorong perubahan sikap kelompok masyarakat untuk memperoleh keadilan dan kenyamanan di jalan raya serta lebih berani menuntut haknya melalui jalur pengadilan yang benar.

KESEIMBANGAN

          Tuhan menciptakan alam semesta beserta isi - isi nya untuk kehidupan manusia dan ciptaannya yang lain yang ada di bumi ini, itulah yang dinamakan keseimbangan antara alam dan ciptaan hidup yang ada di dunia. Ketika kita berbicara masalah alam, pasti kita langsung memikirkan yang nama nya hutan, hutan di ciptakan oleh Tuhan untuk keseimbangan alam dan kehidupan, di dalam Hutan Tuhan ciptakan binatang - binatang, salah satu nya binatang buas biasa nya orang sering menyebut singa atau harimau sebagai Raja Hutan.
            Singa atau harimau di ciptakan untuk menjaga hutan dari tindakan - tindakan yang tidak bertanggung jawab, mereka menjaga hutan sampai akhir hayatnya, di era modern sekarang ini hutan merupakan ladang investasi ekonomi yang menjanjikan, sehingga hampir sebagaian hutan di indonesia habis oleh pembalak liar, yang jadi pertanyaan, kemana si Raja Hutan??? Usut punya usut ternyata si Raja Hutan telah di pindahkan ke kebun binatang atau di bunuh dan kulit nya di buat bermacam - macam assesoris.
            Tidak ada lagi Penjaga Hutan yang selalu mengusir para pembalak - pembalak liar, bagaimana kalau kita hubungkan si Raja Hutan dengan Penegakan Hukum yang ada di Indonesia??? Menurut saya sama saja, Si Raja Hukum dalam hal ini Institusi Polisi, Jaksa, Hakim, dan KPK tidak berdaya menghadapi gerombolan - gerombolan yang haus akan harta.
            Hukum di buat atas perintah penguasa, sehingga penguasa bisa melakukan apa yang diinginkan sesuai dengan maunya, siapa saja orang yang kontra dengan penguasa akan di bui ataupun di bunuh, zaman reformasi sekarang ini, trend menjatuhkan lawan adalah dengan cara memfitnah ataupun dengan cara menjebak. Tidak ada hukum yang dapat kita andalkan kecuali hukum agama, karena hukum di Indonesia ini maupun di dunia adalah hukum yang dibuat manusia, pasti ada kepentingan dan tarik - menarik antar penguasa, sehingga hukum buatan manusia ini hanya sebagai simbol untuk para penguasa menjalankan misi nya dan bagi rakyat kecil hukum sebagai penghukum bagi orang yang tak berdaya..

SOAL UAS ETIKA PROFESI HUKUM

SOAL UAS
ETIKA PROFESI HUKUM

Soal : 
  1.   Ada beberapa ajaran yang mengemukakan pandangan tentang baik dan buruk, salah satu nya adalah Universalistic Hedonism, apa yang menjadi tolak ukur dari ajaran ini? 
  2. Menurut Plato bahwa hukum adalah jaring laba – laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat yang kaya dan kuat ( laws are spider webs, they hold the weak and delicated who are caught in their meshes but are torn in pieces by the rich and powerful). Bagaimana pendapat saudara dengan teori tersebut jika di kaitkan dengan realitas penegakan hukum di Indonesia ? 
  3. Faktor – faktor apa yang mempengaruhi penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto?
  4. Penggunaan kata Etika, Moral, dan Etiket sering di campuradukan, padahal antara ketiga istilah itu terdapat perbedaan dan persamaan yang sangat mendasar, Jelaskan persamaan dan perbedaan nya?
  5. Theo Huijbers menyatakan bahwa martabat manusia itu menunjukan bahwa manusia itu sebagai makhluk yang istimewah yang tiada bandingan nya di dunia. Namun dalam kenyataannya manusia menyimpang dari dimensi budaya tersebut sehingga perilaku yang di tunjukannya justru melanggar nilai moral dan nilai kebenaran yang seharusnya dia junjung tinggi. Jelaskan mengapa terjadi pelanggaran nilai moral dan nilai kebenaran?


Jumat, 15 Juli 2011

ASHIBLY: CLASS ACTION UNTUK JALAN RUSAK DIKOTA BENGKULU

ASHIBLY: CLASS ACTION UNTUK JALAN RUSAK DIKOTA BENGKULU: "Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata,sehingga dapat dirasakan oleh masyarakat banyak..."

Kamis, 14 Juli 2011

DEMOKRASI DAN HUKUM YANG “KEOK”

Konsep Civil Society yang secara implisit sudah terkandung dalam pancasila dan UUD 1945 pada dasarnya adalah tatanan social berbangsa berdasarkan atas prinsip demokrasi, yang menjadi pertanyaan apakah negara Demokrasi baik untuk kita? dalam teori demokrasi memang baik dibandingkan dengan teori-teori ketatanegaraan yang lain untuk saat ini. Demokrasi bertujuan untuk memberikan kepada masyarakat perhatian yang lebih luas disetiap kehidupan dalam mengambil sebuah kebijakan, baik itu individu maupun untuk kepentingan publik. Namun das sein dan das sollen demokrasi ini sangat jauh berbeda. Pada era sekarang, demokrasi hanya motor penggerak jalan nya kekuasaan segelintir orang ataupun demokrasi sebagai kata-kata yang tidak memiliki norma yang terkandung dalam arti “demokrasi” itu sendiri.
Dalam bidang hukum, hukum sebagai panglima untuk menegakan keadilan, kemanfaatan dan ketertiban. Namun hukum sekarang bagi penulis seperti Panglima yang tidak mempunyai pasukan-pasukan yang mampu memberikan suatu yang bisa membela kepentingan masyarakat. Hukum sekarang dicap sebagai salah satu penyebab keterpurukan dari negara ini, hukum hanya sekedar tulisan di UUD 1945 pasal 1 ayat 3 dan tidak di Implementasikan secara implisit kedalam kehidupan bermasyarakat. Hukum bukan lagi sebagai Panglima melainkan sebagai “kuda” dari Panglima tersebut.
Seperti diutarakan oleh Prof. Erman Rajagukguk,SH.LLM.Ph,D dalam materi kuliah nya pernah berbicara mengenai penegakan hukum di Indonesia, waktu zaman beliau kuliah, beliau bercita-cita ingin menegakan hukum sebagai tonggak keadilan, Namun ketika beliau masuk ke ranah hukum tersebut, beliau baru tahu bagaimana penegakan hukum itu sangat sulit ditegakan, namun pesan beliau, apabila hukum itu roboh, maka kita bersama-sama yang menegakan nya.
Sebenarnya apa yang salah dengan hukum kita? Mengutip teori dari L.M Friedman, sistem hukum itu ada 3, yaitu substansi hukum( UU), Struktur Hukum (para penegak hukum), dan Budaya Hukum ( Masyarakat). Dari ketiga sistem hukum ini, kebanyakan yang dibahas hanya substansi dan strukturnya saja, sedangkan budaya hukum nya jarang sekali dibahas. Kita sering menyalahkan substansi hukum nya, dimana semua Undang-undang dibuat oleh para elit senayan yaitu para perwakilan parpol dan bukan lagi perwakilan rakyat, yang didalam setiap pembuatan Undang-undang tersebut bukan kepentingan rakyat yang dibela, melainkan kepentingan kaum tertentu sehingga Undang-undang yang dibuat bagaikan sampah bagi masyarakat. Sedangkan teori kedua L.M Friedman ini menitikberatkan kepada para penegak hukum, seperti Polisi, Jaksa, Hakim, KPK, disini ketidak percayaan masyarakat kepada para penegak hukum sangat kental terasa, dimana kita sering melihat para oknum  penegak hukum melakukan keputusan-keputusan hukum yang melanggar hukum dan tindak kejahatan lain nya, bagaimana masyarakat bisa percaya kalau para penegak hukum nya seperti itu. Sedangkan bagian ketiga adalah budaya hukum,dimana menurut E.B Taylor dalam Effendhie kebudayaan adalah kompleks keseluruhan yang mencakup ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan, serta kebiasaan - kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa hukum tidaklah berdiri sendiri, atau absolut, hukum dilingkupi oleh nilai-nilai masyarakatnya.
Kegelisahan penulis sebagai sarjana hukum dan sebagai bagian dari anggota masyarakat inilah yang membuat penulis bertanya, bagaimana kami selaku calon penegak hukum yang baru bisa berjibaku untuk bisa menjadikan hukum itu sebagai panglima tertinggi untuk menegakan keadilan, kemanfaatan dan ketertiban didalam kehidupan bermasyarakat?
Dengan kata lain, marilah kita bersama-sama menegakan hukum itu diatas segala kepentingan dan utamakan memperbaharui etika moral dari para penegak hukum itu sendiri karena pusat hukum itu adalah manusia sehingga menjadikan hukum itu kembali ketujuan dan fungsi nya yang sebenarnya.

PEDAGANG KAKI LIMA ( PKL ) SEBAGAI PART OF SOLUTION BAGI PEMERINTAH KOTA BENGKULU


Pedagang kaki lima atau yang lebih di kenal dengan sebutan PKL seringkali kita jumpai dengan masalah-masalah yang terkait mengenai gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat. Kesan kumuh, liar, merusak keindahan, seakan sudah menjadi label paten yang melekat pada usaha mikro ini. Mereka berjualan di trotoar jalan, di taman-taman kota, di jembatan penyebrangan, bahkan di badan jalan. Pemerintah kota Bengkulu berulangkali menertibkan mereka yang ditengarai menjadi penyebab kemacetan lalu lintas ataupun merusak keindahan Kota. PKL di pandang sebagai bagian dari masalah (part of problem).
            Jelang penilaian penghargaan lingkungan Adipura tahap 1 tahun 2010-2011, Pemda Kota Bengkulu kembali merencanakan penggusuran terhadap para Pedagang Kaki Lima di Pasar Tradisional Modern, Barukoto II dan Pasar Panorama ( baca harian RB, selasa, 14 sept 2010 ). Pada hal, sejatinya bila keberadaan para Pedagang Kaki Lima ini dipoles dan di tata dengan konsisten, keberadaan PKL ini justru akan menambah eksotik keindahan sebuah lokasi wisata di tengah-tengah kota. Hal ini bisa terjadi apabila PKL dijadikan sebagai bagian dari solusi (part of solution).
            Tidak selama nya Pedagang Kaki Lima itu merugikan Pemerintah Daerah, pada dasar nya kegiatan yang mereka lakukan mempunyai peranan yang cukup besar di dalam meningkatkan penerimaan asli daerah ( PAD ). Bahkan lebih jauh dari itu, PKL dapat dijadikan bagian dari solusi (part of solution) sebagai mitra kerja Pemerintah Daerah Kota Bengkulu dalam mengurangi kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan sekaligus sebagai mitra dalam penataan perkotaan. 
            Jadi, dari gambaran di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa paradigma lama yang mengatakan bahwa PKL itu sebagai bagian dari masalah haruslah segera di akhiri, jangan lagi kita dengar ada penertiban PKL yang di dasarkan pada pengertian penertiban yang lebih mengarah pada pengusiran dan kekerasan yang pada akhirnya menimbulkan masalah baru, jadi menurut Penulis, apabila keberadaan PKL di kelola secara serius, maka PKL akan di anggap sebagai part of solution. Tindakan kongkrit dari Pemerintah adalah melakukan pemberdayaan dan kemitraan PKL berdasarkan Undang – Undang nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sehingga kedepan nya PKL ini bukan lagi sebagai  part of problem  melainkan sebagai part of solution. Jika ada dasar hukum seperti itu maka masyarakat akan berlomba menjadi pelaku usaha yang berawal dari PKL dan akan membantu Pemerintah Kota Bengkulu dalam mengembangkan iklim usaha yang berkesinambungan.